"Lo tuh ibarat sakit gigi ya? Datang dan pergi seenaknya, tanpa bisa gue kontrol ataupun gue larang."
Lahir dari rahim yang sama namun dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda membuat Alisa menaruh rasa iri pada adiknya, keadaan mendadak berubah...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ruang kelas 7C, bersebelahan dengan ruang BK, dan berada di ujung lorong belakang deret gedung kelas 8. Di sinilah Alisa beserta teman-teman 7C ditempatkan, bukan kelas istimewa memang, tidak juga berisi orang-orang pintar seperti kelas unggulan, 7C hanyalah kelas biasa penyedia stok murid-murid nakal penentang pulang petang.
Di meja pojok paling depan tampak seorang gadis berponi dengan anteng menopang dagu pada punggung tangan, atensinya terfokus pada hamparan mega biru di balik kaca jendela. Alisa butuh hiburan, sungguh! Rasanya terlalu muak untuk sekedar mendengarkan celotehan Alyas mengenai hal-hal konyol di luar nalar.
"Alisa, heh!" Alyas mengguncang bahu lebar sang rekan. "Are you kidding?! Dari tadi gue ngomong sampai mulut keluar busa masih nggak lo dengerin?" Alyas melipat tangan di depan dada dan mendengkus keras. "Tahu, ah! Lo nggak pernah nggak nyebelin!"
"Manyun mulu, lo! Sakit mata gue!" Melvin tiba-tiba menyambar, dia terlihat mendekat sesekali mengunyah permen karetnya, laki-laki itu segera mendudukkan bokong pada kursi khusus guru yang saling berhadapan dengan bangku kedua sahabatnya.
"Fuck, ini gara-gara lo ya! Gue sama Alisa harus terdampar di kelas ini gara-gara elo!" wajah Alyas merah padam, bukan karena malu atau apa, melainkan karena murka. Ya Tuhan, Melvin rasa gadis itu terlihat berkali-kali lipat lebih menyeramkan dari pada sebelumnya. "Seharusnya gue bisa masuk kelas unggulan, brengsek! Biar si sialan Amel itu tahu dan nggak belagu!" sambungnya menggebu-gebu penuh nafsu.
"Apa sih, gue cuma nggak mau kita pecah belah lagi, seharusnya lo berterimakasih sama gue, Alyas!" Melvin terlihat jengah, suaranya yang terdengar keras langsung mengalihkan atensi semua orang padanya, menatap laki-laki itu juga Alyas dengan berbagai macam ekspresi. Ada juga yang berbisik kecil, hal itu membuat Alyas mengumpat tertahan. "Sialan! Terserah lo, setan!"
Gurat-gurat yang terlukis di wajah Alyas menyiratkan kelelahan mendalam, memancing rasa bersalah dalam diri Melvin. Jadi, ingin tahu alasan dibalik kekesalan Alyas? Baiklah-baiklah, mari kita putar sedikit waktu ke belakang, tepatnya saat ujian pemilihan kelas tiba. Hari di mana Melvin meminjam lembar jawaban Alisa dan Alyas dengan dalih ingin menyontek juga mencocokkan jawaban mereka. Tapi, apa? Laki-laki urakan itu malah mengganti jawaban Alisa dan Alyas dengan jawaban miliknya, bagaimana Alyas tidak kesal coba? Tolong jelaskan bagaimana Alyas tidak harus marah-marah setelah mendengar pengakuan Melvin.
"Selamat pagi!"
Seorang laki-laki dewasa berjalan tergesa memasuki kelas, melihat hal itu cepat-cepat Melvin bangkit dan bergegas kembali pada bangkunya.
Laki-laki tadi meletakkan barang bawaannya ke atas meja, berdiri di depan kelas dan membuka suara. "Sebelumnya perkenalkan nama saya Cakra Dewantara, bisa dipanggil Pak Cakra, wali kelas baru kalian. Usia saya 25 tahun, di sini saya mengajar pendidikan jasmani dan rohani, asal saya dari Kota Malang, dan kebetulan sekali saya masih singel." jelasnya memperkenalkan diri, disusul tawa geli seluruh warga kelas.