Part 31

11 0 0
                                    

Waktu itu cepat berlalu. Rasanya baru saja sehari, tiba-tiba sudah satu minggu dan gadis berambut ikal itu hanya duduk di kursinya menatap semu meja belajar yang menjadi saksi sehebat apa dia belajar hingga meja itu di hiasi banyak tempelan note. Tapi, hatinya tidak senang meski sudah melewati ujian tersebut yang dia rasakan malah kesepian. Menjadi pengangguran yang menunggu hasil ujian keluar. Dia menidurkan kepalanya memandang handphone yang terlihat sepi.

Dia melihat teman-teman nya yang mulai sibuk dengan dunianya sendiri. Mereka sibuk menata masa depan memilih Universitas mana yang cocok atau tempat kerja mana yang nyaman. Beda dengan gadis satu ini. Dia merasa bingung harus melakukan apa dari awal dia sudah putus semangat dan merasa dirinya yang sudah di pinang seseorang tidak perlu repot-repot memikirkan masa depan seperti itu.

Ditambah lagi kekasihnya yang sudah lama tidak pulang. Dia belum bertemu selama satu minggu belakang. Dia hanya ber- dengus pelan lalu bangkit dari rasa malasnya menuju dapur. Dia membuka kulkas dan meminum air dingin satu botol.

"Kodok!" latahnya. Dia memukul dadanya karna tersedak air minum. "Apasih!?" Kesal Tasya menatap Rayen yang tiba-tiba muncul di hadapan nya.

"Rangga" lirih Rayen memegang tangan Tasya erat. Gadis itu mengibaskan tangan Rayen dengan raut wajah kesal.

"Apasih!? Lepas! Kenapa Rangga?" tanya Tasya penasaran karna Rayen tidak meneruskan percakapannya.

"Ikut gw sekarang" ucap Rayen menyeret Tasya dengan paksa.

Tasya terus memberontak. Dia tidak suka saat Rayen seperti ini takut di jahili. "Mau kemana?" tanya Tasya heran. Pria itu memakaikan helm di kepala Tasya dan menyuruhnya buru-buru naik. Gadis itu ikut dengan tatapan yang curiga.

"Kita mau kemana?" tanya Tasya dengan suara yang bergetar tertipa angin.

"Nanti juga tau" ucap Rayen lalu mempercepat motornya.

"Awas aja kalau lu usilin gw!" ancam Tasya. Dia tidak bisa percaya sepenuhnya dengan Rayen.

***

Gadis itu buru-buru lari meninggalkan Rayen di lorong. Langkahnya berhenti di ujung ruangan berpintu dua. Menatap di sekitar yang terasa dingin. Yang dia rasakan hanya sakit yang melebihi batas dan rasa yang terus beradu dalam pikiran dan hatinya. Bahkan tangisnya kini tak bersuara di depan pintu bersandar lemas. Rayen yang berusaha mengejarnya kini dia mengatur nafas dan memandangi Tasya yang sudah menangis.

"Kenapa!? Bisa kaya gini?" ucap Tasya dengan meronta-ronta. Dia tidak tau harus membawa rasa sakit ini kemana.

"Semua akan baik-baik aja" ucap Erik mendekat ke arah Tasya dan menenangkannya. Dia memeluk tubuh gadis yang rapuh itu.

"Om ini semua mimpi kan?" tanya Tasya memastikan. Dia seakan tidak percaya dengan musibah yang menimpanya. Erik menggeleng dan mengelus-elus lengan bahu Tasya agar kuat.

"Tante Maya mana? Dia baik-baik aja?" tanya Tasya yang tidak melihat calon mertuanya di sekitarnya.

"Tante Maya drop, dia sudah di tangani dokter" ucap Erik sembari menahan slavina nya susah payah. Kini Tasya yang balik memeluk om Erik.

Mereka langsung berdiri tegang saat seorang berpakaian biru keluar dari ruang operasi. "Operasi nya berjalan dengan lancar, tapu maaf pasien saat ini koma, harus di rawat di ruang ICU sementara" ucap Dokter tersebut seakan merasa bersalah karna tidak bisa memberi kabar yang sepenuhnya baik.

Tasya yang mendengar semua itu hanya diam dengan sekujur tubuh yang lemas. Dia lalu duduk dengan tatapan kosong. Dirinya sangat shock dengan kabar tentang kekasihnya dan ini sangat tiba-tiba. Sudah lama dia menahan rindu. Tapi, kenapa pertemuan mereka kembali tidak seindah layaknya lagu romantis?

"Iya, baik Dok, terimakasih banyak." Sedangkan di sana perbincangan Erik yang sangat berterimakasih dengan dokter tersebut karna sudah menyelamatkan anaknya.

"Saya pamit, pak" ucap Dokter tersebut lalu di ikuti dua suster untuk mempersiapkan ruang ICU.

Tasya menatap semu kekasihnya yang terbaring di atas kasur dengan selang oksigen di hidungnya. Dia ingin mendekat dan melihat jelas wajah kekasihnya itu. Tapi, suster di sana menghalangi agar tidak menyentuh atau berdekatan dengan pasien secara dekat.

Tasya kembali menangis sembari mencubit pahanya yang terasa sakit dalam hatinya dia ingin segera bangun dari mimpi buruk ini dan memeluk kekasihnya dengan hangat. Dia di tuntun untuk duduk agar tenang dan bisa menerima semua yang terjadi. Erik terus mengelus punggung Tasya agar tenang. Rayen yang biasanya cuek apapun yang terjadi dengan Tasya kini dia memberi Tasya sebotol air mineral.

Arman yang baru datang langsung memeluk Erik untuk bersabar dengan musibah ini. Maria menghampiri Tasya dan menenangkan gadis itu dari tangis yang tiada henti.

"Ma, Rangga, Ma," ucap Tasya seakan ingin memberitahu semua rasa sakit yang dia rasa. Maria mengangguk dan mengusap air mata Tasya.

"Rangga anak yang kuat, tidak apa-apa" balas Maria berusaha meyakinkan Tasya, bahwa semua ini bisa dilalui.

"Kita harus laporin orang yang nabrak Rangga" tegas Arman dengan emosi yang meluap. Dia tidak bisa diam saja jika calon mantunya itu terluka.

"Rangga kecelakaan tunggal, dia pulang kerja, mungkin dia lelah" ucap Erik memperjelas, bahwa tidak ada korban jiwa, kecuali Rangga. Arman lalu ikut duduk dan menenangkan Erik. Dia merasa bersalah karna salah berita.

***

Semua berdiri di depan ruang ICU menunggu suster di dalam keluar ruangan dengan raut wajah yang tidak sabar.

"Angota keluarga boleh masuk tapi maksimal dua orang tidak boleh lebih dan harus pakai APD terlebih dahulu" ucap suster tersebut lalu menunjukkan ruang ganti. Tasya dan Erik langsung bergegas mengikuti suster tersebut. "Masuknya gantian, ya dan maksimal 30 menit saja" ucap Suster tersebut lalu mengantar Erik untuk masuk ke dalam.

Kini giliran Tasya yang masuk membuka tirai dengan tangan dan kaki yang bergetar. Dia tidak bisa menahan rasa takut kehilangan yang mengalir begitu saja. Dia tutup mulut agar tangisnya tidak terdengar. Mata yang tidak mau beralih dari kondisi kekasihnya yang kini banyak perban di kepala dan lengan kanannya.

"Lu itu egois! Seharusnya telpon gw buat jemput lu! Kalau udah kaya gini terus gw harus gimana? Gimana sama perasaan gw!? Lu itu enggak mikir sampai situ!" Cecar Tasya dengan nada yang agak tinggi. Dia lalu berjongkok dan menangis dengan dua tangan yang siap membungkam mulut. "Gw kangen banget sama lu."

Tangis Tasya menjadi-jadi. Dia tidak kuasa menahan rasa sakit ini, ada hasrat ingin memeluk Rangga. Hingga suster masuk dan meminta Tasya bergegas keluar karena sudah lebih dari 30 menit. Tasya keluar dari ruangan dengan mata yang sembab. Dia memeluk Maria agar rasa sakitnya bisa berkurang.

Tasya dan Maria kini masuk kedalam kamar inap Maya yang shok mendengar kecelakaan anaknya. Wanita paruh baya itu masih terbaring lemas sembari menangis sesenggukan. Maya mengangkat tangannya meminta peluk dengan Tasya. Mereka beradu tangis dan Maria hanya mengelus punggung Tasya agar bersabar.

"Jangan tinggalin Rangga ya sayang" mohon Maya. Dia takut semua rencananya bubar.

"Tasya enggak bakal tinggalin Mas rangga" jawab Tasya sembari menggelengkan kepala.  Dia mengusap air matanya dan sesekali menyedot ingusnya yang keluar. "Tante harus sehat, Tasya yakin Mas rangga kuat" imbuh Tasya merasa prihatin dengan Maya. Wanita itu mengangguk. Dia yakin anak semata wayangnya itu pasti kuat.

























Hallo. Lama ya? Selamat lebaran :v

Gimana menurut kalian?

Sampai bertemu di part selanjutnya

Salam Tata 😘
















Rafu [ Lembaran Baru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang