End

298 50 35
                                    

Happy Reading

Lili mematung di tempat, kenapa seperti ini? Mengapa Vino mengatakan cintanya saat laki-laki itu memilih pergi?

Lili termenung di tempatnya semula.
Apa dia harus berpisah dengan Vino lagi?
Apa anak-anak nya bisa hidup tanpa bimbingan dari ayahnya?

Lili menggeleng kecil. Kenapa? Kenapa semuanya menyakitkan untuk di kedua belah pihak?

Apa dia bisa bahagia tanpa Vino?
Apa anak-anak nya harus terpisah  selamanya dari ayahnya?

Semua pertanyaan muncul di kepala Lili. Kakinya dengan cepat melangkah turun dari ranjang.

Kali ini dia merutuki dirinya sendiri yang tidak bisa melangkah dengan cepat untuk keluar dari rumah sekarang.

Dari sini dia bisa melihat punggung Vino yang sudah begitu dekat dengan pintu mobil.

Kerongkongannya terasa tercekat hanya untuk meneriakkan nama Vino. Badannya tidak bisa ia gunakan untuk berlari mengingat diri sudah memasuki bulan kesembilan di minggu pertama.

“Nggak jangan pergi aku mohon. Tolong balik badan lo lagi Vin! Liat kami!”

Lili masih berusaha mempercepat langkahnya untuk mengejar Vino yang berjalan begitu lesu untuk menuju ke mobil.

Dari sini bisa ia lihat punggung Vino yang masih bergetar tanda laki-laki itu masih menangis dalam jalan diamnya.

Greb

Vino mematung di tempatnya saat merasakan ada tangan mungil yang melingkar di perutnya.

Dirinya bisa merasakan punggungnya yang basah karena isak tangis Lili di balik punggung nya.

Vino dengan segera membalikkan badannya untuk memastikan diri
“Li.. Aku mohon jangan gini, kalo gini bikin aku tambah berat untuk pergi” bising Vino dengan lembut, matanya menatap kearah Lili yang semakin terisak.

“Jangan gini ya sayang, ini semakin berat untuk aku” Vino mengelus puncak kepala Lili.

Lili memberanikan diri untuk menatap kearah Vino yang berada di atasnya.

Kepalanya menggeleng kecil. Bibirnya tersendat dengan isak tangisnya sendiri.

“Emang siapa yang izinin lo buat pergi dari gue!”

“Emang siapa? Yang izinin lo buat ninggalin kami!”

“Bilang sama gue, dengan cara apa gue bisa mencintai pria lain sedangkan seumur hidup gue, gue cuma tau cara mencintai lo!” teriak Lili sambil memukul dada Vino untuk menyalurkan semua rasa yang selama ini ia tahan.

“Bilang sama gue, dengan cara apa gue jawab anak kita kalo mereka nanya di mana papanya?” lirihnya membuat Vino segera menarik Lili untuk masuk kedalam pelukannya.

“Dengan cara apa gue bisa bahagia? Sedangkan lo adalah sumber kebahagiaan gue Vin” lirih Lili di dalam pelukan itu.

Vino menangkup wajah Lili. Menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah cantik istrinya ini.

“Jadi, apa aku masih memiliki kesempatan?”tanya Vino yang di jawab anggukkan dan gelengan membuat Vino cemas sendiri.

“Jadi yang mana sayang?” tanya Vino sekali lagi.

“Boleh, asal lo janji ga bakal ngomong mau ninggalin gue lagi!” jawab Lili dengan sisa-sisa tangisnya.

Vino yang mendengar itu tersenyum bahagia. “Terimakasih YaAllah”

Vino membawa Lili kedalam pelukannya, dengan pelan dirinya menghujani wajah Lili dengan kecupan kecilnya.

Lili yang merasakan itu ikut tersenyum kecil. “Udahkan?” tanyanya membuat Vino bingung.

“Udahkan kan? Gue masih ngantuk nih. Mau lanjut tidur, tuh liat ayamnya masih tidur di pohon kapuk” ujarnya pelan sambil tangannya menunjuk ke arah ayam yang bertengger di atas pohon di sebrang rumahnya.

Vino menggeleng pelan. Istrinya ini sungguh berbeda. Tangannya dengan sigap menggendong Lili membuat Lili mengalungkan tangannya kearah leher Vino.

“Kenapa di gendong? Kan gue jadi enak hihihi” kekeh Lili pelan membuat Vino menarik senyum nya.

“Mulai sekarang kamu ga aku izinin jalan! Mulai sekarang aku yang bakal jadi kaki kamu, biar kamu ga capek lagi ya” jawab Vino membuat Lili malu-malu kodok dan berakhir menjadi menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Vino

Dah

3/3 BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang