BAB 16 : Pemikiran Gila

368 79 16
                                    

Sedikit informasi buat para readers, bahwa cerita versi wattpat ini sengaja nggak gue tulis dengan lengkap, kalau kurang paham mohon maaf ya

#

SEPULUH hari berlalu cepat bak hembusan angin yang sekedar numpang lewat tanpa bisa mampir, dan sepuluh hari Alisa hidup tanpa Satya dan Erika yang mendampingi. Sementara itu Alisa terlihat fokus menghabiskan hari-harinya untuk belajar mengemudi, entah apa yang terpikir di kepala cantik si angkuh itu. Awalnya Nilam, sang Nenek, menolak keras permintaan Alisa dengan alasan usia Alisa masih terlalu dini. Bagaimana tidak? Alisa itu masih baru banget lulus SD (sekolah dasar) asal kalian tahu, gila saja minta diajari menyetir!

Di usia sedini itu, Nilam pikir permintaan Alisa yang satu ini cukup ekstrem juga. Jujur, bila diberi pilihan, Nilam lebih memilih mendaki gunung Semeru diusia senjanya ini dan berakhir opname dari pada harus menuruti ucapan gila cucu perempuan satu-satunya yang positif sinting itu.

Ngomong-ngomong, kemarin lusa Hanan sudah diperbolehkan pulang, menjalani rawat jalan di rumah karena kondisinya yang kian membaik. Bocah itu juga sudah diberitahu pasal berita meninggalnya mendiang Satya dan Erika, awalnya keadaan Hanan nyaris drop lagi. Tapi, berkat orang-orang rumah yang menjelaskan pelan-pelan kepada Hanan, Hanan pun mampu menerima kenyataan pahit yang harus ia alami meski perlahan.

Kamis malam yang hening nan sunyi ini Alisa benar-benar dibuat boring setengah mati, sungguh! Sekarang posisi Alisa duduk menghadap Nilam dengan wajah super kusutnya, merasa sedang bak diinterogasi oleh gerombolan polisi kurang kerjaan Alisa mendengkus keras.

"Kamu pasti sayang kan sama Hanan? Iya, kamu sayang kan sama adikmu," kata Nilam, "tolong Alisa... tolong, Nenek memohon sama kamu. Nenek sayang kalian, semua ini juga demi kebaikan kamu dan Hanan!"

Lagi dan lagi Alisa membuang napas berat, memperlihatkan gurat-gurat malas juga lelahnya pada Nilam. Setelah perdebatan kecil yang menyertakan Hanan sore tadi, kenapa ia juga harus diintrogasi dan dilempari berbagai macam pertanyaan kelewat bodoh seperti sekarang?

"Nenek percaya aku kan? Jadi buat apa Nenek harus mengkhawatirkan hal yang enggak perlu. Hanan enggak bakal aku lukai, aku sayang adikku melebihi apapun!" Alisa berbicara tegas. Tidak perlu heran, dia memang terkenal sebagai sosok yang pandai bicara dan jangan lupakan satu hal bahwa Alisa itu gadis bermulut pedas.

"Kamu bisa jamin Hanan akan baik-baik saja?" Nilam menunjukkan tatapan menyelidik, kalimatnya terdengar bertanya seolah meragukan ucapan si cucu.

"Enggak penting." Alisa mendesis, ia muak sendiri.

"Alisa—"

"Nek!" tukas Alisa cepat, gadis itu langsung tertawa sumbang. "Apa perlu Nenek bersikap seperti ini?" Ada jeda. "Kan, seharusnya Nenek senang kalau Hanan bisa bertemu Mama dan Papa lagi, jika sewaktu-waktu Hanan mau, Hanan memohon sama Alisa, aku bakal bantu dia detik itu juga!"

Nilam terperangah ditempatnya, syok berat. Detik ini Alisa benar-benar menunjukkan wajah aslinya, sosok mengerikan itu akhirnya keluar setelah menghabiskan bertahun-tahun untuk bersembunyi dibalik kedok cuek Alisa. Kini Alisa memperlihatkan secara gamblang betapa sakit mentalnya, Alisa itu tidak bisa dianggap sepele. Bibit pembunuh ada dalam diri gadis itu.

"Kamu enggak sayang sama adikmu, itu jahat Alisa!" Nilam tidak habis pikir, sudah lebih dari setengah jam lalu Nilam terus berupaya keras membujuk cucu perempuannya. Tapi, apa? Selalu saja kalimat keji, tidak manusiawi yang dia dapatkan.

"Aku nggak ngerti bagaimana itu bisa dibilang jahat."

"Alisa kamu enggak mencoba melukai Adik kandungmu kan?" Nilam terlihat lebih was-was, mudah terbaca dari caranya menatap lawan bicara.

THIS ABOUT ALISA  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang