Happy Reading
Vino memandang kosong kearah cincin yang berada di tangannya.
Dulu dia sangat ingin membuang cincin yang menurutnya sangat mengganggu. Tapi kini, cincin itu seakan menegaskan bahwa dia benar-benar menjadi laki-laki ter brengsek di dunia.
“SAYANG MAAFIN AKU!” teriak Vino sambil memeluk boneka monyet ke sayangan istrinya itu.
“Siying miifkin iki”
“Hahaha!!” Edward tertawa sinis saat kakinya menyelonong masuk ke dalam kamar Vino yang sangat berantakan melebihi gudang!
Vino mendelik sinis dan membuang muka saat tau bahwa ternyata hari ini, jadwal Edward yang menjaganya.
Vino sungguh muak! Setiap hari seluruh sahabatnya bergantian untuk menjenguknya. Setiap hari, tanpa henti!
Vino tau, dirinya sudah gila saat Lili pergi dari hidupnya. Tapi dia masih memiliki sedikit kewarasan untuk tidak membunuh dirinya sendiri. Walaupun rasa itu selalu datang menghampirinya.
“Sungguh menyedihkan!” sinis Edward membuat Vino tambah lesu mendengarnya.
“Gue ga butuh hinaan dari lo. Gue rasa lo bisa pulang sekarang wahai Tuan Edward yang terhormat!” balas Vino tak kalah tajam.
“Jelas gue terhormat, emangnya lo, seorang pecundang sejati!” balas Edward tajam.
“Gue lagi ga mau debat Ed, mending lo pulang deh” usir Vino
“Oh tentu gue bakal pergi, gue ga tahan satu ruangan sama pecundang yang lagi-lagi meninggalkan tanggung jawabnya,”
“Ingat Vin! BW masih terus nyerang Ranex. Queen sudah ga ada untuk memberi perintah. Gue rasa, kami masih punya King yang ga akan lari lagi dari tanggung jawabnya dan menjadi pecundang yang sesungguhnya!”
“Kami butuh raja agar singgasana tidak runtuh,”
“Gue emang bisa mengatasinya. Tapi tidak membatainya!” Jawab Edward membuat Vino termenung.
Apa dia sudah menjadi pecundang untuk yang kedua kalinya? Apa Ranex masih membutuhkannya saat dia yang membuat Ratu Ranex pergi?
Apa Ranex masih bisa menerima kehadirannya saat dia yang menjadi penyebab singgasana itu ditinggalkan oleh ratunya?
“Gue takut, gue takut untuk gagal yang kedua kalinya” lirih Vino pelan.
Edward menarik senyum kecilnya. Dirinya beranjak untuk merangkul sahabatnya yang tengah tersesat dan kini kehilangan arah itu.
“Selagi belum lo coba, gimana lo bisa tau hasilnya?” Edward menepuk kecil pundak Vino untuk menyalurkan kekuatan dan energi kepada sahabatnya itu.
“Gue rasa lo butuh ini untuk menjadi yakin bahwa kami masih membutuhkan lo” Edward menaruh kertas kecil tepat di meja yang berada di hadapan Vino.
Sebelum benar-benar pergi, Edward berbisik ke arah telinga Vino membuat Vino mematung di tempatnya.
“Makasih Ed!” Teriak Vino kepada Edward yang sudah keluar dari rumahnya. Tangannya bergetar saat melihat tulisan yang ada di kertas kecil itu.
“Tunggu aku!”
⭐⭐⭐
Lili mengelus perutnya sambil menenangkan dirinya.
“Kuatkan Mama sayang, yakinkan Mama kalo ini adalah keputusan yang tepat” lirihnya pelan
Lili membaringkan dirinya untuk mencari posisi yang nyaman.

KAMU SEDANG MEMBACA
3/3 Bintang
Novela JuvenilGa tau mau nulis apa. Kalo mau baca ya udah baca haha