Read well. Enjoy the story.
***
BAB 18: An Initial Apology.
.
.
.
.Tadinya, malam ini Raya memutuskan untuk menginap di Rumah Bunda Kasih. Akan tetapi, saat ia mengaktifkan ponselnya, ada beberapa panggilan tak terjawab dari nomor tak dikenal. Dan tiba-tiba, ia mengingat Raskal. Sebenarnya, ia tidak ingin memikirkan pria itu dan memutuskan untuk langsung mandi sebelum melelapkan diri. Namun tetap saja, sepanjang malam ia dihantui oleh kegelisahan yang entah datang dari mana. Akhirnya, ia menyerah dan pulang ke rumah Raskal menggunakan ojek langganan Bunda.
Rumah besar itu sudah gelap sebagian, jendela kamar Arleen pun sudah tak terlihat cahayanya. Pos satpam juga sudah sepi, sayup-sayup terdengar suara komentator pertandingan sepak bola dari televisi kecil yang tersedia di sana. Pagar tinggi rumah itu terbuka selebar tubuhnya. Langsung saja Raya mengendap-ngendap masuk ke sana. Perasaan Raya jadi tidak enak, bukan karena ia takut dengan Raskal, tetapi karena ia merasa tidak pantas pulang malam-malam begini ke rumah orang yang belum resmi menjadi keluarganya. Jika saja rumah Raskal ada di Gang Lembayung, pasti bisik-bisik tetangga sudah marak bahkan sebelum matahari terbit.
Gadis itu hendak langsung pergi ke kamarnya, tetapi sesosok pria berkemeja cokelat dengan lengan yang digulung hingga ke siku bersedekap di depan sofa, menatapnya lurus dengan matanya yang menghunus.
"Dari mana?" Raskal membuka suaranya. Terdengar dingin dan mengerikan.
Sempat terpaku sejenak, Raya akhirnya kembali melangkahkan kakinya dan melewati Raskal tanpa sepatah kata pun. Namun, rupanya pria itu benar-benar ingin sebuah jawaban. Ia menarik tangan Raya dan menghentikan pergerakan gadis itu.
"Jawab saya," kata pria itu.
"Bukan urusanmu," jawab Raya ketus.
"Kamu tanggung jawab saya," balas Raskal tajam. "Jadi, jawab saya, kenapa kamu baru pulang?"
Raya menarik tangannya dari Raskal.
"Kita belum menikah dan diri saya adalah tanggung jawab saya sendiri," jawabnya sengit.
"Kalau begitu saya tanya kamu sebagai atasan, da—"
"Kursimu terlalu jauh untuk bertanggung jawab atas saya, Raskal," potong Raya. "Lagi pula, kita sudah bersepakat untuk enggak saling kepo, ingat?"
"Ini bukan tentang saya yang ingin tahu kegiatanmu yang tidak penting itu, Raya. Tetapi, hari ini kamu sudah membuat masalah di kantor dan pergi begitu saja!" balas Raskal, wajahnya mengeras.
Saat Raskal menyebut masalah, Raya sudah tahu akan dibawa kemana pembahasan dingin, kaku, dan tidak bersahabat ini.
Raskal melepas lipatan tangannya dan merogoh kantung celana, mengambil ponselnya untuk kemudian memperlihatkan Raya sesuatu. Sebuah video pendek yang memutar kejadian siang tadi saat Raya menyiram wajah perempuan tak dikenal dengan tiga gelas es kopinya. Pantas saja tidak ada yang melerainya siang tadi, ternyata semua orang sibuk mengabadikan aksinya.
"Ugh, good for her I didn't do that with the hot ones," komentar Raya, tertawa remeh. Lalu ia mengalihkan pandangannya pada Raskal.
"Why? Did you enjoy that?" tanyanya, menunjuk ponsel pria itu.
"You feel smug about it, don't you?" tuduh Raskal.
"I did, of course. I looked cool, didn't I?" jawab Raya tersenyum, menyombongkan diri.
"I'm ashamed of you, Raya," balas Raskal getir.
Senyum Raya langsung memudar.
"Kamu bully dia hanya karena minumannya tak sengaja tumpah ke pakaianmu?" tanya Raskal tak percaya. Dahi Raya yang masih mulus sejak tadi mendadak mendapat kerutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I am (not) Into It (UNDER REVISION)
Romansa[NEW VERSION] Bisa jadi masih ada banyak kecacatan penulisan dalam cerita ini. Mohon dimaklumi. (MATURE CONTENT! MOHON BIJAK DALAM MEMBACA, PILIHLAH BACAAN SESUAI USIA!) ********************************************************************** "Born A...