by. Piripirizen
Rating: Mature
TW: Semi- vanilla, Smut
Sungyoon menyembunyikan wajahnya di antara kaki dan dengan tangan yang ia gunakan sebagai sandaran kepala. Pengeras suara yang sudah tersambung dengan aplikasi musik dari HP berlogo buah apel miliknya kini meraung berisik hingga memenuhi satu ruangan kamar—liriknya menyiratkan rasa takut dan patah semangat sebagai perwakilan perasaan Sungyoon saat ini.
Sungyoon itu sosok manusia sok kuat dengan hati rapuh. Ada terlalu banyak rasa takut yang ia sembunyikan di balik senyum gigi kelincinya. Selalu saja berkata "tidak apa-apa" padahal rasa ragu selalu ada pada dirinya. Selama hidupnya, Sungyoon lebih sering membiarkan dirinya merasa rendah daripada merasa percaya diri dan cinta diri sendiri.
Sedangkan Daeyeol, manusia yang lebih tua darinya dengan mental sekuat baja. Bukannya membandingkan, namun kadang Sungyoon merasa tidak ada apa-apanya dengan pria yang lebih tua itu. Daeyeol tidak pernah ragu. Daeyeol selalu memberi secara penuh. Daeyeol tak pernah absen dalam mencintai Sungyoon tanpa syarat apapun. Daeyeol dengan semua tanggung jawabnya itu selalu dapat memberi kepastian pada Sungyoon bahwa dirinya akan selalu ada—termasuk saat ini, saat Sungyoon lagi-lagi meragu kepada dirinya sebab tak berhasil masuk ke dalam universitas yang kini sudah menjadi tempat Daeyeol mengenyam ilmu, universitas yang Sungyoon idam-idamkan.
"Gak harus bareng juga gak apa-apa kok. Masih ada banyak universitas yang bagus buat kamu. Kamu berbakat, Yoon. Mau dimanapun juga gak masalah, aku bakal selalu nyamperin kamu dimanapun kamu diterimanya." Sudah dari satu jam yang lalu sejak Daeyeol mendatangi Sungyoon yang sudah dalam keadaan kacau. Selama satu jam itu pula kata-kata sarat ketenangan, rengkuhan kokoh, dan kecupan lembut selalu menyertai tangis Sungyoon.
Sungyoon masih saja melontarkan kalimat-kalimat ini semua gara-gara aku, aku yang bodoh, aku salah, harusnya aku sadar diri.
"Bukan salah kamu, sayang." Daeyeol tersenyum dan membelai punggung Sungyoon sangat-sangat lembut—bukti Daeyeol benar-benar memuja Sungyoon. "Nanti aku anterin lagi deh buat test yang lain. Mau seratus kali test pun aku bakal temenin." Senyum Daeyeol tak pernah luntur. Ia bahkan tak protes sama sekali saat lengan bajunya kini sudah basah karena ulah air mata yang jatuh dari mata indah sang kekasih. "Mau kamu kuliah di Antartika pun aku bakal tetap datang. Aku janji."
Janji yang diucapkan Daeyeol bukan sembarang pemanis sebagai penawar tangisan Sungyoon. Sekali Daeyeol mengucap janjinya, dia pasti akan benar-benar berusaha. Ini menyangkut harga dirinya, dan Daeyeol tak akan pernah membiarkan harga dirinya diinjak dengan ucapan yang tidak dia tepati.
"Kalau seratus kali ikut test tapi gagal semua?"
Daeyeol menggeleng pelan, "yang kedua udah pasti keterima kok. Kita belajar sama-sama, oke?"
"Beneran janji ya?" tanya Sungyoon memastikan lagi sambil menoleh ke arah Daeyeol. Matanya masih sembab dan tenggorokannya sudah perih sebab menangis lama.
"Iya, pasti. Aku janji." Daeyeol mendekat ke wajah Sungyoon dan memberi kecupan lama di dahi. Setelah itu, Daeyeol turun untuk mencium kedua mata Sungyoon. Dalam hati Daeyeol tetap berdoa agar Sungyoon bisa segera menemukan rasa percaya dirinya lagi.
Kamu kuat, Sungyoon. Aku percaya kamu.
Daeyeol menarik diri, ia membiarkan matanya menikmati wajah sayu kekasihnya. Sungyoon sudah lebih tenang daripada tadi, sisa-sisa tangisnya pun sudah mulai memudar. Mata merah Sungyoon itu langsung tertutup rapat lagi ketika Daeyeol menuntunnya ke dalam ciuman yang bisa membuat paru-paru Sungyoon bekerja lebih keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACKBOARD.
Novela Juvenil3rd ficfest from @gncdship now we comeback with school-romance theme💗