BAB 11: Move In

15.9K 1.8K 78
                                    

Read well, enjoy the story!

***
BAB 11: Move In
.
.
.
.
.

"Tapi lo masih bisa garap 'kan kalo deadline-nya empat hari lagi?" tanya Raya, kakinya melangkah berdampingan dengan milik Arvin yang berada di sampingnya. Gadis itu menunduk menatap ponselnya yang tengah menampilkan aplikasi kalender.

"Bisa kayaknya," jawab Arvin, mengangguk kecil.

Raya yang mendengar sebersit keraguan pada nada bicara Arvin langsung mendongak, memandang pemuda itu.

"Jangan ragu dong, Vin. Urusan ilustrasi 'kan keahlian dan kesukaan lo, pasti bisa lah, yaa walau harus nambah sedikit waktu buat begadang," kata Raya, berusaha meyakinkan Arvin.

Arvin tertawa kecil, lantas mengangguk, "Siap, nanti gue coba," balasnya.

Raya pun tersenyum, lantas menepuk lengan Arvin yang terasa besar jika dibandingkan dengan telapak tangannya, lalu gadis itu kembali fokus pada ponselnya. Mereka saat ini sedang menuju kafetaria, tempat di mana keduanya mengisi perut sekaligus berbincang dengan teman-teman mereka.

"Gue bisa nyelesain lusa, Ray," kata Arvin tiba-tiba, lagi-lagi membuat perhatian Raya teralihkan.

"Seriusan? Bagus dong kalo gitu! Hemat dua hari!"

Arvin mengangguk, "Iya, tapi ada syaratnya," katanya, tersenyum tipis.

Raya mengerutkan kening, "Syarat apaan?" tanya gadis itu, kebingungan.

"Temenin gue nyelesain ilustrasinya," kata Arvin.

"Hah? Gimana?" tanya Raya, makin bingung.

"Iya, temenin gue selama gue ngerjain gambar-gambar yang udah disepakatin tim," kata Arvin.

"Gimana caranya?" tanya Raya, tetap bertanya meskipun ia tahu kalau permintaan pemuda itu tidak berhubungan dengan pekerjaan.

"Via telpon aja, temenin gue sampai kerjaan gue selesai atau sampai lo ngantuk," kata Arvin, menatap Raya yang juga tengah menatapnya.

Raya menyipitkan matanya, hendak mengkritisi permintaan Arvin, tetapi saat melihat tatapan mata Arvin yang terlihat seperti anak kecil, Raya pun mengurungkan niatnya. Gadis itu mengangguk, mengiakan permintaan Arvin.

"Oke, tapi janji harus selesai lusa, ya?" kata Raya.

Arvin menganggukan kepalanya semangat, "Siap!"

"Di situ, Vin," ucap Raya setelah tersenyum kaku, memberi tahu Arvin meja yang ditempati oleh teman-temannya.

Arvin mengangguk, "Duluan, biar gue yang pesanin kopi lo," katanya.

Raya pun mengiakan, lantas keduanya pun berpisah, Raya menuju meja tempat teman-temannya berada, sedangkan Arvin menuju cafè

"Ibra mana?" tanya Raya, begitu sampai di meja yang berisi Sheira, Bila, dan Radit tersebut.

"Nggak masuk," jawab Sheira.

Raya menganggukkan kepalanya. Pantas saja seharian ini Raya tidak melihat sosok pemuda berambut ikal itu.

"Nggak masuk kenapa?" tanya Raya.

"Udah lah Ray, nggak usah bahas dia!" ketus Bila, otomatis membuat Raya mengernyit.

Oh, ternyata lagi nggak akur.

"Kalian nanti ikut nggak?" tanya Radit, membuka suara setelah hening yang canggung dan menegangkan.

Raya, Sheira, dan Bila menoleh ke arah Radit, menatap cowok itu penuh kebingungan.

I am (not) Into It (UNDER REVISION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang