i'm sorry if y'all found any typos.
***
BAB 7: The Options
.
.
.
.
."Senang bertemu denganmu ... Lagi."
Hera mengerling ke arah Raskal, lalu menatap Raya penuh tanda tanya. Merasa bahwa dua anak muda ini memiliki sesuatu yang belum ia ketahui.
"Kalian saling kenal?" tanya Hera, menunjuk Raya dan Raskal bergantian.
Raya mengerjapkan matanya, lantas menatap Hera sambil tersenyum, "Eum ... Pak Raskal bos saya, Tante. Tepatnya bos dari bos-bos saya. Saya bekerja di Laksara Publishing," jawab Raya. Hera dan Harris saling tatap lalu sama-sama melenggut.
"Wah, kebetulan sekali," komentar Harris. "Kalau Om boleh tahu, apa posisimu di sana, Nak?" tanyanya.
"Saya editor novel fiksi, Om," jawab Raya sopan.
"Kalau Arleen, dia baru saja lulus kuliah dari jurusan hukum, menjadi lulusan terbaik. Cum Laude." Entah dapat inspirasi dari mana, tanpa dipinta, Riana tiba-tiba menyerempet, menjelaskan tentang keunggulan putri kandungnya itu.
Harris bingung dengan kalimat yang dilontarkan Riana, tetapi ia mencoba untuk mempertahankan senyumnya. Raya melepaskan diri dari Hera dan duduk di samping Najwa.
"Oh, ya?" agar tidak membuat malu Riana, Hera pun menanggapi.
"Iya, kan, Arleen?" tanya Riana kepada Arleen, gadis itu mengangguk sambil menunduk, seperti tengah tersipu karena ada manusia setampan dewa di seberang tempat duduknya.
"Rencananya kamu mau lanjutin kuliah dimana, sayang?" tanya Riana, kepada Arleen, lagi. Wanita itu berhasil membelokkan topik pembicaraan. Menjadikan Arleen sebagai pusatnya.
"Insya Allah mau ambil program magister di Universitas Indonesia," jawab Arleen, malu-malu.
"Tadinya dia mau daftar di luar negeri, jeng tapi tidak saya izinkan. Saya tidak mau terlalu jauh darinya." Riana menambahkan.
"Benar, memang berat melepas anak merantau di negeri orang." Hera menimpali.
Satu menit dihabiskan untuk membahas Arleen, seolah pertemuan ini diatur untuknya alih-alih Raya. Persis seperti yang ia harapkan. Tanpa sadar, Raya menyunggingkan senyum miring saat memperhatikan Riana membahas tentang Arleen. Dan di seberang gadis itu, dengan matanya yang masih sejernih kamera DSLR, Raskal bisa menangkap senyum miring penuh arti tersebut. Kendati ia tidak mengerti apa artinya.
Raskal menegakkan tubuhnya sedikit dan menatap Raya terang-terangan, "Kalau kamu ... Raya," ucapan itu lantas menghentikkan obrolan Riana dan Hera. "Apa kegiatanmu akhir-akhir ini?" tanya Raskal.
Rasanya Raya ingin sekali menjawab: "kemarin saya baru saja menendang dan menampar seorang pria tampan yang tidak percaya diri terhadap orientasi seksualnya dan berakhir melakukan pelecehan seksual kepada saya," Namun, ia masih menghormati kedua orang tua Raskal. Lantas dengan ekspresi bersahabat yang dibuat-buat, Raya menjawab.
"Hanya bekerja." Gadis itu mengangkat bahu sambil melirik Arleen. "Saya tidak sepintar dan sesibuk adik saya," tambahnya.
"Produktif lebih baik daripada hanya menyibukkan diri tapi tidak jelas tujuannya kemana," sahut Harris.
Yang lain mengangguk setuju.
"Kalau begitu, saya punya pertanyaan untuk Raya," kata Harris tiba-tiba, membuat Raya menggandakan kewaspadaannya, gadis itu menegakkan bahu dan menatap Harris seolah pria itu adalah dosen yang hendak memberi kuis dadakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I am (not) Into It (UNDER REVISION)
Romansa[NEW VERSION] Bisa jadi masih ada banyak kecacatan penulisan dalam cerita ini. Mohon dimaklumi. (MATURE CONTENT! MOHON BIJAK DALAM MEMBACA, PILIHLAH BACAAN SESUAI USIA!) ********************************************************************** "Born A...