20. Orang Baik

28 6 3
                                    

Happy Reading

"Kamu?"

"Kamu kenal?" tanya Naila saat tatapan Arhan fokus pada Vivi yang sekarang berada di sampingnya.

Arhan kembali menatap Naila. "Entah, sepertinya aku pernah melihat dia. Tapi di mana, ya?"

Arhan mencoba berpikir, sayangnya, sakit kepala menyerangnya. Dengungan panjang kembali terdengar memenuhi kedua telinganya. Ia berusaha menahan rasa sakit, agar tidak membuat orang di depannya khawatir.

"Arhan, kamu kenapa?" tanya Naila melihat Arhan yang memejamkan matanya kuat.

"Akhhhhhhh!" Sakit kepalanya terlalu terasa, membuat Arhan tidak bisa menahannya lagi. Kedua tangannya memegang kepala yang terasa pusing.

"Arhan!" Naila panik seketika, bingung harus melakukan apa. "Kamu kenapa?!"

Arhan tidak kunjung menjawabnya. Matanya terus tepejam, berusaha menahan rasa sakit, tubuhnya jatuh ke lantai, membuatnya terduduk lemah.

Beberapa menit kemudian....

Dengungan melengking yang memenuhi telinga Arhan pergi tiba-tiba, sama seperti saat datang. Sakit kepalanya perlahan berkurang, bersamaan dengan matahari yang semakin tenggelam. Arhan membuka matanya perlahan, kemudian menutupnya kembali. Berulang-ulang seperti itu, menyesuaikan rasa sakit yang mereda.

"Kamu gak papa?" Naila ikut berjongkok, menatap sendu wajah Arhan.

"Gak papa." Perlahan Arhan bangkit, berusaha menyeimbangkan tubuhnya untuk berdiri tegak.

"Aku pamit pulang," Arhan membalikkan badannya, melangkah menjauh. Tapi, langkahnya terhenti di hitungan ke tiga, ia kembali membalikkan tubuhnya menatap dua insan di depan pintu rumah Naila.

"Aku ingat...."

Putih, semua terlihat putih. Kosong, hampa, tidak ada siapa pun di sini. Arhan memutarkan bola matanya, mencari pergerakan di sekitar selain dirinya. Sayangnya, tidak ia temukan.

Arhan melangkahkan kakinya tak tentu arah, mencari pemandangan lain selain putih. Lagi-lagi, semuanya sia-sia.

Sampai akhirnya, suatu pergerakan terdeteksi matanya. Tak lama, kedua matanya menangkap dua sosok manusia, terlihat seperti ibu dan anak.

"Arhan," panggil sosok yang terlihat seperti 'ibu'.

"Iya," jawab Arhan sambil mengerutkan keningnya heran. Bagaimana bisa ibu itu tau namanya?

"Saya titip dia" ucap Ibu itu sambil mendorong pelan bahu gadis kecil di sampingnya. Gadis kecil itu berjalan perlahan ke arah Arhan.

Arhan kembali menatap lekat ibu itu, kemudian teringat sesuatu.

"Terima kasih," ucap ibu itu lagi, perlahan sosoknya menghilang begitu saja, sebelum Arhan menyempurnakan ingatannya.

"Ibu?... IBU!!"

"Bu...." Suara lirih Arhan terdengar, matanya mengerjap perlahan, menyesuaikan cahaya lampu ruangan yang menyilaukan.

"Kak Arhan!" Darel memanggil Arhan hampir berteriak. Rasa senang di dalam dirinya tak tertahankan.

"A-re-l," balas Arhan dengan suara serak. Bibirnya berusaha tersenyum, sayangnya terlihat memaksakan.

Darel memeluk tubuh Arhan seketika, kepalanya ia letakkan di daada bidang Arhan. "Kak, Arel kangeeen." Tangan Arhan bergerak pelan mengelus kepala Darel sebagai jawaban.

ARHAN || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang