BAB 21: Asking For Help In Three Stages

14.6K 1.6K 82
                                    

i apologize for any typos or grammar error.

⚠️trigger warning: bullying, body shaming, violence, and selfharm⚠️

***

BAB 21: Asking For Help In Three Stages

.
.
.
.
.

Raskal pernah beraroma sampah sebelum beraroma uang dan parfum seharga ratusan juta. Tiga belas tahun yang lalu, saat jiwa dan raganya masih berkembang sebagai remaja tanggung, jelek sekali pandangan orang-orang terhadapnya. Tak dilingkupi popularitas, tak punya teman, tak punya kekuasaan.

Satu-satunya yang ia punya hanyalah harta dan nama besar orang tuanya yang merupakan pengusaha kaya. Kontras dengan keadaan bisnis sang ayah yang sedang cemerlang, hari-hari Raskal di sekolah lebih banyak suram. Beberapa kali pemuda itu pulang dalam keadaan menyedihkan. Contohnya hari ini, ia telah mencemari mobil yang ia tumpangi dengan aroma busuk yang menyengat. Seragamnya sudah tidak berbentuk lagi. Kemeja putihnya dipenuhi bercak kuning dan kecokelatan yang berasal dari sisa-sisa makanan di tong sampah.

Jika kalian menebak bahwa Raskal menjadi korban rundungan, itu benar adanya. Hari ini, anak-anak nakal yang merundungnya dengan sengaja menumpahkan seluruh isi tong sampah ke kepalanya saat ia sedang makan siang. Biasanya, setelah mengalami hari yang buruk, Raskal akan langsung pulang ke rumah dan mengurung diri. Menyembunyikan semuanya dari sang ibu dan mencoba untuk tetap bersabar. Namun, kali ini, anak itu tidak mau lagi berjiwa besar. Ia ingin berhenti menjadi seorang pengecut. Maka dari itu, kini ia memberanikan diri, menerobos tatapan jijik para karyawan dan karyawati, menyeret kaki gendutnya menuju ruang kerja sang ayah.

"Pa!" Tanpa mengucap salam ataupun mengetuk pintu, Raskal langsung masuk ke dalam ruangan itu, membuat ayahnya yang sedang mengobrol bersama seseorang terkejut akan kedatangannya.

"Astaga, Nak!" seru Harris, menutup hidungnya dengan tangan. "Kamu ken—kamu ngapain di sini?" tanyanya.

"Raskal mau pindah sekolah, Pa!" tuntutnya tanpa menjawab pertanyaan Harris.

Tamu ayahnya yang tengah duduk di sofa mengerutkan kening. Kehadiran Raskal tentu sangat mengejutkan baginya. Harris dengan jengah berdiri dari tempat duduknya dan melempar senyum canggung ke arah tamunya. Pria itu lalu menghampiri Raskal.

"Keluar," perintah pria itu pada putranya. "Kita bicarakan nanti!" Harris menyeret Raskal keluar dari ruangannya dan memanggil asisten pribadinya untuk mengurus anak itu.

"Pa, please!" seru Raskal.

"Kita bicarakan itu nanti saja! Sekarang kamu pulang dulu, bersihkan diri. Astaga, kamu itu bau sekali, Nak!"

Kalimat tersebut membuat Raskal gigit jari, ia tidak bisa memaksa lagi karena asisten pribadi sang ayah sudah menariknya menjauh.

Lihatkan? Jiwa pengecut dalam dirinya tidak bisa disingkirkan. Pemuda itu meminta pindah sekolah alih-alih meminta sang ayah mengurus anak-anak nakal yang merundungnya. Padahal, di jalan menuju kantor ayahnya, otaknya dipenuhi skenario kejam. Ia ingin sekali membuat anak-anak yang telah merundungnya dikeluarkan dari sekolah atau setidaknya dihukum dengan adil, diberi sanksi yang sepadaan. Namun, skenario itu lenyap tatkala ia mencoba mengadu, setelah mengadu pun hasilnya tetap mengecewakan.

"Kita bersihkan diri kamu dulu ya, Raskal." Tanpa menunjukkan rasa jijik, asisten pribadi Harris merangkul pundak Raskal yang tebal.

"Saya cuma mau bicara sama Papa, Mas!" tolak Raskal, berusaha melepaskan diri dari sang aspri.

I am (not) Into It (UNDER REVISION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang