Gladis masih terdiam dalam mobilnya dia tidak kunjung turun. Matanya begitu merah dan sembab. Tangisnya yang begitu mendesak dadanya tak mampu di tahan.
"Tasya lu jahat" ucap Gladis. Dia menutup wajahnya dan menangis keras di dalam mobil.
"Gw udah terlanjur suka sama calon suami lu" ucap Gladis begitu payah semangat. Dia terus berusaha menghapus air matanya. Dia sadar bahwa perkataannya itu salah.
"Lu emang butuh kasih sayang, tapi coba lu jujur kalau itu calon suami lu, gw pasti bisa jaga nafsu gw" ucap Gladis yang masih meluapkan tangisnya. Hingga ketukan dari jendela mobil membuatnya harus berpura-pura tidak apa-apa.
"Non Gladis di panggil Mama" ucap satpam rumah Gladis. Satpam itu masih memperhatikan Gladis yang sangat terlihat jelas habis menangis.
"Oh oke, saya ke sana" ucap Gladis lalu turun dari mobilnya. Dia memasuki rumahnya yang begitu besar dan mewah. Dari lingkup pertemanannya dia paling kaya dan paling bisa di andalkan dari segi apapun karna dia pemilik uang paling banyak.
"Iya ma, kenapa?" tanya Gladis dari belakang. Dia sudah melihat Mamanya duduk di sofa.
"Kemana aja? Sampai larut seperti ini" tanya wanita paruh baya itu. Dia memperhatikan pakaian yang di kenakan putrinya.
"Itu baju siapa? Baju baru? Tapi engga kelihatan baru" ucap wanita itu lalu bangkit dan memegang baju tersebut.
"Ini baju mamanya temen Gladis, Gladis dari rumah Tasya" ucap Gladis sembari melihat pakaian yang dia kenakan.
"Mama mau bicara." Raut wajah wanita paruh baya itu terlihat serius. Dia melepas kaca mata, meletakkan majalah yang ia pegang dan menatap putrinya begitu tegas.
***
Mata gadis itu membuka lebar. Dia terkejut melihat suasana yang berbeda. Dia masih melihat di sekelilingnya, tidak asing baginya. Dia memegang jidat dan mengambil kompres handuk yang masih di kepalanya.
"Tante Maya" ucap Tasya lalu mencoba bangkit. Dia melihat seorang pria tidur di atas sofa dengan selimut yang terlihat tebal.
Dia melihat jam yang terpajang di dinding menunjukan pukul sembilan malam. Dia merasakan tubuhnya yang sudah mulai membaik meski rasa lemas di tubuh masih ada.
Dia bangkit dari ranjangnya lalu menghampiri pria tersebut. "Om, emmh Mas Rangga" ucap Tasya mengganti sebutan. Dia rasa tidak sopan mengatai orang dengan sebutan lebih tua. Dia terduduk di lantai, tangannya menyentuh Rangga.
Pria itu masih terpejam dalam tidurnya. "Makasih" ucap Tasya lalu menyenderkan kepalanya di bahu Rangga. Pria itu menyadari ada sesuatu yang menempel di bahunya seperti menggelikan.
Rangga spontan langsung bangkit dari tidurnya. "Bangun, kenapa duduk di lantai?" ucap Rangga lalu menyuruh Tasya bangkit. "Ngapain si lu?" tanya Rangga menatap mata Tasya.
"Haus." Gadis itu bangkit sembari memegangi tenggorokannya.
"Ya udah bentar." Langkah Rangga terlihat berat, rasa ngantuk menguasai. Dia tidak akan melakukan ini jika tidak di pesani ibunya.
Dia datang sembari membawa teko dan gelas, meletakkan di atas meja. Gadis itu tersenyum lalu menuang air untuk dirinya.
"Matiin AC nya" ucap Tasya lalu mengambil remote. Rangga lebih sigap menahan. Mereka saling pandang beberapa detik sebelum Rangga langsung merebut remote tersebut.
"Gerah" ucap Rangga lalu memasukkan di dalam kantong celana. "Pakai ini" ucap Rangga sembari melepas sweeter yang dia kenakan.
Gadis itu masih terdiam memandang pria di hadapannya. Rangga langsung saja memakaikan sweeter tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafu [ Lembaran Baru]
Teen FictionJangan lupa folollow, comen Dan vote.. 😘 Kritik Dan pesan saya tunggu... ☺ Cinta diujung tanduk.. Rangga & Tasya Kejadian itu Adalah hal yang paling buruk . Ciuman manis kini tidak dirasakan Tasya lagi.. 😢