Happy Reading
Bangku panjang terlihat di pinggir jalan. Seorang gadis berjilbab putih memberhentikan langkahnya, duduk di sana. Pikirannya kembali berkelana, ke tepat kejadian sebelum ini, di mana ia disuruh membeli sarapan oleh Arhan.
Ya, Naila sudah curiga saat itu. Karena rasanya, Arhan tidak akan menyuruh dirinya seperti tadi pagi. Pasalnya, Arhan orang yang tidak enakan. Maka dari itu ia tidak langsung pergi begitu saja.
Dan benar saja, saat kembali dari membeli sarapan, Arhan sudah tidak ditemukan di dalam kamar rawatnya, begitu pun Darel.
Naila segera keluar, mencari keberadaan kakak beradik itu. Untunglah hari ini tanggal merah, jadi ia tidak ada tanggungan mengajar.
Sesuai dugaan, Arhan ke kantor polisi. Naila melihat semuanya, bahkan mengikuti Arhan sampai ke rumah besar Kamila. Pun, saat kembali ke kantor polisi. Entah Naila yang pintar bersembunyi, atau mereka yang kurang fokus, tapi keberadaan Naila sepertinya tidak diketahui.
Kenapa Naila harus sembunyi-sembunyi? Naila hanya ingin menghargai perjuangan Arhan yang tidak ingin melibatkan dirinya. Naila yakin, jika Arhan tau dirinya mengikuti, Arhan pasti akan merasa kecewa.
Lalu, kenapa harus mengikuti? Naila hanya ingin memastikan kalau Arhan baik-baik saja. Dan, sepertinya Arhan memang baik-baik saja.
Hingga akhirnya, sampai di kontrakan Arhan, Naila berhenti di balik dedaunan lebat, melihat ikatan keluarga kecil yang membuat haru. Merasa tak kuat, Naila memilih pergi, dan berakhir di sini.
Naila tak kuat menahan air mata agar berhenti tumpah, hatinya terus meluruh mengingat kejadian hari ini.
Kesadaran Naila meningkat saat melihat seseorang melewatinya. Seorang gadis kecil yang dicarinya lewat begitu saja di depan mata.
"Vivi!"
Merasa terpanggil, gadis dengan tongkat itu menoleh tepat ke arah Naila. Posisi mereka sangat dekat, membuat gadis kecil yang dipanggil Vivi itu tahu jelas dari mana asal suara itu berada.
"Kak Naila?" lirihnya gugup.
Naila bangkit, mengikis jarak antara Vivi dengannya. Ia berjongkok untuk menyetarakan tingginya. "Kamu ke mana aja?"
"Aku nyari ibu aku, Kak."
"Kenapa pergi dari kita? Kamu gak mau kita bantu cari? Kenapa harus cari sendiri?"
"M-maaf, K-kak...." Vivi berujar lirih.
"Sekarang, kamu udah ketemu sama ibu kamu?"
"Belum."
"Kalo gitu, kita pulang sekarang, ke rumah Kakak."
💔💔💔
Arhan, Caca, dan Darel, disibukkan oleh kegiatan bersih-bersih kontrakan. Lantai yang berdebu, kaca yang memburam, atap yang dipenuhi sarang laba-laba, kini sudah mengkilap.
Darel menghempaskan dirinya di sofa yang sudah menjadi fasilitas kontrakan, disusul Caca di sampingnya.
"Capek?" Arhan bertanya lembut, dan diangguki kedua adiknya. "Istirahat di kamar aja, gih!" suruh Arhan kemudian.
Darel dan Caca pergi ke kamarnya masing-masing. Kontrakan ini memiliki dua kamar, yang sudah dilengkapi dengan kasur lantai di masing-masing kamarnya. Arhan akan tidur sekamar dengan Darel, sedangkan Caca di kamar lain.
Arhan merebahkan tubuhnya di sofa panjang, setelah Darel dan Caca memasuki kamar. Pikirannya bekerja, menebak siapa yang sudah membayarkan biaya perawatannya di rumah sakit. Apa mungkin Koh Ari? Tidak, utangnya akan semakin banyak kalo benar Koh Ari yang membayarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARHAN || END
ChickLitREKOMENDASI CERITA BAHAGIA!!! Kehilangan membuatnya hampir putus asa, tapi keberadaan memaksa dirinya untuk terus bertahan. Takdir telah ditentukan, waktu telah ditetapkan, kebahagiaan sudah direncanakan. Percaya! Percayalah akan ada waktunya unt...