Part 32

5 0 0
                                    

Langkahnya sudah tidak terlalu berat. Dia membuka pintu ruang rawat dimana kekasihnya masih terbaring. Sembari memutar-mutarkan tas yang dia bawa. "Hallo, sayang" ucapnya dengan hati yang senang. Dia duduk di hadapan kekasihnya, membuka tas yang dia bawa. Memamerkan kebaya lilac.

"Cantik, enggak?" tanyanya. Dia berdiri lalu berputar memandangi kebaya yang baru saja dia beli. "Ini buat perpisahan, seharusnya kamu dateng, tapi tenang aku udah beliin kamu topi, kamu suka pakai topi." Tasya memasangkan perlahan topi di kepala Rangga. Tasya terus memandang wajah Rangga dengan senyum yang begitu manis. "Cepet bangun, ya."

Setiap hari Tasya selalu datang dan melakukan hal yang sama, memeluk kekasihnya yang terbaring. Rasa sakit yang awalnya begitu terasa lama-lama sudah biasa. Dia berdamai dengan keadaan. Tasya mengambil Handphone lalu mengambil foto bersama. Dia suka melihat perkembangan Rangga yang semakin hari tumbuh rambut di kepalanya yang kini botak.

"Udah keduluan Tasya" ucap Tante maya, baru masuk. Dia meletakkan barang bawaan di sofa.

"Tante, rambut Mas Rangga mulai tumbuh" tunjuk Tasya pada Tante maya. Mereka tersenyum melihat rambut Rangga yang semakin hari mulai tumbuh lagi.

"Rangga itu kalau cukur dua bulan sekali, dia enggak suka rambut panjang" ucap Tante maya.

Dia menyiapkan air hangat dari rumah untuk membasuh Rangga. "Tante biar Tasya aja, boleh?" tawar Tasya meminta handuk yang di bawa Tante maya.

"Boleh" balasnya lalu memberikan handuk dan air hangat tersebut. Tasya dengan senang. Dia membuka baju Rangga dibantu Tante maya. Mengusapnya perlahan sesuai perintah Tante maya.

"Tasya" panggil Tante maya pelan. "Rangga, tidak tahu kapan dia sadar, bagaimana jika kamu juga fokus dengan kuliah kamu?" usul Tante maya. Tasya terdiam sejenak. Sejujurnya dia juga tidak tau harus kuliah dimana dan Dia tidak mempersiapkan apapun itu.

"Iya, Tante, Tasya coba daftar mandiri, tapi Tasya enggak tau harus ambil fakultas apa?" ujar Tasya bingung. Dia tidak ada arah untuk ke sana.

"Coba tanya Rayen, dia mahasiswa aktif dulu, siapa tau bisa bantu" usul Tante maya. Tasya mengangguk tapi dengan batin yang berbeda. Sejujurnya sangat malas sekali harus ngobrol dengan manusia purba satu itu.

"Tolong ambilkan bajunya Rangga" pinta Tante maya. Tasya langsung mengambil baju yang sudah disiapkan.

Gadis itu terus memperhatikan Tante maya mengganti pakaian anaknya. Di kepalanya kini mulai pusing harus cari Universitas. Tasya mengambil tas dan berpamitan pergi.

***

"Tasya pulang" sapa Tasya lalu membuka pintu. Dia lalu duduk bersandar di sofa ruang tamu. Memejamkan matanya. Dia seharusnya tidak usah memikirkan hal tersebut.

"Pilih" ucap Rayen yang mengagetkan. Dia melempar banyak brosur Universitas. Tasya langsung melihat-lihat. "Yang gw buletin kayanya cocok buat lu" ucap Rayen sembari meminum segelas kopinya.

"Gila! Perawat, mana bakat! Ngaco lu!?" ucap Tasya langsung menyingkirkan brosur tersebut. Dia yakin otaknya sulit untuk sampai situ.

"Lu IPA kan?" tanya Rayen.

Plakkk

"IPS" Tasya memukul kepala Rayen dengan brosur.

"Manajemen pemasaran? Masukkan?" Ucap Rayen melirik ke arah Tasya seakan mengejek. Apa dia tidak mampu masuk mana pun?

"Boleh!" ucap Tasya. Dia tidak suka di pandang rendah oleh abangnya. Mereka saling adu tatap tidak mau kalah. Mengingat Rayen lulusan Cumlaude. Tasya masuk kamar dengan membawa brosur tersebut.

Dia menarik kursi belajarnya. Melihat note tertempel di meja, melihat tulisan Rangga yang begitu jelas. "KAMU PUNYA MIMPI" Tulisan tersebut membuat Tasya mengingat momen kebersamaannya. Dia mengusap air mata perlahan keluar. Menambahkan di bagian bawah "Tolong genggam tanganku." Tasya menulisnya di tambahi emoticon hati di akhir. Tangisnya semakin pecah. Memegang hatinya yang begitu sakit, entah kapan akan sembuh.

Rafu [ Lembaran Baru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang