Ayah Sora masuk kedalam kamar Sora, sekedar untuk memberi putrinya minum serta makanan karna setiba dirumah ayahnya tadi Sora tiba-tiba saja menangis dan berdiam diri dikamarnya tanpa menjelaskan apa yang terjadi padanya.
Yah namun meskipun tidak menjelaskannya ayah Sora tetap tahu bahwa Sora menangis karna Mitsuya.
Kriet...
Pintu dibuka perlahan ayah Sora mencari keberadaan putrinya, ia meletakkan nampan makanan serta minuman yang ia bawa pada meja namun ia tak bisa menemukan putrinya dimanapun.
"Sora..." Panggilnya pelan. Karna tak kunjung disahut sang ayah menengok kearah jendela, dan bisa ia lihat di halaman belakang rumahnya ada Sora disana yang sedang tidur diatas hamparan salju. Dengan cepat ia pun turun dan menghampiri Sora.
"Sora, ayo masuk. Kau bisa sakit jika disana terus." Ucap ayah Sora pelan.
Sora melirik sekilas kearah ayahnya, dan kembali melirik kearah langit yang gelap. "Ayah, pernikahan itu ternyata sangat sulit."
Ayah Sora menghela nafas. "Inilah kenapa ayah tak ingin kau tumbuh dewasa."
"Tapi ayah, terkadang aku bahagia saat bersamanya."
"Kamu terlalu dibutakan oleh cinta Sora."
"Aku tahu..."
"Saat kau menikah dulu ayah pernah bertanya padamu, apakah kamu bahagia? Dan kamu dengan wajah yang begitu senang kau berkata bahwa kau bahagia."
Sora menggumam sambil memejamkan matanya.
"Tapi Sora, apakah selama ini kau benar-benar merasa bahagia meski sekali?"
Sora terdiam, ia menangis dalam diam. Perkataan ayahnya terdengar begitu menyakitkan pada telinganya.
Perlahan-lahan Sora mulai terisak sedangkan ayahnya hanya membiarkannya saja, ia sejujurnya ingin sekali menghibur putrinya namun kata hiburan apa yang harus ia beri?
Selang beberapa menit isakan Sora mulai terhenti namun tangisnya belum reda.
Sora membuka matanya perlahan."Ayah, aku dulu juga memintamu untuk menikahkannya denganku ditempat ini."
Ayah Sora menaikkan kedua alisnya, ia pun duduk disamping putrinya.
"Dan kini, aku memintamu untuk memisahkanku dengannya ditempat ini juga, ayah." Ucap Sora sambil meneteskan air matanya.
"Pilihan yang tepat, tidak ada gunanya kau terus-menerus bersama dengan lelaki yang hanya bisa menyakitimu."
Ayah Sora mengusap pelan rambut putrinya namun ketika dirasa kepala putrinya itu benar-benar panas.
"Sora kau sakit?!" Panik sang ayah.
"Ayah, maafkan aku... Aku terlalu mencintainya."
"Tidak masalah, tapi sekarang ayo kita masuk badanmu benar-benar panas."
"Ayah."
"Iya Sora?"
"Aku... Rasanya ingin mati saja..."
"Apa-apaan kamu? Kamu tidak boleh mati! Ayah mohon berhentilah Sora, lelaki itu hanya bisa menyakitimu. Lihat bahkan dalam keadaan sakit seperti ini pun kamu kerumah ayah sendiri tanpanya?! Apa yang kamu harapkan darinya??" Marah sang ayah.
Sora bangun, ia terduduk diatas salju. Ia menatap ayahnya dengan nanar.
"Ayah bukankah kau juga mencintai ibu?"
"Tentu saja ayah mencintai ibumu..."
"Seperti itulah perasaanku pada Mitsuya."
Ayah Sora tercekat, perasaannya jadi campur aduk. Ia tak kuasa melihat putrinya yang seperti ini padahal saat putri kecilnya itu lahir ia sudah berjanji akan membahagiakan dan membuatnya tak pernah menangis tapi beraninya lelaki yang berstatus sebagai suaminya itu malah menyakitinya.
Demi Tuhan seandainya Sora tak pernah berkata agar ia tak mencelakai Mitsuya pasti lelaki itu kini sudah mati atau setidaknya cacat.
"Ayah... Bisakah kau membunuhku saja?"
~
Ran tertawa, inilah hal yang paling ia sukai ketika Mitsuya mabuk. Lelaki itu akan berkata sejujur-jujurnya tanpa ada yang ia tutupi.
Sama seperti beberapa bulan yang lalu, ia mengingat Mitsuya yang mabuk dan terus saja menggumamkan nama Sora.
"Bukankah kau selalu mengatakan bahwa kau tak mencintainya?" Tanya Ran sambil tersenyum.
"Itu bohong... Aku hanya ingin membuatnya menjauh,"
"Lalu saat ia menjauh nanti apa yang akan kau lakukan?"
"Hm... Aku tak pernah memikirkannya."
"Kalau begitu kenapa kau tak mencoba untuk menerimanya saja? Bukankah itu lebih baik daripada kalian bercerai?"
Mitsuya menggeleng. "Tidak... Dia tidak boleh bersamaku, ayah... Ayahku berkata, jangan pernah mencintai seorang wanita... Terlebih hidup bersamanya, itu hanya akan menjadi .... ..." Mitsuya menggumam pelan ia meracau saking mabuknya.
Ran mendengus. "Berhentilah mendengarkan perkataan ayahmu, kau adalah kau, bukan ayahmu. Kisah ayahmu berbeda denganmu."
Mitsuya menggeleng lagi. "Tidak... Sora, dia benar-benar mirip dengan ibu... Ibu terlihat begitu bersinar namun semenjak menikah dengan ayah, ia kehilangan sinarnya..."
Mitsuya cegukan. "Dia... Sora... Tidak boleh, berakhir seperti... Ibu."
"Itu hanya karna ibumu lah yang tidak mencinta ayahmu sedangkan kalian berdua saling mencintaikan? Apa yang kau takutkan?"
"Ibu pernah mengatakan kalau ia pernah mencintai ayah... Tapi,"
Senyap Mitsuya tak berbicara lagi, Ran menyerngit pelan, ia mengguncang bahu Mitsuya.
"Hoi? Kau tidur? Sialan. Selesaikan ceritamu terlebih dulu lalu tidur!" Geram Ran. Ia cukup penasaran namun mau bagaimana lagi Mitsuya sudah tertidur.
Dan Ran yakin lelaki itu esoknya pasti akan lupa dan jika ditanya ia akan mengelak setengah mati seperti beberapa bulan lalu.
Plak!!
Ran memukul belakang kepala Mitsuya sambil mendengus sebal.
"Kau memang sangat menyebalkan."
-
TbcOke mari kita up 1x sehariಥ‿ಥ
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret ||Takashi Mitsuya
Romance"kamu sebenci itu dengan pernikahan kita?" "iya." "kalau begitu, mari kita bercerai." "Kini aku menyerah padamu, dan pada kita." -Regret S1 "Berhentilah hidup di balik bayang-bayang wanita yang sudah lama mati itu!!" "Tapi aku percaya Sora masih hid...