1. Menyerah

279 30 90
                                    

"Kenapa? Kenapa semua ini tejadi? Kenapa aku? Kenapa aku yang harus merasakan ini?" lirih seseorang sambil menatap pantulan gambar dirinya di cermin. Air mata mengalir perlahan tanpa henti. Ia sepertinya sudah tidak memiliki gairah hidup.

Arhan, ia mengambil gunting yang berada tepat di depannya. Mata birunya perlahan menutup, bersiap untuk menahan rasa sakit untuk mengakhiri hidupnya. Ujung gunting sudah sempurna terarah ke pergelangan tangan kirinya.

Samar-samar terdengar suara pintu kamarnya terbuka, tapi ia memilih tetap menghiraukannya.

"Kak," panggil seorang anak laki-laki yang terlihat menggemaskan. "Mama mana?"

Pertanyaan yang terdengar dari suara lembut adiknya membuat air mata Arhan semakin deras mengalir. Ia tak berani membalikkan tubuhnya, ia tak sanggup menatap wajah adiknya yang masih sangat polos.

"Kak Arhan!" Suara adiknya semakin meninggi. "Kata Mama, kalo ada orang nanya itu dijawab!"

Arhan perlahan membuka matanya, terlihat mata biru yang sembab dari pantulan cermin.

"Kak Arhan nangis?" tanya Darel--adik Arhan--yang masih tidak memahami situasi.

"Enggak kok." Arhan memberanikan diri membalik tubuhnya, menekuk lututnya agar wajah Darel sejajar dengan wajahnya.

"Kakak ngapain bawa gunting?" Darel kembali bertanya polos saat melihat gunting di tangan kanan Arhan.

Arhan tak dapat menjawab pertanyaan adik manisnya. Tanpa sadar, setetes air mata keluar dari mata biru Arhan.

"Kak Arhan, jangan cengeng!"

Tidak, Arhan tak sanggup menahan air matanya, ia memeluk Darel erat dengan air mata yang turun semakin deras.

"Kak Arhan! Baju Arel basah tau," protes Darel polos.

Arhan tak menggubris kekesalan Darel. Ia berusaha melepaskan semua kesedihannya sekarang. Gunting yang ia pegang terlepas dari tangannya, jatuh ke lantai.

Darel berusaha melepaskan pelukan erat kakaknya, tapi tenaganya tak mampu melakukannya, mulutnya juga sudah lelah protes.

"Kak Caca mana?" Arhan akhirnya bersuara melepaskan pelukannya. Caca adalah adik Arhan yang pertama, juga kakak Darel yang pertama. Atau biasa disebut anak tengah.

"Di kamar," ucap Darel. "Tapi kamarnya dikunci."

Mendengar jawaban Darel, Arhan bergegas menuju kamarnya. Adik perempuannya bisa saja melakukan seperti apa yang ingin ia lakukan. Caca sudah cukup mengerti atas apa yang dialaminya, tidak seperti Darel.

"Caa!" Arhan berusaha membuka kamar Caca yang terkunci. Tidak ada jawaban terdengar dari dalam kamar adiknya ini. "CAA!" Suara Arhan semakin meninggi.

Brugh! Brugh! Brugh! Brak!

Pintu kamar Caca berhasil didobrak membuat Arhan terbanting ke dalam kamar Caca. Kepala Arhan terbentur lantai dengan keras, membuatnya mengaduh kesakitan.

"Kak Caca!" Teriakan Darel di belakangnya membuat Arhan melihat ke depan.

Arhan bangkit menyusul Darel yang sedang berusaha membangunkan Caca.

Caca terlihat terbaring lemah di lantai, terlihat busa keluar dari mulut manisnya. Arhan segera menggendong Caca dengan kedua tangannya dan membawanya ke rumah sakit.

Hari ini, hati Arhan benar-benar hancur sehancur-hancurnya. Setelah papanya pergi untuk selamanya tiga tahun lalu, mamanya menyusul hanya dengan kabar. Mereka tidak diberi kesempatan untuk melihat mamanya, mereka tidak diizinkan bahkan hanya untuk melihat makamnya. Apa? Covid? Kebohongan macam apa ini? Padahal mamanya sangat sehat sebelumnya. Kenapa covid? Kenapa?

ARHAN || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang