Coercion

6.1K 669 18
                                    

Selepas makan malam, kini kami sedang menatap layar televisi, yang menampilkan serial Netflix. Ditemani pula dengan dua cangkir Pepsi diatas meja, tentunya minuman itu Daniel lah yang membawanya bersamaan dengan makanan.

Kami memilih duduk diatas karpet wol dibanding duduk diatas sofa, fungsi sofa diruang keluarga hanya untuk kami jadikan sandaran punggung.

"Kamu beneran baik-baik aja kan?" Itu bukan pertanyaan pertamanya, dari awal tayangan Netflix diputar, laki-laki itu sudah menanyakan hal itu.

"Bohong sih kalo aku bilang baik-baik aja." Aku menunduk, jemariku menggenggam cangkir Pepsi dengan pikiran sedikit kosong.

Jarum jam menunjukkan pukul 9 malam, dan entah sampai kapan laki-laki yang duduk disampingku itu akan pulang. Akan tetapi, aku sedikit senang, dengan kehadiran nya disini. Jadi aku tidak merasa takut, sendirian di rumah, karena ini adalah kali pertama ibu tidak ada dirumah.

Aku takut bukan karena hantu ya, tapi aku takut akan merasa kesepian, aku takut, kembali menangis lagi dengan tiba-tiba.

"Daniel,," panggilku pelan, masih belum berani menatap wajah Daniel. Sedangkan laki-laki itu, sudah sepenuhnya menghadapku.

"Hmmmh,," sahutnya dengan sangat lembutnya.

"Temani aku disini."

Dia terkekeh kecil. "Kan, dari tadi aku disini. Bahkan aku udah disini sejak dua jam yang lalu."

"Bukan itu maksudku." Gregetku, seraya menatap lelah wajahnya.

"Terus apa?" Kedua alisnya saling terpaut.

"Kamu nginep disini ya? Jangan pulang." Aku menggigit bibir bawahku, terkejut sendiri dengan permintaan anehku tadi.

"Ada apa denganku? Aqilla. Kamu sadar dengan apa yang baru saja kamu katakan?" Batin kecilku memberontak.

Ya. Aku sadar kok, dengan apa yang baru saja aku minta. Aku begitu karena aku takut sendiri, tidak ada maksud lain.

Aku melihat ada keterkejutan sedikit diraut wajahnya, namun itu tidak lama. Kini Daniel tersenyum, memicingkan mata untuk menggodaku.

"Kamu kalah." Ucapnya, membuat aku tidak mengerti.

"Maksudnya?"

"Kalah taruhan dengan aku."

"Apa sih?" Dengkus ku masih tidak faham.

"Lihat kan? Sekarang kamu gak mau jauh dari aku." Ucapnya dengan bangga.

Detik itu juga, bola mataku membulat, aku mengerti maksud dari kalah taruhan yang dimaksudkan oleh Daniel.

"Ish,, bukan gitu!" Elakku tidak terima dengan kesimpulannya sendiri. "Yaudah, pulang sono! Aku juga gak serius nyuruh kamu nginep." Bibirku mengerucut sebal, seraya membuang muka kearah lain.

Tawa Daniel pecah, menggema dipenjuru ruang keluargaku. Mendengar tawanya, aku semakin kesal dan gondok. Seketika aku menyesal, telah meminta Daniel untuk menginap disini.

"Jadi, aku harus pulang atau nginep nih?" Tanyanya seraya berbisik, bahkan tubuhnya mencondong kearahku.

"Tau ah!" Dengkus ku, dengan wajah yang masih enggan melihat Daniel.

"Iya. Aku gak akan pulang." Tukasnya, dan aku masih tidak memberikan respon.

"Jangan lupa, yang kalah harus membayar taruhannya."

"Dih! Aku kan, gak ikut taruhan yang kamu buat." Pandanganku menatapnya tidak terima.

Dia tersenyum lebar, dengan reaksi penolakanku yang cukup terlihat kalang kabut. "Biasa aja sih. Aku cuma becanda!" Kekehnya santai.

Ex's Invitation✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang