Alisa membanting keras pintu kamarnya, setelah memastikan bahwa pintu tersebut benar-benar terkunci Alisa lantas berjalan gontai mendekati ranjangnya. Alisa lelah, seluruh tenaganya seolah menguap begitu saja. Alisa terduduk pada bibir ranjang, matanya menerawang jauh keluar jendela. Langit tampak temaram, mega yang mulanya berwarna biru terang kini didominasi awan hitam. Alisa pikir semesta tengah mengejek dirinya, menertawakan nasib buruknya.
Alisa berbaring terlentang, menatap kosong langit-langit kamar, gadis malang itu termenung. Pada akhirnya Alisa kembali mengalah pada keadaan, bulir-bulir air mata ini sudah tak sanggup ia bendung lagi. Dadanya berdenyut nyeri, kenapa semesta memperlakukan dirinya bak penjahat? Tuhan, Alisa hanyalah seorang gadis kelas 6 SD yang sedang pusing memikirkan Ujian Nasional.
Alisa membuang nafas kesal, teringat sosok Alyas membuat emosinya tidak stabil saja. Popularitas, kata itulah yang membuat Alyas lupa akan dirinya, bahkan seorang Alyas pun malu mengakui Alisa sebagai teman dan lebih memilih teman-teman famousnya.
Alisa meratap, apakah dirinya serendah itu? Tolong katakan pada Alisa bahwa dirinya tidak sememalukan itu hanya untuk--sekedar diakui keberadaannya.
Alisa menunduk lemas, bahunya bergetar. Apa empat tahun ini tidak ada artinya sama sekali untuk Alyas? Alisa kurang ramah ya? atau Alisa kurang baik? Gadis itu mengusap jejak air matanya. Kenapa Alyas tega mempermainkan kepercayaan seorang gadis emosional yang benci bersosialisasi seperti Alisa? Katakanlah bahwa Alisa berlebihan atau apalah itu, dirinya hanya merasa kecewa saat ini.
Sedangkan di lain kamar terdapat seorang laki-laki dengan raut masam sedang sibuk berguling-guling di atas kasur, laki-laki itu menghentikan aktivitasnya sejenak untuk mengerang geram, mengeluarkan segala unek-uneknya dan melanjutkan kembali aktivitas bergulingnya, siapa lagi dia jika bukan Melvin.
Melvin meraih ponsel pintarnya, dia sudah tak sanggup melanjutkan perang dinginnya dengan Alisa lebih lama lagi, nanti siapa dong yang akan menemaninya jajan jika mereka saling bermusuhan? Pokoknya hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Baiklah, sepertinya Melvin yang harus meminta maaf lebih dulu, tapi bagaimana? Tanpa berlama-lama lagi Melvin segera membuka room chatnya dengan Alisa dan mengetikan sesuatu pada layar ponselnya.
Melvin
Heh!---DalateMelvin
- Annjeemmm!!
- Teruntuk Alisa si cewek berjakun---Dalate"Nanti tambah marah." Melvin bergumam kecil, bukannya damai, karena menerima pesan chat menjengkelkan dari Melvin barusan dapat kita bayangkan bahwa kedua remaja itu akan berujung saling menikam.
Melvin
🙏🏻👍🏻---Delete"Arrghh!" Melvin menjambak rambutnya gemas, dirinya bukan master Limbad, untuk apa mengirimkan pesan emoji seperti itu? Hingga akhirnya Melvin memilih untuk menurunkan sedikit egonya, Melvin menarik nafas panjang sebelum kembali mengetikkan sesuatu pada layar ponselnya.
Melvin
- Alisa, lo beneran ngambek ya sama gue?
- Maafin.
- Besok gue traktir.
- Cendol.Melvin kembali berguling-guling, laki-laki itu mengigit bantalnya brutal. "Dih? Cendol?" Melvin berargumen. "Kere banget," cemooh Melvin mengatai dirinya sendiri.
Melvin
- Canda cendol.
- Minuman itu deh, sketchbook
- Stakbuk
- Starbook, eh, apaan si?Selama 10 menit Melvin memantau ponselnya, sayang Alisa tak juga membalas pesannya. Melvin tidak tahu saja jika temannya itu sedang galau berat.
Ting!
Bunyi notifikasi terdengar nyaring di tengah keheningan malam, dengan gesit Melvin menyambar ponselnya. Melvin mengeluh, ternyata notifikasi itu bukan berasal dari Alisa melainkan Raden, teman kelas mereka. Melvin menatap sengit ke arah ponselnya, dirinya baru sadar bahwa Alisa yang hanya membaca pesan darinya, benar-benar menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THIS ABOUT ALISA
Fiksi Remaja"Lo tuh ibarat sakit gigi ya? Datang dan pergi seenaknya, tanpa bisa gue kontrol ataupun gue larang." Lahir dari rahim yang sama namun dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda membuat Alisa menaruh rasa iri pada adiknya, keadaan mendadak berubah...