BAB 4: Home Bitter Home

20.4K 2.2K 76
                                    

happy reading <3

***

BAB 4: Home Bitter Home

*
*
*
*
*

Ramainya bintang di langit Surabaya ternyata masih belum mampu memperbaiki suasana hati Raya. Tidak pula dengan angin sejuk dan dedaunan yang melambai-lambai menyambut kedatangannya. Padahal, ia sudah berusaha membangun keteguhan hati untuk menginjak kota itu sekali lagi, demi bertemu dengan Najwa dan Eyang Kakung.

Selama di perjalanan, entah di pesawat maupun di sebuah taksi yang mengantarnya ke rumah keluarga besarnya saat ini, Raya tidak henti-hentinya memaki diri sendiri atas apa yang terjadi bersama Raskal di gudang tadi.

Boleh saja kalian menganggap reaksi Raya berlebihan karena yang Raskal lakukan hanyalah memberinya sebuah ciuman. Namun, perilaku itu sama sekali tidak konsensual. Raya terkejut, Raya takut, Raya menyesal. Itu yang ia rasakan sekarang. Rasanya ia marah sekali sampai membenci dirinya sendiri. Meski ia tidak pernah berencana untuk mencium seseorang ataupun merasakan bibir seseorang di masa depan, ciuman tadi tetaplah menjadi kali pertamanya! Dan sekarang, tidak ada kenangan indah di dalamnya.

Menyedihkan sekali.

Kini, selain menenangkan diri, ia juga harus menyiapkan diri. Berkunjung ke rumah keluarga besarnya bukanlah perihal yang mudah. Dalam memorinya, tempat itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Mau tak mau, ia harus bersikap biasa, tak membawa kesedihan dari Jakarta.

"Sudah sampai, Mbak," ucap sopir taksi yang ia tumpangi.

Sebuah pagar besi tempa yang tinggi menjulang sudah terlihat di balik jendela taksi. Langsung saja ia tegakkan tubuhnya dan merogoh tas kecilnya, mengeluarkan dua lembar pecahan seratus ribu dan memberikannya kepada sopir taksi tersebut sebelum turun dari mobil.

"Mbak, apa ndak kebanyakan?" tanya sopir taksi dengan logat Jawanya yang kental.

"Enggak Pak, boleh diambil semua kembaliannya," jawab Raya sambil tersenyum ramah.

Wajah sopir taksi itu langsung berubah cerah, dengan semangat yang membara, ia pun akhirnya ikut turun dari mobil untuk membantu Raya mengangkut koper kecilnya dari bagasi. Tak menyangka kalau penumpang yang ia kira makhluk halus karena sejak tadi tidak mengeluarkan suara itu malah menjadi sumber rezekinya malam ini.

"Terima kasih ya Pak, hati-hati di jalan," ucap Raya, lalu gadis itu melangkah masuk ke area wastu bergaya mediteranian itu.

Seorang satpam yang mengenali wajahnya tersenyum dan menyapanya ramah, berbasa-basi sambil membantu membawakan koper. Raya menjawab pertanyaan basa-basi sekuriti itu selagi berjalan melewati pekarangan indah yang tampaknya cukup berbeda dari tampilannya enam tahun lalu. Bisa dibilang, penampilan rumah ini menjadi jauh lebih mewah. Berbagai macam bentuk semak belukar menyebar di atas rumput yang saat ini berwarna hijau gelap, seorang dewi air berdiri di atas kolam yang air mancurnya meliuk-liuk di atas lampu bercahaya putih.

Setelah sampai di beranda rumah, Raya mengambil alih kopernya dari sekuriti, kemudian menyeret kotak berukuran sedang itu memasuki ruang tamu. Langkah kakinya sontak terhenti ketika indera pendengarannya menangkap sebuah suara yang familiar.

"Avengers ..." Suara itu bergema di ruang tamu, Raya tersenyum kecil, tentu ia mengenali siapa pemilik suara menggemaskan itu. Belum lagi di belakang sofa ada sesuatu berwarna merah-biru yang menyembul.

"Assemble!" Senyum Raya kian melebar ketika suara lainnya menyahut, detik berikutnya, dengan lompatan antusias, dua orang anak kecil muncul dari arah yang berbeda. Mereka mengenakan kostum Captain America dan Iron Man.

I am (not) Into It (UNDER REVISION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang