Kalo ada typo atau kesalahan kata tolong tandai ya, sebenernya sebelum publis author juga udah baca cerita ini berkali-kali, tapi entah kenapa masih ada juga yang ketinggalan.
:')10. HANAN SI CUCU KESAYANGAN
"Kamu lagi!"
"Bisa enggak, jangan buat Papa emosi?!" Satya menatap Alisa tajam, sementara yang ditatap langsung tertunduk takut.
"Udah, udah! Sini Hanan ikut Papa aja." Hanan termenung, Satya lantas menghela nafas melihatnya. Satya pun beranjak dari tempatnya, bersiap memasukkan dua buah koper ke dalam bagasi.
"Ini."
Fokus Hanan teralihkan saat mendengar Alisa bersuara, gadis itu tampak menyodorkan sebungkus biskuit ditangannya. Hanan yang bingung langsung menunjuk dirinya sendiri, menatap sang kakak dengan tatapan bertanya.
"Hmm, semuanya buat lo!" ketus Alisa, "cengeng," desis gadis itu di akhir kalimatnya. Alisa kadang bingung, Hanan itu sudah kelas 4 SD, tapi masih saja cengeng dan kekanakan.
"Hanan, ayo sini!" Seruan Satya membuyarkan lamunan Hanan, laki-laki itu tersenyum, menatap Alisa sambil berkata, "Makasih ya! Hehe." Hanan tersenyum manis.
Alisa berdecih melihatnya, gadis itu pergi meninggalkan Hanan yang kini menatapnya sendu. Hanan menghembuskan nafas panjang ditempatnya, mungkin--sebaiknya Hanan tidak meminta biskuit kepada Alisa tadi.
***
Kamis
7.30 PMPerjalanan Jakarta--Bandung memakan waktu kurang lebih 4 jam lamanya, selama itu pula Alisa menghabiskan waktunya untuk beristirahat. Sesampainya di kediaman Nenek Rita, Alisa berserta keluarga kecilnya berkumpul di dalam ruang keluarga.
"Nek." Alisa menjulurkan tangannya di hadapan Rita, sang nenek. Alisa mengernyit heran karena Rita tak juga membalas uluran tangannya, wanita berusia kepala enam itu malah menatap Alisa aneh.
"Ini siapa?" tanya Risa bingung sendiri, Alisa menghela nafas. Baru satu tahun mereka tidak bertemu tapi Rita sudah melupakannya, miris sekali. Alisa pun menjawab, "Alisa, Nek," katanya, "Nenek lupa ya?"
Rita terkikik, wanita itu lantas menarik Alisa ke dalam pelukannya. "Bercanda, Nenek belum pikun ya, Al!" katanya kepada Alisa. "Nenek masih muda, masih sehat, dan masih bugar!"
Alisa terbahak. Bukan hanya Alisa, bahkan semua orang yang berada di satu ruangan bersama Alisa turut tertawa mendengar ucapan Rita yang terkesan dilebih-lebihkan.
Di sisi lain ada Mawar yang sedang berlarian membawa sekantong pelastik penuh berisi petasan, mendengar Alisa akan datang dan menginap membuatnya antusias. Sudah terhitung dua tahun dirinya tidak bertemu dengan Alisa, rindu? Pastinya. Kedua gadis itu sangatlah dekat bak saudari kandung.
Mawar mengatur deru nafasnya yang tidak beraturan, maniknya menatap bangunan yang berdiri kokoh di depannya. Gadis itu berjalan mengendap-endap mendekati pintu utama, mengintip ke dalam rumah.
Satya yang tidak sengaja melihat kepala Mawar menyembul masuk lantas terperanjat kaget dibuatnya. "Astaga!! Mawar toh ternyata, bikin kaget aja. Ayo, ayo masuk!"
"Loh, Mawar ada di sini juga ternyata?" tanya Erika.
Rita tersenyum. "Iya, sudah mau seminggu Mawar liburan di sini," jawab Rita dijawab anggukan kecil dari Erika.
Saat ini Mawar hanya mampu menampilkan senyuman canggung mendengar obrolan-obrolan para orang dewasa, dia berjalan menghampiri Alisa, menarik-narik tangan kurus sepupunya. "Kenapa?" Alisa bertanya.
"Ayo main petasan!" bisik Mawar, "nih, ada banyak." Mawar menggoyangkan plastik ditangannya, alisnya naik-turun, membuat Alisa langsung antusias.
"Ayo!" Alisa menarik lengan Mawar, membawanya berlari keluar rumah. Kini kedua gadis itu sudah berada di halaman kosong samping rumah Rita. Tempat ini benar-benar gelap, hanya bermodal lampu senter sebagai sumber pencahayaan.
"Ada apa aja?" tanya Alisa penasaran sambil memperhatikan Mawar yang sedang asik mengacak-acak isi kantong plastiknya.
"Ada banyak dong, bandar mercon bersertifikat ini!" Mawar tersenyum miring sembari membusungkan dadanya angkuh, Alisa tertawa.
"Tuh ada air mancur, tikus, gasing... terus ini, apa ya?"
"Kembang api ada?"
"Enggak ada, cupu ah! Enggak menantang adrenalin!"
"Bagus deh!" Alisa tersenyum puas, detik berikutnya ia turut berjongkok bersama Mawar, melihat-lihat berbagai macam petasan yang akan mereka mainkan.
Hanan yang mendengar suara bising diiringi suara cekikikan dari samping rumah lantas menghampiri asal suara, maniknya berbinar kala melihat Alisa sedang menggenggam sesuatu yang tampak tak asing dimatanya. Itu petasan!
"Woahhh!" Hanan berlari mendekati kedua kakaknya, laki-laki itu mengerjap kagum, terlalu banyak jenis petasan, entah berapa uang yang Mawar habiskan untuk membeli semua ini. "Aku mau ikut main boleh enggak." Hanan melemparkan tatapan penuh harap. "Boleh ya? Boleh kan?"
Mawar berdecak, gadis itu bangkit dari tempatnya. Wajah Mawar kini terlihat garang, gadis itu menatap Hanan malas seraya berkata, "Enggak." Hanan tertegun, satu kata itu terdengar mutlak bagi siapa saja yang mendengarnya.
"Kenapa? Itu punya Kak Ali juga kan? Aku ikut boleh kan, Kak?" Alisa tidak menjawab, gadis itu memilih mengacuhkan ocehan adiknya. Hanan merasa dadanya kini berdenyut nyeri.
"Itu punya gue!" timpal Mawar sarkas, "semuanya punya gue!" Gadis itu kembali menegaskan. "Dan lo enggak boleh ikut main, cuma Alisa yang boleh."
Hanan hampir menangis, Alisa turut sesak melihatnya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dirinya amat senang mengetahui Mawar juga membenci Hanan, Alisa memang tidak mau Hanan ikut bermain bersamanya, tapi entah kenapa Alisa ingin sekali menampar wajah Mawar keras-keras.
"Pergi sana, enggak usah ngadu, cengeng!" Mawar berbalik menatap Alisa, dia tau Alisa tak akan membela Hanan, itu yang membuatnya berani melemparkan kata-kata sarkastik kepada sepupunya.
Dirasa Hanan sudah melenggang pergi Mawar kembali membuka suaranya. "Tahu enggak, kenapa gue kesel tiap kali lihat muka Adik lo?"
Mawar menyambung kalimatnya. "Karena dia selalu diistimewakan." Alisa mengepalkan buku-buku jarinya, pasal ini lagi. Alisa tegaskan sekali lagi, sebenarnya boleh saja mereka mengistimewakan Hanan, namun jangan juga terlalu diperlihatkan seperti ini. Kenapa orang-orang dewasa tega sekali? "Di depan mata gue--"
"Gue tahu," tukas Alisa, Lagi dan lagi tidak jauh dari kata mengistimewakan, Alisa sungguh muak. Rasa benci dan iri ini, bukan Alisa dan Mawar yang menciptakannya, tapi keluarganya. Tanpa sadar keluarganya sendiri yang menanamkan rasa benci ini dalam diri mereka.
"Tahu kenapa dia diistimewakan?" Ada jeda. "Karena hanya Hanan anak laki-laki di keluarga ini, dia satu-satunya." Alisa membuang nafas kasar mendengar kalimat Mawar, ada apa dengan laki-laki? Bukankah perempuan juga istimewa?
Sementara itu Hanan termenung di dalam kamar yang akan dia pakai untuk sementara waktu, maniknnya menerawang jauh keluar jendela, ternyata bukan hanya Alisa saja yang tidak menyukai dirinya, namun Mawar juga.
Detik berikutnya Hanan tersenyum kecil melihat Mawar berteriak dan berlari terbirit-birit menghindari petasan tikus yang baru saja dia nyalakan, petasan itu mengejarnya, nampak Alisa tertawa terpingkal-pingkal melihat adegan tersebut.
Namun senyuman Hanan harus luntur kala melihat sosok Guntur berjalan menghampiri dua ponakan gadisnya. Paman mereka yang terkenal galak itu tengah memarahi Alisa dan Mawar, apa penyebabnya? Tentu saja karena mereka tidak mengajak Hanan bermain bersama dan membuatnya murung. Sejujurnya Hanan merasa kasian tapi di sisi lain dia juga merasa puas dan senang, ada apa dengan Hanan?
Maafkan Alisa dan Mawar yang egois ya kawan.
Maafin author juga karena telat update, beberapa hari terakhir ini author sedang sibuk menjalani ujian hehe. Menguras otak banget dikarenakan author tidak pernah belajar, doain semoga gue hoki ya.
Author pamit undur diri.
![](https://img.wattpad.com/cover/271456234-288-k663771.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
THIS ABOUT ALISA
Teen Fiction"Lo tuh ibarat sakit gigi ya? Datang dan pergi seenaknya, tanpa bisa gue kontrol ataupun gue larang." Lahir dari rahim yang sama namun dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda membuat Alisa menaruh rasa iri pada adiknya, keadaan mendadak berubah...