BAB 2: To Lose a Bet

24.3K 2.1K 50
                                    

happy reading, beautiful<3

***
BAB 2: To Lose a Bet

.
.
.
.
.

Momen apa yang lebih canggung dari pada berkenalan dengan orang baru? Bagi Raya, jawabannya adalah memergoki sesuatu yang seharusnya terbungkus rapi dalam rahasia.

Saat ini dirinya masih berdiri di depan pintu ruang kerja Janu, tangannya belum sempat melepas gagang besi nan dingin itu, dan menjadi saksi kemenangan Sheira. Di ruang kerja Janu yang berfasilitas lengkap, dua orang laki-laki sedang saling berimpitan di dinding. Janu dan Raskal Prayoga, sebagaimana gosip yang beredar, mereka sedang membuktikan bahwa sebuah gosip belum tentu salah.

Raskal Prayoga dengan tubuhnya yang tinggi, mengimpit tubuh Janu yang tak kalah tinggi di dinding. Mereka saling menatap intens, tangan besar Raskal Prayoga menggenggam leher Janu, sementara si empunya leher itu menelusuri pipi mulus lawan cumbunya dengan tangan. Raya bisa melihat tatapan mata Janu memancarkan keinginan yang begitu kuat untuk mencium bibir tipis Raskal Prayoga.

Raya ingin berteriak, tetapi ia yakin bahwa semuanya akan menjadi semakin rumit apabila benar-benar ia lakukan. Raya ingin langsung berlari ke luar dan membiarkan mereka melanjutkan kegiatannya, namun kakinya tak mau diajak bergerak. Gadis itu syok. Itu adalah kali pertamanya melihat dua orang laki-laki saling mengimpit.

Dalam sekejap—setelah interupsi Raya, Raskal Prayoga menjauhkan tubuhnya dari Janu. Pria itu langsung menoleh ke arah Raya, menatapnya dingin. Raya merinding karena tatapan itu. Rasanya ia menerima aura dendam dari sana. Pasti pria tampan itu murka karena Raya telah mengganggunya.

"Ma-maaf, Pak," ucap Raya tergagap. Gadis itu langsung mundur dan membawa gagang pintu bersamanya. Namun, panggilan Janu membuatnya berhenti dan kembali melongokkan kepala dari balik pintu.

Janu menghampirinya dengan tatapan dan senyuman yang penuh arti. Raya menganggap keduanya sebagai sebuah ancaman agar dirinya diam. Tentu apa yang barusan ia lihat adalah sebuah aib yang seharusnya tidak terumbar-umbar.

"Sorry, Ray. Saya kira kamu nggak bakal datang secepat ini," kata Janu.

Di hadapannya, Raya hanya bisa menampakkan senyum kikuk dan meminta maaf.

"Kita bisa ngobrol lain waktu, 'kan?" tanya Janu.

Raya mengangguk cepat. "Iya, Pak. Maaf sudah menganggu waktu Pak Janu," ucapnya.

Janu mengangguk.

"Saya permisi." Gadis itu langsung balik badan, akan tetapi Janu berhasil mencegahnya, pria itu menarik tangan Raya.

Tatapan Janu yang penuh arti menusuk netra cokelatnya. Gadis itu menahan diri untuk tidak meneguk ludahnya sendiri.

"Saya percaya sama kamu, Ray. Tolong rahasiakan ini semua dari siapapun, ya?"

*

Hari ini sungguh melelahkan. Sejak memergoki Janu dan Raskal Prayoga, otak Raya tidak ada henti-hentinya memutar kejadian itu seharian penuh. Entah mengapa dirinya menjadi sedikit paranoid, bolak-balik ia membuka aplikasi travel untuk mengecek harga tiket pesawat dan penginapan di Bali. Ia harus menyiapkan budget untuk liburan Sheira dari gajinya yang tak seberapa karena ia baru saja mendapat bukti bahwa Janu dan Raskal Prayoga adalah sepasang kekasih.

Sebenarnya, ia tidak ikhlas! Tabungan yang sudah susah payah ia simpan, sebentar lagi ludes hanya demi memenuhi nafsu hedonis temannya lewat perjudian konyol. Sedangkan waktu itu, ia juga ikut mengatur taruhannya. Bodoh, benar-benar bodoh!

I am (not) Into It (UNDER REVISION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang