Part 15

30 2 0
                                    

Di dalam ruang itu masih ada gadis yang terduduk lemas. Matanya masih terpejam. Rambutnya sudah acak-acakkan menutupi wajahnya. Tangan dan kaki yang masih di ikat. Belum di lepaskan dari kejadian kemarin.

Maria membuka pintu kamar itu. Lalu memeluk anaknya. Dia melepaskan ikatan yang membuat kaki gadis itu membiru dingin. "Tasya, bangun" lirihnya mengguncangkan tubuh gadis itu.

"Mama" balasnya lalu memeluk erat. Dia terasa begitu menyedihkan. "Maafin Tasya" ucapnya lagi terus memeluk sembari menangis.

"Iya, sekarang kamu mandi terus makan ya" ucap Maria menatap Tasya begitu sendu. Dia tidak tega melihat Tasya seperti gadis tahanan. Gadis itu mengangguk lalu bangkit dengan tubuh yang sempoyongan.

"Mama ambil makan untuk kamu" ucap Maria lalu keluar dan menutup pintu. Dia menatap suaminya yang berjalan tepat di hadapannya.

"Dasar!" decitnya gemas dia lalu menuju dapur namun langkahnya terhenti.

"Setelah itu ikat kembali dia, gadis keras kepala seperti dia harus di hukum" ucap Arman membuat wanita paruh baya membalik badan dan berjalan menghampiri nya.

Dia menatap begitu tidak suka. "Tidak! Dia juga anak kita!" ucap Maria membela Tasya.

"Biar aku yang melakukan nya" ucap Arman lalu pergi kedepan. Dia sangat menghindari berdebat dengan istrinya karna itu tidak akan habisnya. Sedangkan itu Maria berdecak kesal. Dia tidak akan membiarkan suaminya itu mengikat Tasya.

Gadis itu sudah selesai mandi. Dia masih duduk di atas kasur. Maria yang masuk membawa nampan yang berisi makan dan segelas air putih. "Makan ya" ucap Maria lalu memberikan makanan tersebut.

Tasya mengambilnya. Dia lalu memakan. Memang dia lapar dari kemarin belum makan. Maria mengusap kepala anaknya penuh sayang. Melihat Tasya makan lahap seperti ini membuatnya terus tak tega.

"Ayah masih marah?" tanya Tasya di sela-sela dia mengunyah.

"Tidak usah pikirkan Ayahmu" balasnya lalu menyuruh Tasya kembali makan.

"Tasya, Tasya nya ada Om?" tanya seorang gadis di luar sana. Mata Tasya melotot. Dia tau suara itu suara teman-temannya.

"Kalian ini siapa?" tanya Arman melihat tiga gadis itu menghampiri nya.

"Kita temennya Tasya, Tasya enggak berangkat sekolah hari ini siapa tau sakit" ucap Mawar lalu tersenyum garing.

"Tasya sakit, sudah sana pulang" ucap Arman mengusir ketiga gadis tersebut. Dia sangat kesal dengan suara Mawar dan Jeni terus berteriak nama Tasya dengan suara cempreng itu.

"Kita mau liat Tasya dong Om" mohon Mawar lalu mendapat anggukan dari Jeni dan Gladis.

Arman menggeleng. "Tidak bisa! Sana pulang!" pinta Arman semakin geram dia mengambil sendalnya untuk mengusir ke tiga gadis tersebut.

"Dikira kita ayam, salam buat Tasya cepet sembuh biar bisa nongki" ucap Mawar lalu di geret Jeni agar cepat pergi.

"Sampaiin makasih juga ya om karna udah jomblangin saya sama Om Rangga" ucap Gladis lalu tersipu malu.

"Hah? Rangga? Om?" tanya Arman tidak paham.

Gladis mengangguk mantap. "Iya, Omnya Tasya" ucap Gladis lalu berpamitan pergi.

Maria yang ada di dalam mengamati semua kejadian dan mendengar obrolan kecil itu membuat hatinya semakin grusar. Dia langsung berlari masuk ke dalam kamar Tasya dan menutupnya. Dia tidak mau putri kesayangannya ini terluka lagi.

Sedangkan Tasya sudah mendengarnya sendiri. Dia masih mengunyah pelan dengan tatapan kosong. Dia sudah pasrah dengan hukuman yang akan diberikan oleh Arman.

Rafu [ Lembaran Baru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang