BAB 33: A Girl Who Hides Behind the Drapes

13.6K 1.4K 245
                                    

sorry in advance for any typos and grammar errors and late update.

happy reading.

***

BAB 33: The Girl Who Hides Behind the Drapes

.
.
.
.
.

"Aden nggak apa-apa?"

Suara sopir di depan menariknya sadar dari lamunan. Pria paruh baya di balik kemudi itu menatapnya lewat kaca spion, terlihat khawatir.

"Apa kita sudah jauh dari tempat saya naik tadi, Pak?" tanya Raskal, menoleh ke belakang seiring sedan yang ia tumpangi melaju pelan-pelan.

"Belum terlalu jauh, Den. Ada yang ketinggalan?"

Raskal mengangguk, kemudian pemuda itu menyuruh sopirnya kembali ke sana. Dengan patuh Pak Jo memutar balik mobilnya. Pemuda itu turun dari mobil, berlari kecil, menghampiri sebuah rumah putih berpagar tinggi.

Rumah itu kembali tenang, pemiliknya tak lagi menyiksa seorang anak kecil secara terang-terang. Apa yang terjadi pada anak itu? Apakah anak itu makin disiksa di dalam sana? Apakah ia harus menelpon polisi? Apakah ia harus menerobos masuk? Sial! Tidak ada opsi yang lebih baik!

Dengan ragu pemuda itu menyalakan ponsel, bersiap menelepon nomor polisi yang tertera di spanduk kampanye kepolisian yang terbentang dari tiang ke tiang yang berseberangan.

Setelah telepon tersambung, Raskal langsung menjelaskan apa yang terjadi, kemudian operator yang sedang terhubung dengannya menyuruh Raskal untuk menunggu. Setelah kurang lebih dua puluh menit, sebuah sedan berisi dua orang polisi melipir di depan pagar rumah putih.

Raskal menghampiri kedua polisi tersebut dan bertanya apakah mereka bisa memeriksa rumah itu.

"Kamu tunggu di sini ya, Dik."

Raskal mengangguk patuh, kemudian dengan gelisah pemuda itu menunggu di depan pagar, ditemani Pak Jo yang masih kebingungan.

"Ada apa, Den?" tanya Pak Jo. "Kenapa ada polisi?"

"Tadi saya lihat ada anak kecil disiksa, Pak."

"Yang bener, Den?" Pak Jo terlihat tak percaya. "Sama bapaknya?"

Raskal mengangguk, kemudian ia menceritakan ulang kejadian yang saksikan beberapa menit yang lalu.

"Mungkin anaknya memang nakal, Den? Makanya dipukuli. Jangan heran, Den, di kampung saya juga banyak yang begitu," kata Pak Jo.

"Papa sama Mama nggak pernah mukul saya," balas Raskal, mengingat betapa lembut ibu dan ayah memperlakukan dirinya.

"Alhamdulillah kalau begitu, Den," sahut Pak Jo. "Aden beruntung," gumamnya.

"Nggak mungkin dia dipukuli seperti itu hanya karna nakal. Anak itu minta tolong, Pak."

"Anak kecil di kampung saya juga minta tolong kalau disabet sapu sama emaknya, Den." Kalimat Pak Jo sama sekali tak digubris Raskal, pemuda itu sibuk dengan perasaan gelisahnya.

Sepuluh menit kemudian, dua orang yang ia tunggu pun muncul. Namun, mereka tak memboyong siapapun, tak memborgol seorang pun dari dalam sana. Mereka keluar dengan tangan kosong.

I am (not) Into It (UNDER REVISION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang