BAB 36: Forgive, Forgave, Forgiven

13K 1.3K 123
                                    


happy reading

may this part do not disappoint you

***

BAB 36: Forgive, Forgave, Forgiven

.
.
.
.
.
.

Raya percaya akan kekuatan doa untuk orang-orang yang telah tiada. Maka dari itu, sesering mungkin ia berkunjung ke makam ibunya dan berdoa di sana, berharap doanya bisa menerangi ibunya di alam antah-berantah yang tak ada satu pun orang tahu bagaimana wujudhnya, sambil sesekali menceritakan bagaimana hidupnya berjalan. Akan tetapi, kali ini ia tak punya kekuatan untuk bercerita. Jadi, selesai berdoa, ia hanya menatap kosong sepotong bambu tua yang tertancap di bagian kepala makam sebagai pengganti batu nisan. Tak masalah jika ada hantu kurang kerjaan yang ingin merasukinya. Jika hantu itu ingin menggantikannya hidup di dunia ini, akan ia persilakan dengan senang hati.

Membayangkan sesosok jiwa tersesat yang tak diterima alam baka masuk ke dalam tubuhnya, mengambil alih kehidupannya membuat Raya senyam-senyum sendiri. Ide bagus, pikirnya. Bayangkan Raskal satu rumah dengan perempuan kesurupan, laki-laki itu pasti akan lari terkencing-kencing melihat Raya melayang di langit-langit kamar ketika ia mencoba untuk menyentuhnya. Raya menertawakan imajinasinya sendiri hingga seorang juru kunci yang kebetulan sedang merapikan rumput liar di atas makam menoleh ke arahnya, menatap waspada takut-takut ia menggila.

Raya melambai ke arah sang juru kunci, memberi isyarat bahwa ia baik-baik saja. Pria tua yang menenteng sebuah arit itu pun mengangguk dan kembali melanjutkan kesibukannya. Mungkin dalam hati ia berkata, "Rusaknya anak muda jaman sekarang, kuburan saja dijadikan bahan bercandaan," sambil berdecak kecewa.

Raya menahan diri untuk tak tertawa lebih hebat lagi, ia harus menjaga tata krama saat berkunjung ke tempat orang-orang mati. Tak lama kemudian, ia mendapati sebuah SUV berhenti perlahan di gerbang masuk pemakaman. Keberadaan mobil yang sangat familier itu membuat Raya beranjak dari simpuhannya, perempuan itu mengibas celana hitamnya yang penuh tanah, kemudian melangkah ke arah mobil tersebut.

Begitu jendela gelap SUV hitam itu bergerak turun, seorang pria berpakaian formal melambai ke arahnya sambil tersenyum ramah.

"Kamu kok tahu saya ada di sini?" Raya bertanya pada si pengemudi mobil.

Yohan yang masih berada di belakang kemudi tertawa kecil, lalu mencondongkan tubuhnya untuk membuka pintu di kursi penumpang depan. "Apa sih yang saya nggak tahu, Mbak? Saya juga tahu kalau Nyonya hari ini datang ke Jakarta."

"Nyonya? Tante Hera?" Oh, telinga Hera pasti gatal karena Raya kembali memanggilnya dengan sebutan 'tante.'

"Nggak ada nyonya lain di keluarga Prayoga, Mbak. Ayo, masuk."

Dengan enggan, Raya memanjat masuk ke dalam mobil, sambil berkata; "Arleen juga bisa dipanggil nyonya di keluarga itu. Nggak ada yang spesial." Namun, Yohan tak menggubrisnya. Pemuda itu langsung mengemudikan mobilnya, keluar dari area pemakaman.

"Mbak Raya baik-baik aja?" tanya Yohan untuk memecah keheningan.

"Saya oke. Kamu nggak kasih tahu siapa-siapa 'kan tentang kejadian di Hawaii?" Raya balik bertanya.

Yohan menggelengkan kepalanya.

"Soal keberadaan saya?"

I am (not) Into It (UNDER REVISION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang