09. Dibawah derasnya hujan

4.6K 787 303
                                    

Ehm...ಥ‿ಥ Pertama-tama saya ingin mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya karna melihat komen kalian di chapter sebelumnya... Hshs maafkan saya tolong siapkan hati kalian.

Btw up cepet soalnya greget hshs.

Selamat membaca(´ . .̫ . ')

Sora tersenyum pelan ketika melihat Mitsuya meraih pergelangan tangannya dengan panik. Lelaki itu terengah-engah, wajahnya benar-benar terlihat sangat tampan dibawah guyuran hujan kini.

Sora dengan hati-hati mengusap rambut Mitsuya. "Kamu jadi basah begini."

"Kau benar-benar, hah...." Mitsuya menghela nafas panjang.

"Bagaimana bisa kau lupa membawa handphonemu? Aku khawatir setengah mati padamu!"

Sora tersenyum pelan. "Maafkan aku, aku benar-benar lupa."

"Aku memang seharusnya tak mengijinkan mu tadi."

Sora menggeleng. "Tidak, aku sangat senang karna kamu mengizinkanku tadi. Serta melihatmu mencariku sampai seperti ini... Membuatku semakin senang!"

Sora mendongak. "Aku juga sangat senang diguyur hujan seperti ini, rasanya seperti seluruh beban dipundakku menghilang disaat seperti ini."

Mitsuya diam, raut wajah wanita dihadapannya itu benar-benar terlihat bahagia. Seketika hati Mitsuya menghangat. Keberadaan wanita itu adalah sesuatu yang sangat besar dalam kehidupannya.

Namun ia tak tahu mengapa ia tak pernah bisa membalas perasaan tulus wanita itu.

"Dari sekian banyak lelaki yang menyukaimu, kenapa kau harus memilihku yang tidak menyukaimu sedikitpun?" Tanya Mitsuya.

"Hm... Kamu tahu perasaan itu tidak bisa dikendalikan, aku jatuh cinta padamu begitu saja tanpa aku rencanakan sedikitpun."

"Kalau begitu apa kamu sudah tahu konsekuensi yang akan kamu dapat?"

"Tentu saja... Karna itulah aku sedang berusaha dengan sekuat tenagaku untuk meluluhkan hatimu.

"Tidakkah kamu lelah dengan itu?"

"Aku lelah... Sangat-sangat lelah, namun rasa cintaku padamu selalu mengalahkan egoku. Jadi aku tak bisa menyerah semudah itu padamu."

Sora menatap Mitsuya dengan lirih. "Menurutmu apa yang sebaiknya aku lakukan?"

"Menyerahlah, dengan begitu mungkin saja kamu akan bahagia dan bisa melupakan perasaanmu padaku." Mitsuya menatap Sora dengan datar.

"Dari awal menikah denganku itu hanyalah menjadi penyakit untukmu, aku tak bisa memberikan hatiku untukmu karna sedari awal aku memang tak pernah ingin seorang pun dapat mengambil hatiku."

"Kenapa?"

"Itu sangat merepotkan, hal-hal yang sudah melibatkan hati dan juga perasaan... Itu benar-benar sangat merepotkan."

"Apa jika tidak menikah denganku kau akan hidup sendiri selamanya?"

"Ya. Dari awal saja pernikahan kita hanya didasari perjodohan, dan ayahku menerima perjodohan ini karna yang menjadi calon besannya adalah ayahmu."

Sora tersenyum masam sambil mengangguk-angguk paham.

"Aku mengerti."

"Namun, tidakkah ada sedikitpun perasaan senang dalam dirimu ketika kamu menikahiku hari itu?" Lanjut Sora bertanya dengan nada suara yang begitu lirih.

"Tidak, aku tidak pernah senang dengan pernikahan ini."

"Kamu sebenci itu dengan pernikahan kita?"

"Iya."

Sora termenung untuk beberapa saat, tersirat rasa kecewa pada wajahnya. Sora menggigit bibirnya.

"Kalau begitu, mari kita bercerai." Ucapnya pada akhirnya.

"Kini aku menyerah padamu, dan pada kita."

~

"Ayah... Maafkan aku menelponmu semalam ini." Ucap Sora.

"Ayah tidak masalah."

"Ayah..."

"Kenapa? Kau ada masalah?"

Sora meremat pelan pakaiannya, dadanya terasa perih. "Ayah, jika aku mengatakan aku ingin bercerai bagaimana reaksimu?"

"... Apakah lelaki itu menyakitimu lagi?"

Sora memejamkan matanya, kini ia menangis. Perkataan ayahnya itu benar-benar berhasil membuatnya menangis.  Hatinya terasa begitu perih.

"Ayah, maafkan aku." Sora terisak.

"Ini bukanlah salahmu, pulanglah kapanpun kau mau Sora. Ayah selalu menunggumu."

"Ayah, beri aku waktu setidaknya 3 bulan ini. Kami sudah memutuskan tetap bersama sampai tiga bulan ini lalu setelahnya aku benar-benar akan bercerai dengannya."

"Ayah mengerti Sora."

"Kumohon, ayah jangan menyakiti suamiku. Meskipun dia sering menyakiti perasaanku, itu tetap tidak memungkiri bahwa aku masih mencintainya."

Ayah Sora diam, ia tak ingin menjawab permintaan putrinya itu. Rasanya ia tak sudi sedari awal ia memang sudah tak suka Sora menikah dengan Mitsuya, namun ia begitu lemah akan putrinya itu hingga akhirnya ia setuju dan menikahkan mereka.

"Sora, dia sudah melukaimu."

"Aku tahu..."

"Berhentilah melindunginya."

"Ayah, aku tidak bisa hidup tanpanya... Kumohon meskipun nantinya kami tidak bersama lagi, mengetahui bahwa ia hidup dengan sehat dan bahagia itu sudah lebih dari cukup untukku. Karna itu ayah, jangan pernah mencelakainya."

Sora berucap dengan nada suara bergetar, air matanya sedaritadi terus saja turun dengan deras.

Bisa Sora dengar dari seberang sana, ayahnya menghela nafas panjang. "Baiklah, ayah tak akan mencelakainya."

"... Terimakasih ayah,"

"Sora, kau tahu kan kalau ayah sangat menyayangimu?"

"Aku tahu ayah."

"Setelah ini berjanjilah pada ayah bahwa kau akan mencari kebahagiaanmu."

Sora diam, ia tak ingin menjawab.

"Ayah, aku lelah. Bolehkah aku mematikan telponnya?"

Sekali lagi ayah Sora menghela nafas. "Baiklah, istirahatlah putriku. Jaga kesehatanmu."

"Iya..."

Tut... Tut... Tut...

Sambungan terputus, seketika Sora terjatuh kelantai. Dadanya sesak bukan main. Ia kembali mengingat perkataan ayahnya.

"Ayah... Bagaimana aku bisa bahagia nantinya? Mitsuya adalah kebahagiaanku..." Rintihnya menguap di udara.


Tbc

Ngetik sambil nangisಥ‿ಥ

Regret ||Takashi MitsuyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang