sorry for any typos.
happy reading.
***
BAB 35: An Unfathomable Book
.
.
.
.
.Ada yang salah dengan Riana.
Kira-kira itu lah gagasan yang muncul di benak Galih ketika ia tak sengaja mendapati istrinya sedang duduk di ruang tengah, memangku sebuah kotak berwarna hitam, sudut-sudut bibirnya terangkat dengan jelas, Galih yang berdiri cukup jauh dari wanita itu pun bisa melihatnya.
Apapun yang sedang dipikirkan Riana dan apakah kotak hitam dipangkuannya lah yang membuat wanita itu tersenyum, Galih sama sekali tidak mau tahu. Melihat Riana tersenyum tanpa paksaan seperti ini menghangatkan dadanya, mengingat jarang sekali ia melihat senyuman itu.
Galih mencoba mendekati Riana, tetapi baru beberapa langkah ia ambil, sang istri tiba-tiba menoleh ke arahnya. Senyumannya melebar--sebuah kejadian langka ketika senyum itu ditujukan kepada dirinya.
"Ada kabar menyenangkan?" tanya Galih, mendudukan dirinya di samping Riana.
Riana menyingkirkan kotak hitam dari pangkuannya, dan menjawab pertanyaan Galih dengan tatapan mata yang berbinar. Seolah harapan kembali memancar dari sepasang mata bulat itu.
"Tentang Arleen?"
"Sebagian, iya--tentang Arleen--dan selebihnya adalah tentangmu."
Kening Galih memunculkan kerutan baru kala mendengar jawaban Riana. Apa yang menyenangkan dari dirinya? Selama ini, apapun tentang dirinya hanya memberikan rasa sakit pada Riana. Mendadak perempuan itu menganggapnya menyenangkan merupakan suatu keajaiban yang tak boleh dilewatkan. Jadi ia hanya memasang telinga dan menunggu Riana menjelaskan semuanya.
"Posisimu akan aman di perusahaan, jadi kamu tidak perlu khawatir, Mas."
Ah, tentu saja yang Riana bicarakan adalah tentang perusahaan, sebab hanya itu yang membuatnya bertahan dengan suaminya. Posisi Galih di jajaran direksi yang terancam akibat perpindahan saham ke tangan Raya tentu membuat istrinya cemas-- cenderung histeris, bahkan.
Galih sejujurnya heran, untuk apa Riana cemas akan hal itu kalau dia bisa saja meninggalkan Galih dan mencari laki-laki yang lebih kaya dan mampu membahagiakannya? Alih-alih melakukan itu, Riana malah repot-repot memikirkan strategi bagaimana caranya agar posisinya tidak tergeser di perusahaannya sendiri.
Namun, dari cara Riana berbicara dan menyeret nama Arleen, sepertinya strategi wanita itu benar-benar segila yang ia bayangkan. Bagaimanapun juga, Galih tidak ingin putri yang paling ia sayang itu dijadikan bidak untuk mempertahankan kedudukannya. Sudah cukup anak itu menderita karena ia membawa Raya pulang, ia tidak ingin anak itu merasa bahwa tidak ada yang tulus menyayanginya dan hanya memperalatnya.
"Tolong jangan seret Arleen ke masalah ini. Biarkan dia fokus menyelesaikan pendidikannya, Riana." Sebelum Riana sempat membuka mulut, Galih lebih dulu memperingatinya.
Senyum Riana seketika lenyap, berganti dengan kemurungan yang tersirat sebuah penyesalan di sana, seolah apa yang telah ia lakukan terhadap putrinya membuatnya merasa bersalah. Tentu itu hal buruk, bukan? Jika seorang ibu merasa bersalah kepada anaknya, apa yang telah ia lakukan?
"What have you done?" tanya Galih, menatap tajam.
"I sent her to make that Prayoga's son change his mind."
KAMU SEDANG MEMBACA
I am (not) Into It (UNDER REVISION)
Romance[NEW VERSION] Bisa jadi masih ada banyak kecacatan penulisan dalam cerita ini. Mohon dimaklumi. (MATURE CONTENT! MOHON BIJAK DALAM MEMBACA, PILIHLAH BACAAN SESUAI USIA!) ********************************************************************** "Born A...