Part 16

34 3 4
                                    

Pria itu masih berada di depan rumah sembari memukul kepalanya. Dia meninggalkan jaket di kamar gadis itu. Kapan-kapan dia ambil. "Nak dari mana?" tanya Maya tersenyum melihat putranya pulang.

"Keluar sebentar, Ma. Mama kok di luar, dingin ma" ucap Rangga lalu memeluk Maya untuk masuk kedalam.

"Habis ketemu Gladis ya?" ledek Maya mencubit lengan Rangga pelan. "Udah besar ya" ucap Maya terlihat bahagia sebelumnya.

Rangga hanya tertawa pelan. Dia bingung harus jawab apa. "Gladis kapan datang lagi?" tanya Maya memanyunkan bibirnya.

"Gladis kan harus sekolah, Ma" ucap Rangga yang masih memeluk Mamanya.

"Apa ini? Kok tumben kemeja kamu kotor?" tanya Maya dia mengusap-usap agar noda itu hilang. "Darah? Kamu habis berantem?" tanya Maya lalu memukul lengan Rangga. "Anak nakal."

"Mama bukan apa-apa" ucap Rangga sembari melihat noda di lengannya. Pasti ini darah gadis itu.

"Ayah mana Ma?" tanya Rangga. Maya menggeleng. Dari tadi dia sendiri di rumah. Mungkin pria itu sedang pergi.

Rangga terdiam. Apa Erik bertemu dengan Arman? "Besok kamu jemput Gladis?" tanya Maya yang akhir-akhir ini selalu menanyakan gadis itu.

"Kenapa?" tanya Rangga heran dengan Mamanya.

"Bawa kesini sekalian, Mama kesepian" ucap Maya begitu manja dengan anaknya. Rangga mengangguk lalu tersenyum. Dia akan mengabulkan semua permintaan Maya, mama tercintanya.

***

Setalah peristiwa yang sulit itu akhirnya Tasya bisa bebas dan Arman tetap masih marah dengan Tasya. Dia tidak pernah menganggap lagi jika Tasya ada di rumah ini. "Tasya makan ya" ucap Maria sangat tulus. Dia menyiapkan bekal dan dimasukkan kedalam tas gadis itu.

"Ma, Aku berangkat kerja dulu" ucap Arman langsung pergi begitu saja tanpa sarapan. Tasya masih tertunduk. Dia berhenti dari makannya. Dia merasa memang Arman marah dengannya.

"Ayah, Tasya gimana? Enggak bareng sekalian" ucap Maria. Namun, diabaikan oleh Arman.

"Terserah gadis nakal itu" ucap Arman lalu berangkat kerja.

"Kamu naik angkot ya" ucap Maria lalu mengelus kepala Tasya. Tasya tersenyum dan melanjutkan makan.

Tidak lama lalu Tasya berpamitan untuk berangkat sekolah. Seperti biasa nya Tasya harus berjalan menuju halte. Dia masih menahan sakit di pergelangan kaki dan tangannya yang masih terasa sakit. Bahkan bekasnya membiru dan bengkak.

Gadis itu duduk dan memijat perlahan kakinya sembari menanti angkutan umum. Dia menaiki angkot yang sedikit penuh. "Mbak pelan-pelan dong" ucap wanita paruh baya yang ada di sampingnya. Tasya mengangguk meminta maaf.

Sesampainya dia harus memasang wajah ceria. Jangan terlihat terjadi sesuatu dengannya. Baru saja ingin melangkah meski dengan kaki pincang. Dia malah melihat Rangga yang mengantar Gladis berangkat sekolah. Tasya tersenyum. Biasanya dia yang turun dari mobil itu.

Tasya sepertinya tidak mau kelihatan sedih. Ini memang sudah maunya dan dia harus menerima kenyataannya, meski dia merasa sakit, tapi tak apa masih bisa di tahan. "Wadohh ponakannya jalan kaki nih?" ucap Mawar yang membuat Tasya kaget. Gadis itu hanya tersenyum lalu jalan perlahan.

"He! Inget ponakannya jalan kaki tuh" ucap Mawar sembari mengelakson. Dia meledek Gladis yang sudah di perlakukan bak dewi.

Gladis menoleh kebelakang bersamaan dengan Rangga. Tasya lalu tersenyum. Dia sampai di sebrang dengan susah payah lalu mencuci tangannya sebelum masuk.

"Mau di jemput?"

"Boleh"

Tasya menghentikan aktivitas nya sejenak. Dia mendengar perkataan begitu yang membuat dia tidak terima. Tapi, Tasya berusaha tidak menghiraukannya. Dia lalu masuk kedalam.

Rafu [ Lembaran Baru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang