13. Keluarga Baru

56 8 9
                                    

Perhatian, Jo kembali.... 😁
Maaf, ya, jarang update... Lagi sok sibuk

HAPPY READING

________________

"Vivi!"

"Kak Naila?"

Gadis kecil yang memegang tongkat menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari asal suara yang memanggilnya. Naila dengan sekuat tenaga menerobos kerumunan orang-orang, menghampiri Vivi yang tepat berada di belakang kerumunan itu.

"Vivi, kenapa kamu di sini? Kenapa tadi gak ikut masuk mobil?" tanya Naila saat sudah berhadapan dengan Vivi. Untunglah, gadis yang kecelakaan itu bukan Vivi. Walaupun iba, setidaknya itu tidak menambah kesedihan keluarga barunya.

Ya, keluarga baru. Keluarga yang belum lama ia kenal. Darel, Kamila, Caca, juga Vivi ... dan Arhan. Tidak butuh waktu lama untuk saling percaya, tidak lama juga rasa sayang muncul. Keluarga baru yang tidak diragukan hati sedikit pun.

"Aku harus cari ibuku, Kak." Vivi berujar lirih.

"Kakak bakal bantu, Vi. Kak Caca, Darel, Kamila, kita akan bantu cari ibu kamu. Kamu jangan nekat cari sendiri."

Vivi terdiam, tidak memberi tanggapan. Hanya wajahnya saja yang semakin sendu.

"Sekarang kita pulang, ke rumah Kakak. Kamu gak boleh nyari sendirian." Naila berusaha membuat wajah Vivi yang murung berubah. "Kakak janji akan bantu cari ibu kamu ... kita akan cari ibu kamu bareng-bareng."

Vivi tersenyum getir.

"Kita pulang dulu, yuk?"

Hening, sebelum akhirnya Vivi mengangguk pelan. Senyum Naila seketika terbit melihat anggukan Vivi.

Mereka pulang, dengan ojek yang sebelumnya sudah dipesan Naila. Ojek itu sudah ada di samping mereka, entah sejak kapan. Sepertinya, ojek itu pun merasakan memahami kesedihan yang terjadi, terbukti wajahnya yang kini memandang teduh. Ya, ojek itu mendengar percakapan keduanya sejak tadi.

Keheningan menyelimuti selama perjalanan. Tidak ada satu pun di antara mereka bertiga yang membuka mulut. Motor hitam itu berjalan tenang, menerobos kemacetan jalan.

Hingga, sampai di rumah sederhana Naila, dua perempuan turun dari motor yang sudah terdiam. Naila memberikan selembar kertas berwarna hijau pada pria berjaket hijau itu.

"Semangat, Neng ... hidup memang gak bisa semulus ngehalu." Setelahnya, pria itu membawa motornya meninggalkan pekarangan rumah Naila.

💔💔💔

Malam yang cerah, langit bersedia menampilkan kerlap-kerlip bintang yang indah. Naila membawa hasil masakannya ke balkon rumahnya yang hanya sepetak. Tempat menjemur pakaian ini dialihfungsikan menjadi tempat makan sementara.

Karpet merah yang berbentuk persegi panjang tergelar rapi di sana, sudah ada Darel, Kamila, dan Vivi yang asyik dengan dunia anak-anaknya, menghitung bintang di langit. Walau Vivi tak dapat melihatnya, tapi dia ikut menghitung asal, tidak jauh beda dengan Darel dan Kamila yang hanya menunjuk-nunjuk langit sembarang arah.

Caca mengekori Naila, membantu menyiapkan makanan lezat, menaruhnya di atas karpet merah itu.

Dan setelahnya, mereka mulai menyantap makanan sederhana sambil mengobrol ria.

"Enhak bhangeth masyakhan Khak Nailha," ujar Darel dengan mulut yang masih penuh makanan.

"Kak Caca juga bantuin masak, lho, Rel." Caca memberitahu bangga.

Darel menelan habis makanan di mulutnya. "Pantes, ada asin-asinnya dikit," sewot Darel selanjutnya.

Caca refleks menjitak kepala Darel, membuatnya mengelus kepala.

"Aww, sakit, Kak!"

"Biarin, wlee!"

"Enggak kok, gak ada yang keasinan. Enak, Kak." Vivi menyela, membuat senyuman Caca terbit.

"Tuh, Vivi emang paling jujur pokoknya."

"Kayanya, yang Kak Vivi makan, bukan Kak Caca yang masak, tapi Kak Naila.... Pokoknya, yang enak itu masakannya Kak Naila," ujar Darel enteng, yang langsung mendapat tatapan tajam dari Caca.

Darel mengambil ancang-ancang untuk kabur, saat melihat tatapan mencekik Caca. Dalam hitungan detik, Darel dan Caca sudah bermain kejar-kejaran layaknya Tom and Jerry, mengitari karpet merah yang membentang. Teriakan Darel dan Caca saling bersahutan, bersama dengan anging yang berembus tenang.

"Udah, jangan lari-larian...." Naila bersuara, terkekeh pelan.

"Arel! Kak Caca! Nanti aja lari-lariannya ... abisin makan dulu," tambah Kamila layaknya seorang emak-emak yang memarahi anaknya.

"Kalo Arel sama Kak Caca gak mau makan, makanannya buat Kak Naila aja, ya?"

"Jangaaaaan!" teriak Darel dan Caca kompak. Ucapan Naila mampu membuat aksi kejar-kejaran mereka terhenti. Di detik berikutnya, mereka kembali bergabung duduk di atas karpet merah.

Suasana malam yang indah kembali mendominasi. Mereka, di atas karpet merah, menghabiskan makanan dengan lahap, diselingi sedikit candaan ringan, obrolan yang menemani. Sangat menggambarkan suasana keluarga bahagia. Ya, seperti keluarga baru--bukan! Bukan seperti, tapi memang keluarga baru.

Ada senyuman di sana, terselip di antara obrolan ringan mereka, meskipun di dalamnya lebih banyak kesedihan. Semua tampak bahagia, walau ada sesuatu yang mengganjal di hati mereka, seperti ada yang kurang."

"Kangen kak Arhan," celetuk Caca tanpa sadar, mengubah seketika suasana malam. Entah ada apa dengan malam, kenapa bisa terasa berubah?

Ya, kebersamaan mereka terasa kurang tanpa kehadiran Arhan, begitupun Vivi, tanpa kehadiran sang ibunda yang menemani.

Sampai kapan cobaan akan terus berdatangan? Bisakah semua kembali bahagia tanpa rasa kurang?

"Tenang aja, gak usah sedih, Kak Arhan pasti bakal bangun, kok." Naila memecah keheningan setelah ucapan tak sengaja Caca.

"Bakal bangun ... secepatnya?" Darel bertanya lirih.

"Iya, secepat-cepatnya."

"Besok?"

Naila diam sejenak, kemudian mengangguk perlahan. Dia tak kuasa menjawabnya dengan  kata.

"Janji?"

Kali ini, Naila benar-benar membeku. Suasana malam yang indah sudah tak tersisa, tergantikan oleh suasana mencekam yang tercipta.

Tidak ada yang bisa memastikan  semuanya. Naila hanya berusaha mengembalikan keceriaan, apa itu salah?  Perlahan, sangat perlahan, Naila mulai mengangguk ragu.

Sayangnya, janji Naila tak terbayarkan. Bukanlah berita bahagia kesadaran Arhan yang terjadi besok. Tapi, sesuatu yang juga sama menyedihkan, cobaan hidup yang kembali datang. Mereka akan kembali merasakan perpisahan.

💔💔💔

*

*

*

*

*

Akhirnya, setelah penantian panjang, aku kembali memaksa diri ini menuliss....

Gimana part ini, suka gak? Gak kalah memotivasi dari part-part sebelumnya, 'kan?

Bantu yukk, vote, komen, sharee.... Bantu ramaikan gaeeessss...

Semangatin yukkk, Jo lagi mageran nih...

Semoga kita semua suksesss!!!

ARHAN || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang