by. Hav
Rate T
Tw // mental illness, mentioning of bullying, light angst
***
Putaran pena berakhir, tertuju kepada Daeyeol.
Jangjun tergelak, menjentikan jari "Gue tau dare yang bagus buat Bang Daeyeol,"
"Apa?"
"Pacaran sama Sungyoon,"
Ya, begitulah awal mukanya. Masih berjalan lancar hingga sekarang walau awalnya banyak yang tidak percaya. Seperti ini :
'Hah? Kak Daeyeol ketua OSIS pacaran sama Sungyoon yang notabenenya trouble maker?'
Atau,
'Taruhan yuk, Sungyoon bakal berubah nggak habis jadian sama ketua OSIS,'
Nyatanya tidak. Sudah berkali kali Daeyeol dihadapkan dengan pacarnya sendiri di ruang OSIS. Bahkan nama Lee -eh, bukan- Choi Sungyoon memenuhi catatan daftar hitam, dan Daeyeol sendiri yang menulisnya.
Dan itulah topik yang mereka bicarakan kali ini.
"Lee Sungyoon, kakak bicara sama kamu,"
"Nggak ada yang namanya Lee Sungyoon disini, adanya Choi Sungyoon,"
"Oke, Choi Sungyoon," Daeyeol menatap manik hitam didepannya "Kakak minta sekali lagi. Tolong jangan bolos,"
"Kenapa?" sahut Sungyoon ketus "Kakak malu punya pacar yang rules breaker kayak Sungyoon?"
Daeyeol menghela nafas panjang.
"Kakak mau putus sama Sungyoon?"
"Nggak gitu. Kali ini kakak bicara sebagai ketua OSIS, bukan sebagai pacar kamu,"
Gelengan tegas didapatkan sebagai jawaban "Nggak. Aku nggak mau, makasih,"
"Sungyoon, tolong. Sebenernya apa sih, yang bikin kamu kayak gini?"
"Nggak ada, kak. Kalaupun ada, kakak nggak bakal ngerti,"
Setelah percakapan disudahi secara sepihak dan berakhir dengan Sungyoon yang pergi, Daeyeol mencari Sungyoon di kelasnya. Tapi hasilnya nihil. Artinya, Sungyoon bolos lagi.
Bedanya, kali ini Daeyeol berhasil menemukan Sungyoon. Bukan di rooftop, bukan pula gudang seperti dugaan Daeyeol karena dua spot itu sering menjadi escape room.
Tapi di perpustakaan. Di ruangan sepi itu, terdengar sekilas idak tangis dari sudut. Iya, itu Sungyoon.
"Sungyoon, kamu kenapa?"
Daeyeol, kau melakukan kesalahan yang fatal. Peraturan penting saat berhadapan dengan orang yang menangis adalah jangan menanyakan alasannya menangis hingga tangisannya mereda.
"Karena kakak marahin tadi?"
Daeyeol bisa menangkap gelengan Sungyoon meski wajahnya terbenam. Sungyoon menunduk lebih dalam, melingkarkan lengannya memeluk lutut lebih erat.
"Kalo ada apa apa, kamu bisa cerita. Sama kakak, sebagai pacar kamu,"
Butuh lima belas menit untuk menunggu tangis Sungyoon berhenti. Meski nafasnya masih naik turun, tidak beraturan. Berantakan.
"Udahan ya, nangisnya?"
Sungyoon mengangguk lemah.
"Kenapa? Jangan jawab nggak papa, nggak mungkin kamu nangis kalo nggak ada apa apa,"
"Sungyoon boleh cerita?"
Daeyeol mengangguk penuh arti.
"Beneran?"
"Iya, boleh. Kakak siap dengerin,"
Sungyoon lupa, kapan persisnya dia menyadari hal ini. Mungkin saat SMP, saat dia mulai paham apa itu anxiety disorder.
Awalnya dia tidak peduli tentang hal itu, tapi lama kelamaan panic attack yang menyerangnya tanpa aba aba membuatnya terganggu. Seringkali dia pergi di tengah tengah keramaian jika itu terjadi.
Dia tidak pernah bercerita kepada siapapun. Pernah sekali, tapi diakhiri dengan kalimat menyakitkan.
'Jangan temenan sama Sungyoon. Dia sakit jiwa,'
Ya, memang tidak semua orang bisa menerima orang dengan gangguan mental disekitarnya.
"Apalagi sekarang, aku nggak punya orang deket disini. Semuanya masih dianggap stranger,"
"Sungyoon,"
"Hmm?"
"Kamu punya kakak. Pacar kamu. Kamu bisa ceritain semuanya ke kakak. Kalo kamu butuh sandaran, ada pundak kakak. Kalo kamu butuh temen, ada kakak. Kalo kamu butuh tempat, kamu bisa pake ruangan OSIS, bilang aja disuruh kakak,"
"Tapi kak-"
"Nggak ada tapi tapian. Kita udah pacaran dua tahun, tapi kamu nggak cerita sama kakak tentang ini,"
Sungyoon tertunduk "Maaf kak,"
"Tapi janji, kalo ada apa apa lagi cerita sama kakak?" kemari kelingking Daeyeol teracung, meminta tautan.
Dan kelingking Sungyoon menyambutnya "Pinky promise,"
Tautan dua jemari itu terlepas, digantikan dengan lengan Sungyoon yang bertaut melingkari leher yang lebih tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACKBOARD.
Teen Fiction3rd ficfest from @gncdship now we comeback with school-romance theme💗