Tin-tin-tin!
Kekuatan klakson dari Camry putih di depan gerbang mampu merenggut atensi si pemilik rumah, yang tak lain ialah Alisa dan Satya. Tepat saat mobil itu berhenti Satya langsung memberikan senyum terbaiknya.
"Mau ketemu Mama?" tanya Satya tiba-tiba, Alisa hanya mengangguk kecil sebagai respon, nampaknya gadis itu masih mau betah-betah menyembunyikan wajah cantiknya pada ceruk leher sang ayah. Sudah terlalu nyaman untuk sekedar diabaikan.
"Alisa!!" seru seseorang, suaranya terdengar familiar, suara yang begitu Alisa rindukan. Alisa menoleh ke asal suara, terlihat sosok Erika, ibu Alisa, sedang merentangkan tangannya lebar-lebar. Wanita cantik itu berlari menghampiri putri kecilnya, timbunan rasa rindu yang sudah terlanjur membukit ini tak sanggup lagi dia bendung.
"Kangen Mama nggak? Pokoknya harus jawab kangen, nggak boleh nggak!" kata Erika kala tubuh kecil Alisa sudah berada dalam gendongannya. Alisa mengangguk cepat, seulas senyuman manis dengan perlahan kembali mengembang sempurna.
"Aduh-Aduh! Alisa udah berat banget ya? Mama sampai nggak kuat lagi gendongnya." Erika mengeluh disertai tawa kecil. "Pinggang Mama sakit, nih! Aduh..." adu Erika terkekeh.
Wanita sosialita dengan style santainya itu menurunkan tubuh kecil Alisa, Erika duduk berjongkok di lantai dan menangkup wajah bulat putrinya, menatap lamat bocah berponi itu. "Mama punya kejutan lho, buat Alisa." Erika tersenyum lebar, manik belo Alisa berkedip berulang kali.
Alisa hanya diam, irisnya bergulir menatap objek lain. Bocah poni itu tak mengindahkan ucapan Erika, sekarang Mbak Ida dan seorang bayi laki-laki dalam godongannya itu lebih menarik dimata Alisa, si bayi tampak Asing. Kira-kira siapa bocah itu? Apakah dia anak salah seorang pembantu di sini, barangkali? Entahlah, poin pentingnya siapapun dia, jangan sampai bocah ini menjadi duta baru di rumah dan menggeser kasta Alisa. Enak saja! Ijinkan Alisa egois kali ini.
Tak ingin mati penasaran Alisa langsung mengangkat tangannya, jarinya terjulur menunjuk ke arah bayi dalam gendongan Mbak Ida. "Itu siapa, Ma?" Alisa bertanya. Matanya menatap Erika dalam, seolah menuntut penjelasan pasti dari wanita karier itu.
Lagi-lagi Erika memamerkan senyum cantiknya. Tapi, kali ini Erika menghindari pertanyaan Alisa. "Ayo masuk dulu, nanti Mama kasih tahu." Erika menggandeng tangan mungil Alisa, mengajaknya masuk ke dalam rumah. Sedangkan Mbak Ida dan Satya mengekor di belakang.
Erika menuntun Alisa memasuki kamarnya di lantai dua, wanita itu mengambil alih bayi laki-laki tadi pada gendongnya. Alisa tidak munafik, bayi itu terlihat super duper menggemaskan, pipinya merah berisi juga bermata bulat, mirip seperti Alisa.
Erika terbahak geli melihat si sulung yang bersembunyi di ambang pintu, bocah poni itu masih terlihat malu-malu. "Sini, ayo!" pintanya terdengar mutlak. Alisa termangu sejenak, akhirnya bocah itu melangkah mendekati Erika, menghabiskan beberapa saat untuk mengamati bayi dipangkuan sang ibu sedetail-detailnya. Tanpa sadar Alisa tersenyum senang sekaligus gemas, rasanya begitu ingin ia menyentuh pipi chubby bayi itu. Tapi, rasa takut mendominasi hati Alisa.
"Namanya, Hanan Arsyana." Erika berucap, tangannya terjulur mengusap sayang surai hitam si sulung. "Adik kamu." Ia melanjutkan.
Napas Alisa tercekat, spontan kaki kecilnya melangkah mundur. Demi apapun Alisa masih belum mampu menelan apalagi mencerna baik-baik kalimat Erika, rasanya masih seperti mimpi. Mama menghilang selama berbulan-bulan dengan dalih sibuk mengurus butik dan restoran yang katanya kian ramai pengunjung, sekarang Erika tahu-tahu pulang membawa seorang bayi kecil yang berstatus sebagai adiknya? Wow, surprise! Kejutan yang sangat keji menurut Alisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
THIS ABOUT ALISA
Fiksi Remaja"Lo tuh ibarat sakit gigi ya? Datang dan pergi seenaknya, tanpa bisa gue kontrol ataupun gue larang." Lahir dari rahim yang sama namun dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda membuat Alisa menaruh rasa iri pada adiknya, keadaan mendadak berubah...