Part 13

25 3 0
                                    

Tasya masih berfikir bagaimana harus mempertemukan Rangga dengan Gladis tanpa memberi tahu Rangga. Dia mengambil henphone nya. Ingin membuat pesan tapi rasa gengsinya melebihi batas.

"Tasya." Terdengar suara Maria memanggil namanya. Tasya langsung membuka pintu dan menatap Maria. "Ayah mau bilang sesuatu sama kamu" ucap Maria lalu mengeret tangan Tasya.

Gadis itu melihat Ayahnya yang terlihat tua. "Duduk" pinta Arman lalu meletakkan korannya.

"Ayah ingin membicarakan kamu dengan Rangga, 5 bulan lagi kamu lulus sekolah. Maksud Ayah, kapan kamu kasih kepastian sama Rangga kalau kamu benar-benar cinta sama dia" ucap Arman terdengar serius.

Gadis itu hanya menunduk. Dia juga tidak tau kapan dan dia malah berulah, temannya menyukai Rangga. "Rangga di kasih waktu orang tuanya 3 bulan kini tersisa satu bulan setengah, setelah itu Rangga akan fokus dengan pekerjaannya agar menjadi kapten" terus terang itu lebih baik dari pada waktunya semakin di ulur.

"Iya, Ayah, Tasya berusaha bisa dekat dengan Om ... maksudnya Mas Rangga." Tasya menepuk jidatnya, kenapa dia bisa salah bicara, di perbincangan serius ini sih.

"Baik kalau begitu, nanti Ayah bilang dengan Rangga bisa tidak kalian berbicara berdua" ucap Arman sedikit lega dengan ucapan putrinya ini.

Tasya menarik senyum. Dia lalu berpamitan untuk masuk kekamar. Akhirnya tidak debat lagi dengan Ayahnya. Tapi, kata-kata tadi tidak di rencanakannya sama sekali, spontan saja dia mengatakan sesuai hatinya. Eh?

***

Seperti yang di katakan Ayahnya tadi malam. Gadis itu sudah di suruh bersiap-siap dengan dandan secantik mungkin. Dengan berat hati Tasya berjalan ke kamar mandi. Padahal ini hari Minggu. Harusnya jadwalnya tidur.

"Ma, ini masih pagi, loh" ucap Gadis itu sembari keluar dari kamarnya dengan dandanan rapi. Padahal Tasya tidak ingin melakukan ini. Tapi, tubuhnya sendiri yang ingin melakukanya.

"Ini udah jam sembilan!" balas Arman sembari menunjuk jam dinding yang ada di belakang Tasya. Tasya membuka mata lebar agar bisa melihat.

"Mungkin ... besok-besok Tasya harus di beri jam alarm di setiap sudut, Om." Gadis itu membalikan tubuhnya kembali kehadapan awal. Suara itu, sungguh menyebalkan memberi ide yang tidak berfaedah untuk Gadis si tukang tidur.

"Diem lu ..." Mata Tasya menangkap tatapan tajam Arman. "Ah ..." Tasya lalu memelankan nada bicaranya.

"Sudah sana berangkat" ucap Maria yang tidak mau melihat lama-lama seperti ini. Gadis itu berjalan lebih dulu dan memakai sepatunya di luar. "Pamit ya, om, tante." Rangga mencium tangan kedua orang tua itu. Baru yang kaya gini cowok banget!

"Tasya gandeng dong tanganya" teriak Arman yang ada di ambang pintu membuat Tasya yang masih sibuk membenahi jepit rambutnya menoleh bersamaan dengan Rangga yang masih di belakang Tasya.

"Engga, emang mau nyebrang?" teriak Tasya menolak. Dia membayangkan tangannya yang halus bersentuh dengan tangan Rangga yang kasar. Eh, belum tau juga, kan belum pernah di pegang.

"Lah? Memang mau nyebrang di pelaminan kan?" teriak lagi Arman. Tasya menganga cukup lebar. Mukanya dongok sekali.

Sedangkan pria itu langsung sedikit berlari menghampiri Tasya yang masih mematung dan menggandeng tangan gadis itu paksa. "Hemm ... udah om" Tunjuk Rangga mengangkat tangannya yang masih memegang erat.

Arman tersenyum bahagia. Gadis itu terkaget dia merasakan setiap remasan tanganya. Dimana tangan gadis itu hanya separuh dari tangan Rangga. Jika di rasa-rasa tangan Rangga begitu halus dan lentik, apalagi kukunya rapih tidak ada kotoran yang menempel.

Rafu [ Lembaran Baru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang