Langit tampak mendung dengan semilir angin yang menerbangkan daun-daun dan benda-benda berbobot ringan. Tak lama, tetesan demi tetesan air hujan mulai berjatuhan. Menjadi genangan air pada kubangan di jalan.
Angin membawa hujan tak tentu arah. Menciptakan kabut yang menutupi pandangan mata. Lampu-lampu yang menerangi jalan raya juga mati karena petir menyambar dengan kencang.
"Chan, ngapain disitu?" Haechan menolehkan kepalanya menatap Tenny yang berdiri dengan sebuah keranjang cucian di tangannya.
"Mau liat hujan maa.." jawab Haechan sembari merapatkan selimut tebal yang melindungi tubuhnya agar tetap hangat.
Tenny menggelengkan kepalanya, ia kemudian meletakkan keranjang cucian yang ia bawa di samping lemari pakaian Haechan. Setelahnya Tenny berjalan menghampiri Haechan yang tengah mendudukkan diri di dekat jendela kamarnya.
"Udah malem, dingin banget loh Chan. Nanti kamu flu." Suruh Tenny sembari mengusap surai putranya.
Haechan tersenyum, merasakan hangatnya tangan Tenny yang membelai kepalanya dengan lembut. Haechan menatap Tenny setelah sejenak memejamkan matanya.
"Maa.." panggil Haechan
"Iya?"
Tangan Haechan menarik tangan Tenny yang berada di kepalanya. Ia mengarahkan tangan Tenny untuk di genggam, lalu membawa tangan Tenny ke dalam selimut yang ia kenakan.
"Chan sayang mama..." Tiga kata yang membuat Tenny hampir meluruhkan air matanya.
Terharu tentu saja, awalnya ia berpikir jika kedua calon anaknya tak akan menerima kehadiran dirinya mengisi kekosongan yang tercipta di lingkar kebahagiaan mereka. Tenny bahkan sudah mengatakan bahwa I akan menyerah jika kedua anak dari mendiang sahabatnya ini tak mau membuka hati untuknya.
Tapi dugaannya salah, Hendery dan Haechan menerima dirinya dengan tangan dan hati yang terbuka. Bahkan Tenny masih tak menyangka jika dirinya mampu membuat dua anak yang baru kehilangan dekapan ibu merasakan kenyamanan dengannya.
Bukan hal aneh, dirinya sangat menginginkan buah hati. Dulu, pernikahannya terpaksa dibatalkan akibat keluarga mempelai pria tak menerima keadaannya. Rahimnya rusak, tak ada harapan baginya untuk memiliki buah hati.
"Mama..." Tenny tersadar dari lamunannya ketika suara Haechan kembali memanggilnya.
Ia menatap wajah putra bungsunya yang tampak kedinginan. Tenny dengan panik langsung menarik tubuh Haechan menjauhi jendela kamar pemuda tan yang kini terkapar di ranjang. Setelah memastikan Haechan sudah tenang di ranjang, Tenny langsung berjalan menutup jendela.
"M-maa, d-dingin.." ucap Haechan dengan suara yang bergetar hebat. Bibirnya membiru, membuat Tenny makin dirundung kepanikan.
"Iya sayang, mama peluk yaa..." Dengan cepat Tenny ikut masuk ke dalam selimut tebal yang menutupi tubuh menggigil putranya setelah menyalakan penghangat ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
─𝙉𝙞𝙜𝙝𝙩 𝙧𝙞𝙙𝙚 [END]
FanfictionSemua berawal ketika Haechan terpaksa ikut dengan sahabatnya yang akan melakukan night ride bersama club kekasihnya. Haechan yang pada dasarnya kudet masalah motor alias tidak bisa mengendarai motor pun pada akhirnya di jemput oleh teman satu club r...