BAB 15: Shoot

16.9K 1.9K 58
                                    

Read well. Enjoy the story.

***

BAB 15: Shoot

.
.
.
.
.

Menyebutnya tunangan di depan Arvin dan semua orang, memakan kue sisa gigitannya, membawanya ke hadapan Hera dan Harris sambil dibuntuti oleh berbagai macam sorot pandang? Rasanya ia ingin meledakkan ballroom menggunakan bom vibranium!

"Semua orang" bukan masalah besarnya. Raya tidak punya waktu untuk menerka-nerka pikiran mereka, karena sekarang kepalanya sudah dihantui oleh Bila dan Sheira. Kedua sahabatnya itu pasti sedang melotot, menghancurkan cupcake yang mereka makan, atau menjatuhkan minuman di atas beludru karpet mahal. Jika saja tidak sedang berada di tengah-tengah acara besar, pasti mereka akan menarik Raya dan langsung membombardirnya dengan segudang pertanyaan. Jadi, Raya harus bersyukur untuk hal itu, walau sebenarnya sama saja,  setelah ini ia akan berhadapan dengan kedua calon mertuanya, sama-sama menegangkan!

Hera, seperti biasa, selalu membawa Raya ke dalam pelukan ringkihnya, menyapa gadis itu dan mencium pipinya. Gadis itu membalas pelukan hangat calon mertuanya.

"Ini dia, dua sejoli yang sedang dibicarakan, akhirnya datang juga," sapa Harris setelah memeluk singkat Raskal.

"Membicarakan apa, Pa?" tanya Raskal.

"Sssttt, kalian tidak perlu tahu," balas Harris. Pria yang disaku jas hitamnya terdapat setangkai bunga mawar putih itu menengok ke sekitar sebelum berbisik pada Raskal, "Jadi, kalian sudah memutuskan untuk go public?" Raya bisa dengan jelas mendengar bisikan itu.

Raskal mengangkat tangannya yang terkait dengan tangan Raya, "Tidak mungkin orang-orang berpikir jika kami berdua adik-kakak, 'kan, Pa?" balasnya.

Hera tersenyum lebar saat mendengarnya, terlihat sangat menikmati kedekatan Raya dan Raskal saat ini, seolah ia menganggap bahwa anaknya itu telah memilih jodoh yang tepat. Raya sering memikirkan tentang reaksi Hera yang selalu demikian--terlihat senang saat Raya dan Raskal sedang bersama, menurutnya, Hera seperti sedang tinggal dalam angan-angannya sendiri. Dan Raya yakin, Raskal tahu akan hal itu, jadi pria itu mencoba untuk bersikap manis kepada dirinya di depan sang mama. Sebagai orang yang sangat menghormati Hera, Raya hanya bisa mengikuti permainan ini sampai selesai. Toh, setelah tidak ada orang yang melihat, Raskal akan menjauh darinya.

"Raya," panggil Hera dengan lembut. "Bagaimana rumahnya? Nyaman, Nak?" tanyanya.

Raya mengangguk, "Nyaman sekali, Tante. Jauh berbeda dengan apartemen saya yang sering bocor," balasnya jenaka, Harris tertawa dibuatnya.

"Syukurlah kalau kamu betah di sana, karena bagaimanapun, rumah itu akan menjadi rumahmu untuk kedepannya," kata Hera.

Atau rumah Arleen, well, nggak ada yang tahu masa depan, 'kan? Batin Raya.

Setelah mereka membicarakan soal rumah, Hera sempat membahas soal pernikahan dan meminta Raya untuk tidak perlu khawatir tentang persiapan, karena Hera yang akan mengurus semuanya dengan bantuan Najwa. Raya sama sekali tidak masalah, karena semua ini terserah para orang tua. Lagi pula, ia sama sekali tak tertarik untuk ikut mencelupkan tangan ke dalamnya. Ingat, ia tidak punya minat sebanyak itu terhadap perjodohan ini.

"Harris?" tiba-tiba, seorang pria berperawakan kecil dan terlihat seumuran dengan Harris muncul di samping Raskal, ia menatap Harris dengan dahi terlipat, lalu menunjuk Raya. "Kamu tidak bilang kalau sudah punya calon menantu!" serunya.

I am (not) Into It (UNDER REVISION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang