Dihari yang sama, Johnny tengah duduk di dalam sebuah ruangan milik dokter yang bertanggung jawab atas Haechan. Sebelumnya, Johnny yang berada di kantor mendapatkan telepon dari dokter itu untuk membicarakan satu hal lain mengenai kesehatan Haechan.
Johnny menatap dokter itu yang tengah mencari sebuah berkas terkait kesehatan Haechan. Lelaki paruh baya itu tampak berjalan ke salah satu rak laci berukuran sedang, tangannya kembali menggeledah tiap lacinya.
Hingga saat ia menemukan sebuah map berwarna hijau, pria dengan balutan jas berwarna putih itu langsung berjalan menduduki kursinya.
Tangannya dengan cepat membuka map tersebut. Matanya meneliti pada salah satu kertas hasil lab dengan dahi mengernyit.
"Nah ini dia." Ucap dokter itu.
"Maaf saya menyuruh Anda datang lagi, tapi ini merupakan emergency. Kemarin, saya mengecek kembali kondisi Haedar. Ada hal janggal yang membuat saya memutuskan untuk mengecek darah Haedar melalui laboratorium." Dokter itu menjeda penjelasannya sejenak. Ia membuka kertas hasil laboratorium tadi lalu di berikan kepada Johnny.
"Haedar sering cerita masalahnya ke anda? Masalah yang benar-benar berat untuk dia topang sendiri, sampai harus minum obat penenang?" Tanya dokter itu.
Johnny mengernyitkan dahinya sejenak, kemudian ia menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan dokter itu. "Gak pernah cerita apapun, dia juga gak keliatan kayak nyimpen beban besar. Saya paham sama perilaku dan gelagat anak saya dok, jadi saya bisa bedakan."
Dokter itu menganggukkan kepalanya, ia menunjuk kertas yang berada pada genggam Johnny. "Di kertas itu, segala pengecekan laboratorium sudah pasti akurat dan jelas. Saya akan menjelaskan sedikit permasalahan yang saya takutkan akan memberikan dampak buruk pada kondisi Haedar."
"Dalam darah yang sudah di tes di laboratorium, terdapat zat dumolid pada darah Haedar. Dumolid Sindoro adalah obat generik nitrazepam 5 mg yang termasuk ke dalam kelas obat Benzodiazepin, obat penenang. Makanya saya tanya pada bapak, apakah Haedar memiliki masalah yang berat dalam kesehariannya? Saya bukannya menduga-duga, tapi obat ini bisa memperparah kondisi Haedar."
Johnny terdiam mendengarkan penjelasan dokter itu. Sang dokter memutuskan untuk mengunjungi ruangan Haechan dan menanyakan hal ini langsung pada si empunya. Tak lupa membawa seorang psikiater di rumah sakit tersebut untuk mengetahui hal yang lebih akurat lagi.
Sesampainya ruang inap, mereka bertiga di sambut dengan Haechan yang menatap bingung pada dokter pribadinya yang membawa seorang psikiater.
Seorang wanita cantik yang mengenakan kemeja bermotif polkadot dengan jas putih khas dokter sebagai luaran pakaiannya itu berjalan mendekati ranjang Haechan setelah sedikit berbincang dengan Johnny dan dokter pribadi Haechan.
"Haedar kan? Kenalin, aku Kian. Kita bisa jadi temen loh kalo kamu mau.." psikiater wanita itu mendudukkan dirinya di kursi samping ranjang rumah sakit yang Haechan tempati.
Haechan menatap bingung pada wanita itu. Kemudian ia menatap sang ayah dan dokter pribadinya secaa bergantian. Lalu kembali memusatkan atensinya pada wanita didepannya setelah melihat sang ayah berjalan keluar dari kamar inap nya.
"Eum, ya..tapi lebih akrab di panggil Haechan eum...kak?"
Kian tertawa ia menatap Haechan dengan wajah tenangnya. "Hahaha, santai aja. Kamu bisa panggil saya kakak kok. Intinya, senyaman nya kamu Chan." Jawab Kian dengan santai.
Kian menatap lekat pada manik bambi Haechan. "Mau sharing cerita gak? Tentang daily life kamu, atau masalah yang lagi kamu hadapi gitu? Siapa tau kakak bisa bantu kamu nyari solusinya. Tenang! Rahasia kamu aman kok sama kakak." Kian mulai memancing Haechan dengan pertanyaan yang sering ia gunakan ketika berhadapan dengan calon pasiennya.
Haechan memasang pose berpikir, "Gak terlalu banyak masalah sih. Cuma kadang suka kesel sama dosen botak yang kalo ngasih deadline suka gak ngotak gitu kak. Masa dikasih tugas nya hari Senin, terus deadline-nya cuma sampe hari Rabu. Ga etis banget, kalo jawabannya cuma ada di satu buku si gapapa. Tapi ini disuruh keliling segala perpustakaan biar bisa dapet bahan." Keluh Haechan panjang lebar.
Kian sedikit speechless, Haechan ini tidak seperti seseorang yang tengah mengalami masalah berat. Apalagi sampai harus meminum obat penenang. Melihat dari tatapannya yang menggebu-gebu seolah membuat siapa saja tahu, bahwa ia sedang menceritakan suatu kebenaran.
"Eee...Chan kamu gak mengonsumsi obat penenang atau apapun kan?" Tanya Kian to the point.
Haechan mengerutkan keningnya, menatap Kian dengan pandangan bingungnya. "Obat penenang? Bukannya orang sakit thalasemia gak boleh bergantung sama obat itu? Aku juga gak ngerasa pernah minum begituan deh."
"Terus, kemarin kamu minum obat ga? Ada yang aneh?"
"Kemarin itu kan aku ada makan di cafe sama temen baru dari fakultas lain. Yaa cuma minum latte sama makan. Itu aja si kak."
Kian mengangguk, ia mengatakan pada Haechan bahwa jam nya sudah habis. Kian segera berjalan keluar dari kamar inap pemuda berkulit tan itu untuk menghampiri dokter pribadi Haechan dan Johnny yang menunggu di luar.
"Gimana?" Tanya dokter itu sesampainya Kian di luar.
"Gak ada yang aneh, Haechan juga tidak seperti sedang menutupi sesuatu. Tapi menurut saya, ada yang gak beres sama lingkungan pergaulannya."
Johnny dan dokter itu terdiam mendengar penjelasan dari Kian. Sepertinya, sesuatu baru saja terjadi. Dan Johnny melewatkan hal tersebut hingga hampir membuat putra bungsunya celaka.
"Pak John, saya sarankan. Tolong awasi lingkungannya Haechan. Takut-takut ada orang yang punya niat jahat sama anak bapak."
Apa yang terjadi sebenarnya? Siapa yang mau mencelakakan putra bungsunya?
Jujur aja ini lagi maksain otak buat bekerja. maaf kalau kesannya gak natural atau gak nyambung sama chapter² sebelumnya ya:)) aku masih amatir buat bikin konflik, tapi pengen bikin konflik yang rumit hehe:))
Stop? Atau lanjut? Votement juseyoo
© hellojeppo_
KAMU SEDANG MEMBACA
─𝙉𝙞𝙜𝙝𝙩 𝙧𝙞𝙙𝙚 [END]
FanficSemua berawal ketika Haechan terpaksa ikut dengan sahabatnya yang akan melakukan night ride bersama club kekasihnya. Haechan yang pada dasarnya kudet masalah motor alias tidak bisa mengendarai motor pun pada akhirnya di jemput oleh teman satu club r...