18 -Hi, gebetan [revisi]

42 2 2
                                    

18. Hi, gebetan

Seorang gadis dengan piyama tidurnya tidak lupa jilbab yang melekat di kepalanya sedang duduk di kursi meja belajar sembari mengerjakan tugas sekolah. Gadis itu sangat serius membaca deretan kalimat yang ada di dalam buku tebal bertuliskan 'Sosiologi' pulpen yang ada di sela jarinya sengaja dimainkan sesekali ia menggigit ujung pulpen itu kemudian digaruk kan di keningnya tanda belum paham dengan permintaan soal.

Menghela nafas panjang, menyenderkan punggungnya pada senderan kursi. Gadis itu menatap langit-langit kamarnya kemudian matanya terpejam. Fokusnya buyar ketika kembali teringat dengan seseorang di masa lalunya.

“Emang harus ya sesusah ini?” Gumam Nazhira diakhiri kekehan kecil.

“Kenapa gue musti ketemu lagi sama lo.”

Nazhira membuang nafas panjang, ia kembali mengerjakan tugas yang tinggal dua essay lagi yang belum diisi.

“Fokus Ra, fokus. Bismillah.”

Menopang pipi dengan pandangan mengarah ke buku dan tangan yang sibuk menulis. Dalam diam, Nazhira mengerjakannya dan mulai perlahan memahami maksud dari soal itu.

Setelah selesai, Nazhira membereskan pekerjaan rumahnya. Memasukkan buku-buku itu ke dalam tas berwarna hijau daun agar besok pagi tidak kececeran. Nazhira yang sering telat datang ke sekolah, membuat cewek itu harus mempersiapkan dari malam hari supaya besok walaupun telat tapi tidak memakan waktu banyak.

Nazhira menaikkan kedua kakinya ke atas kursi, memeluk lutut sembari bermain ponsel. Nazhira melihat jam di atas meja belajar menunjukkan pukul 20.07 WIB.

Gadis itu berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka sebelum tidur.

✧✧✧

“Tante kita berangkat sekolah dulu ya,” kata Shasa meneguk segelas susu coklat, gadis itu nampak terburu-buru.

“Eh, eh, gue belum selesai.” Dimas yang sedang menikmati nasi goreng terlonjak kaget saat lengan bajunya di tarik oleh Shasa.

“Udah jam setengah tujuh bego! Udah buruan bisa telat nanti,” kata Shasa, memaksa Dimas untuk berdiri karena cowok itu masih berkutik dengan nasi gorengnya.

“Tapi nasi goreng gue belum abis,” tunjuk Dimas pada piring yang tinggal tersisa sedikit lagi. Nasi goreng itu nampak menggiurkan di mata Dimas.

Shasa berdecak kesal, mengambil piring itu dan menyendok nasi gorengnya. Membuka paksa mulut Dimas, Shasa menyuapkan nya langsung.

“Mangkanya bangun jangan kesiangan. Nih makan lagi nih, habisin.”

“Bundaaa. Ih lo apa-apaan sih!” Dimas mengunyah dan menelan nasi goreng yang terlampau banyak di mulutnya. Cowok itu menatap Shasa sebal.

“Nah, udah habis 'kan? Ayo buruan pergi. Lo harus anter gue sampe depan gerbang sekolah!”

“Dih, pergi sana lo sendiri,” protes Dimas, meneguk susu strawberry nya hingga kandas.

“Oh tidak bisa, lo udah janji semalam jadi harus ditepati. Kalo ada orang yang buat janji itu harus ditepati 'kan Tante?” Tanya Shasa yang diangguki oleh Enda.

Dimas berdecak, Shasa tersenyum puas. Cewek itu merapikan tali tasnya yang melorot.

Beginilah suasana kediaman Bapak Jaka jika dua manusia itu disatukan. Enda menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. Jaka nampak tidak terganggu, malahan dengan adanya Shasa disini Jaka jadi terhibur melihat anak bungsunya itu nampak tersiksa. Sedangkan Bagas dengan santai menikmati sarapan paginya. Sesekali cowok itu akan melotot garang pada Dimas yang ingin menjahili Shasa.

MEMORIES [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang