Convenience

5.9K 709 34
                                    

"AQILLA!!"

Belum sempat aku melihat kesumber suara, dengan sekali hentakan, tubuhku terputar dengan cepat. Hingga berkahir pada pelukan Mas Rangga, Aku yang masih belum menguasai keadaan, hanya bisa mematung ditempat.

Bukan karena tersentuh telah mendapatkan pelukan secara tiba-tiba darinya, tapi otakku bereaksi lain. Aku marah. Karena Mas Rangga sudah dengan lancangnya memeluk ku, apalagi posisi kami sedang berada di kantor.

Meskipun ini masih pagi, tapi jam masuk kantor sudah dimulai sejak lima menit yang lalu, dan itu otomatis semua orang-orang kantor, sudah datang.

Juga, walaupun kami sedang berada di ruang studio yang tidak terlalu banyak orang kantor berlalu lalang, tapi tetap saja, banyak kru yang bertugas disini. Apalagi, disampingku masih ada Daniel dan Ravi. Aku tidak tahu, bagaimana ekspresi mereka.

Mataku menatap memelas ketika iris mataku menangkap sosok Zanna yang sedang berdiri dibelakang tubuh Mas Rangga, bahkan Zanna hampir membuka seluruh mulutnya dengan apa yang baru saja dilihatnya karena posisi ku dengan Mas Rangga.

Mas Rangga memelukku dengan sangat erat, berbanding terbalik dengan ku yang sama sekali tidak membalas pelukannya.

"Maafkan saya Aqilla, karena saya tidak berada disamping kamu, disaat kamu membutuhkan seseorang. Maaf,,"

"Mas,, lepasin!" Ucapku, sedikit tertahan.

"Maaf.. saya terlalu kalut." Pelukannya terlepas, sorot matanya menyiratkan kesedihan serta penyesalan.

Mataku terpejam sebentar, seraya menarik nafasku dengan dalam, lalu menghembuskan nya. Detik itu juga, aku merasa sebentar lagi akan menjadi orang nomor satu yang akan menjadi bahan perbincangan di kantor.

"Kamu baik-baik aja kan? Sekali lagi saya minta maaf, tidak bisa berada disisi kamu, pada saat itu."

"Saya baik. Dan Mas gak perlu minta maaf. Karena ini bukan kesalahan Mas." Kataku dingin, kemudian berlalu begitu saja. Bahkan aku tidak mengucapkan rasa terima kasihku pada Mas Rangga, karena sudah mengkhawatirkan ku.

Aku kalut. Yang aku butuhkan sekarang, hanya ingin pergi dari ruangan ini.

"Qilla,," suara Zanna terdengar dibalik bilik toilet.

Ya. Karena aku bingung, mencari tempat persembunyian dan ketenangan, akhirnya aku memilih bersembunyi di dalam toilet.

"Lo baik-baik aja kan?" Tanyanya lagi.

Aku yang masih duduk di kloset, memberanikan diri untuk keluar dari balik bilik.

Zanna segera mengelus pundakku. "Lo gak apa-apa?" Tanyanya hati-hati.

Aku mengangguk samar. "Gue malu Zan. Gue belom siap, menjadi bahan gosip di kantor."

"Gak apa-apa, abaikan aja. Kekuatan gosip tuh gak akan lama, pasti cepet basi kok."

"Tapi tetep aja Zan. Nasib gue gak akan baik-baik aja ditangan Mba Sarah, setelah kejadian ini." Aku meringis miris, membayangkan betapa murkanya wajah Mba Sarah nanti.

"Yaelah. Bukan nya lo udah biasa, perang dingin sama Mba Sarah? Udah sih, abaikan aja, toh lo gak ngelakuin kesalahan apapun."

Kedua tanganku, menutup wajah, kemudian aku menggeleng-gelengkan nya dengan frustasi. Selain tatapan sinis Mba Sarah, ada satu orang lagi yang membuat aku kepikiran.

"Lo liat reaksi Daniel gak tadi? Dia gimana? Terlihat seperti marah gak?" Aku menggigit-gigit bibir bawahku karena resah.

"Tadi gue gak berani liat dia."

Ex's Invitation✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang