SEBUAH SEPEDA motor melaju kencang, menerobos lampu lalu lintas dari arah berlawanan dan menabrak Hanan yang sedang menyebrang kala itu. Kejadian berlangsung cepat. Tubuh Hanan seketika terpental, beruntung tidak jauh. Pelipis Hanan berdarah-darah lantaran sudah terseret---bergesekan dengan aspal.
Si penabrak yang diduga juga terjatuh mencoba menegakkan kembali motornya, dibantu sang rekan yang memang sedang dia bonceng saat itu dan melarikan diri begitu saja. Tanpa ungkapkan kalimat permintaan maaf, tanpa ada niat bertanggungjawab.
Hanan menangis meraung di sisa kesadarannya. Objek apapun yang Hanan lihat sekarang nampak buram. Bau anyir menyeruak, menusuk hidung. Ingatan pasca kecelakaan hari itu, kecelakaan yang sudah merenggut nyawa kedua orangtuanya balik menyapa tanpa permisi. Jantung Hanan berdebar tidak beraturan, berdenyut terlalu kuat, sampai-sampai dada Hanan mendadak nyeri di buatnya.
Hanan memejamkan mata, coba lupakan genangan darah di sekitar kepalanya. Cairan merah kental itu buat Hanan rasakan jijik, takut, marah, mual, ah... entahlah. Yang pasti, Hanan mulai benci melihat darah, teramat sangat benci. Seperti mucul rasa takut juga benci secara tiba-tiba dihatinya, rasa itu terlampau besar, jika boleh digambarkan mungkin ibarat sebuah ember yang terus diisi air meski ember tersebut sudah terisi penuh oleh air, meluap-luap. Ya, kurang lebih seperti itu rasanya. Hanan sedikit trauma.
"Sakit... Kak Al, sakit..."
****
"Raja!" Hanan berseru. "Oper ke gue!" imbuhnya. Tapi... Mengapa Raja abaikan dirinya? Laki-laki itu malah menendang bola keluar lapangan. Hanan diam dengan segala rasa bingungnya, laki-laki di depan sana seperti bukan Raja saja. Ada apa sih dengan teman dekatnya itu?
"Raja! Kenapa sih sama lo?!" Saat Hanan mengajukan pertanyaan, Raja sengaja menghindar, tentu hal itu buat Hanan rasakan jengkel. "Nggak jelas lo, Ja! Aneh!"
Raja berbalik, tatap mata Hanan lekat-lekat. "Hei, elo yang nggak jelas. Kenapa lo ikut masuk? Harusnya lo lagi duduk manis di sana sekarang." Telunjuk Raja mengarah ke tribun.
Huh? Hanan membatin, dia semakin bingung. Benar-benar konyol, buat apa Hanan duduk manis di tribun? Hanan 'kan salah satu pemain inti pada tournament sepak bola tahun ini. Sebetulnya Raja ini sedang mabuk atau apa sih? Ada apa dengan dia?
"Lucu lo. Jelas-jelas gue itu pemain inti, sama kayak elo! Coba jelasin gimana bisa gue duduk santai sambil nontonin teman-teman gue latihan kayak orang tolol di atas sana?" Bukannya menjawab, Raja malah tatap Hanan iba, jatuhnya seperti penghinaan di mata Hanan.
"Masih lupa?"
Lupa? Astaga, Raja mulai berkata omong kosong lagi. Sebenarnya Raja ini kenapa, jangan-jangan beneran mabuk ya? Tapi 'kan Raja masih kecil, masih terlalu dini buat mabuk-mabukan. Wah-wah, mental Raja besar sekali ya.
"Hanan, lo udah didiskualifikasi."
Blank.
Pikiran Hanan mendadak blank, tatapannya kosong, benar-benar kosong. Didiskualifikasi, satu kata itu buat dada Hanan sakit, isi kepala Hanan seperti langsung diacak-acak oleh seorang misterius, semuanya porak-paranda, amburadul! Hah... Lengkap sudah.
"Tapi..." Hanan seperti mau menangis. Tapi, Hanan mencoba tegar dan tetap melanjutkan.
"Kenapa?" Begitu imbuhnya. Alis Hanan bertaut heran, baiklah, Hanan butuh penjelasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THIS ABOUT ALISA
Fiksi Remaja"Lo tuh ibarat sakit gigi ya? Datang dan pergi seenaknya, tanpa bisa gue kontrol ataupun gue larang." Lahir dari rahim yang sama namun dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda membuat Alisa menaruh rasa iri pada adiknya, keadaan mendadak berubah...