Lama mencari, ada satu tempat yang bisa menerimanya bekerja. Toko bangunan milik Koh Ari sedang membutuhkan karyawan. Arhan diterima tanpa seleksi di sana.
"Lu boleh mulai kerja besok'aa!" Dengan logat Mandarin, Koh Ari memberitahu, tak lupa dengan akhiran 'aa' khasnya.
"Terima kasih banyak, Koh." Arhan sangat bersyukur sekali, sampai lupa kalau ia harus menjemput Darel dan Kamila di rumah Naila.
"Kakak sendirian?" tanya Caca yang sedang duduk di brankarnya ketika melihat Arhan memasuki ruangan rawat.
Arhan yang mendapat pertanyaan seperti itu, refleks melihat ke arah jam dinding. "Astaghfirullah, Kakak lupa." Arhan bergegas kembali keluar ruang rawat Caca. Terlambat, seharusnya ia menjemput Darel dan Kamila pukul sepuluh, sedangkan sekarang, sudah pukul tiga sore.
Yah, Arhan benar-benar lupa. Setelah mendapat pekerjaan, ia mencari kontrakan di sekitar sana untuk tempat tinggalnya. Ia tak mungkin tinggal di rumah sakit selamanya, bukan? Lagi pula, Caca sudah hampir melewati masa pemulihannya.
Tidak lama, Arhan membawa motornya dengan cepat. Ia sudah berada di depan rumah Naila sekarang.
"Assalamu'alaikum," salam Arhan sambil mengetuk pintu rumah Naila yang tertutup rapat.
Tidak ada jawaban dari dalam, membuat Arhan kembali mengucapkan salam dengan lebih keras.
Sama, tidak ada jawaban, sepertinya tidak ada orang di rumah ini.
"Eh, ada Mas Arhan." Suara Naila terdengar di telinga Arhan, membuatnya menoleh ke belakang. Terlihat Naila bersama Darel dan Kamila mendekatinya.
"Kak," sapa Arhan sopan.
"Baru dateng?" Naila bertanya dengan wajah ramah.
"Iya, Kak. Maaf, saya kelupaan," jujur Arhan malu.
"Iya, gak papa, saya ngerti, kok." Lagi-lagi Naila berbicara seperti itu.
"Kak Arhan lama banget ke sininya, coba aja cepet, nanti pasti ikut jalan-jalan sama kita," celetuk Darel berharap kakaknya ngambek karena tidak ikut jalan-jalan.
"Emang kalian abis jalan-jalan ke mana?" Arhan membungkukkan badan agar matanya dapat lebih jelas melihat sang adik.
"Rahasia, dong. Ya kan, Kak." Darel meminta persetujuan Naila.
"Iyaa, pokoknya seru, kakakmu pasti sedih deh gak diajak," balas Naila terlihat menyenangkan di mata Arhan. Bagi Arhan, wajah Naila itu selalu menyenangkan dengan senyuman yang manis.
"Kak Arhan jangan sedih, kapan-kapan kita jalan-jalan lagi deh." Kamila bersuara, sangat menggemaskan di telinga Arhan.
"Kak Arhan ngambek, ah. Kalian kok gak nungguin Kakak?" Arhan berujar sambil membuang muka, ia berpura-pura marah.
"Kakak kok kaya anak kecil, sih?" Darel berucap sok dewasa. "Gak malu apa sama Kak Naila."
Mendengar ucapan Darel, membuat Arhan sedikit kikuk. "Kakak kan cuma bercanda," jawab Arhan berusaha mengembalikan harga dirinya. Naila terlihat melebarkan senyumannya, membuat Arhan salah tingkah. "Ya udah, ke rumah sakit yuk," ajak Arhan tak mau berlama-lama di sini. Pipinya sudah mulai memanas.
"Ayoo," ujar Darel semangat.
"Kak Naila gak mau ikut ke rumah sakit?" Kamila mengajak Naila. Naila sudah mendengar tentang Caca yang berada di rumah sakit dari Darel dan Kamila.
"Kak Naila-nya sibuk, Kamila," kata Arhan lembut.
"Ayo ikut, Kak! Ayo ikut, Kak!" Darel dan Kamila kompak menarik-narik baju panjang Naila. Mereka tak memedulikan ucapan Arhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARHAN || END
ChickLitREKOMENDASI CERITA BAHAGIA!!! Kehilangan membuatnya hampir putus asa, tapi keberadaan memaksa dirinya untuk terus bertahan. Takdir telah ditentukan, waktu telah ditetapkan, kebahagiaan sudah direncanakan. Percaya! Percayalah akan ada waktunya unt...