04. Kecewa

4.9K 811 118
                                    

Sora berjalan sambil membawa dua kantong plastik di tangannya. Ia baru saja berbelanja keperluan bahan masakan yang akan ia masak untuk Mitsuya nantinya.

Memikirkan bagaimana jika lelaki itu nanti memakan masakannya rasanya benar-benar membuatnya bahagia. Yah hal sepele namun itu sangat berarti untuknya.

Sora sampai pada plat apartemennya ia segera masuk kedalam dan meletakkan semua belanjaannya di dapur. Ia mulai memakai celemeknya dan memasak berbagai macam masakan yang kiranya disukai oleh suaminya.

Sora segera menyusun semua makanan itu dimeja makan sambil tersenyum menunggu kedatangan suaminya.

Sora mengambil ponselnya lalu menelpon Mitsuya.

"Halo?"

"Kenapa?"

"Kapan kau akan pulang?"

"Aku sedang dalam perjalanan."

"Baiklah, aku akan menunggumu hehe."

"Tidak perlu, kau tidurlah duluan."

"Tidak. Aku akan tetap menunggumu."

"Kau benar-benar... Keras kepala."

"Hehe kuanggap itu pujian."

"Terserah kau saja."

Tut... Tut... Tut...

Mitsuya memutuskan sambungan secara sepihak, Sora menggerutu pelan namun hatinya tetap senang mengingat suaminya sebentar lagi akan sampai dirumah.

Sora segera pergi kekamarnya dan mengganti pakaiannya, agar ia merasa sedikit lebih nyaman. Suara password pintu dimasukkan dan Sora tahu bahwa itu adalah Mitsuya suaminya.

Dengan cepat ia pergi ke pintu dan menghampiri Mitsuya.

"Selamat datang." Serunya tersenyum, "biar kubawakan tasmu."

"Tidak perlu." Dingin Mitsuya dan berjalan duluan meninggalkan Sora.

Sora mengekori Mitsuya dari belakang. "Kalau begitu ayo kita makan dulu, aku sudah memasak banyak untukmu."

"Tidak, aku tidak lapar." Tolaknya.

"Apa? Apa tadi kau sudah makan sebelum pulang?"

"Ya aku sudah makan, kau makan saja sendiri." Cuek Mitsuya.

Sora meraih pergelangan tangan Mitsuya. "Kalau begitu setidaknya temani aku makan."

Mitsuya mendecih. "Aku lelah, kau bisa makan sendiri kan? Jangan bermanja-manja seperti itu."

Sora menundukkan kepalanya. "Aku bisa makan sendiri... Tapi makanan akan lebih enak jika kau makan dengan seseorang, karena itu..."

"Lucu sekali, berhentilah bersifat kekanakan seperti itu." Mitsuya menepis tangan Sora dan berlalu pergi kekamarnya.

Sora mengadah menatap langit-langit, ia ingin menangis lagi. Ia tak tahu harus berbuat apalagi kepada lelaki itu.

Rasanya Sora sangat lelah yang ia dapatkan dari lelaki itu hanyalah penolakan dan rasa kecewa saja. Namun ia sungguh-sungguh tak ingin menyerah, ia ingin terus memperjuangkan lelaki itu, ia ingin lelaki itu menerimanya dan membalas perasaannya. Karna sudah bertekad tentang itu ia juga sudah tahu semahal apa yang harus ia bayar agar hal itu bisa terjadi.

~

"Nyawamu melayang tuh." Celetuk Hina sambil memberikan segelas air pada Sora.

"Ah... Terimakasih."

Sora langsung menghabiskan segelas air itu dan membuat Hina geleng-geleng kepala.

"Jadi kali ini apa yang bongkahan es itu lakukan padamu?"

"Hey! Dia suamiku namanya Mitsuya bukan bongkahan es." Protesnya.

Hina menghela malas. "Yaya sama saja."

"Sama apanya..." Cibir Sora.

"Jadi apa yang dia lakukan padamu Akabane Sora???" Tanyanya dengan perasaan gemas.

"Kemarin aku menyiapkannya makan malam namun ia bilang ia sudah makan jadi aku memintanya untuk menemaniku tapi dia bilang padaku bahwa aku kekanak-kanakan... Argh! Sebenarnya apa susahnya menemaniku makan??? Padahal dia tahu aku benci makan sendiri..."

Hina ber-oh ria. "Kan sudah kukatakan ceraikan saja dia." Celetuknya.

Sora membulatkan matanya. "Enak saja! Itu tidak akan pernah terjadi, aku takkan menceraikannya."

"Tapi aku tidak melihat sedikitpun peluang pada hubungan kalian..." Ucap Hina sambil memijat pelipisnya.

Sora seketika murung. "Apakah benar-benar tidak ada sedikitpun? Ah... Sialan aku sangat mencintainya, aku tidak sanggup jika harus melepasnya." Lirih Sora.

Hina iba melihat sahabatnya terlihat putus asa seperti itu, sebenarnya ia ingin mendukung hubungan keduanya hanya saja benar-benar tak terlihat sedikitpun peluang diantara keduanya.
Seburuk itu sifat Mitsuya dimata Hina.

"Huh... Jadi sampai kapan kau ingin memperjuangkannya?" Tanya Hina.

"Sampai dia membalas perasaanku."

"Itu tidak mungkin."

Sora meringis. "Kau jahat sekali."

Hina menatap Sora dengan keki. "Bukan aku yang jahat, tetapi suamimu itu yang jahat."

"Ya, dia memang jahat." Ujarnya setuju.

"Hina, bantu aku untuk mendapatkan hati lelaki itu... Aku sungguh ingin dia membalas perasaanku."

"Aku tidak ahli dalam hal seperti ini Sora kau tahu itu."

Sora membaringkan kepalanya pada meja. "Tapi hubunganmu dengan Takemicchi berjalan dengan lancar." Dumelnya sambil mengembangkan pipinya.

Hina terkekeh. "Itu karna kami saling mencintai, sedangkan kau cinta bertepuk sebelah tangan."

"Aaaaaa menyebalkan." Ujar Sora.

"Kuberi kau nasehat, berjuanglah mati-matian tapi untuk terakhir kalinya jika nantinya ia tetap menolakmu maka tinggalkan dia." Hina menepuk pelan punggung Sora. "Tidak ada gunanya kau hidup dengan lelaki yang tak mencintaimu itu hanya akan menjadi penyakit untukmu dan untuknya."

"Penyakit? Seperti?"

"Dia tidak bahagia,"

"Sedangkan kau hidup dengan penderitaan."


Tbc

Regret ||Takashi MitsuyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang