BAB 4 : Kakak Jahat

620 122 15
                                    

Kalo ada typo tandain ya, nggak vote dosa anjeng! Astaghfirullah...

#

SATYA berdiri tegap di depan pintu kamar Alisa, dia hendak mengetuk pintu kamar Alisa, namun rasa ragu sedikit mengusik hatinya. Setelah menghabiskan beberapa menit untuk memantapkan diri, Satya pun memutuskan untuk mengetuk permukaan pintu tersebut.

Tok-tok-tok!

"Alisa?" panggilnya dari luar.

"Alisa kamu di dalam kan?" Karena tak kunjung mendapatkan balasan dari dalam, Satya pun berkata, "Alisa, Papa masuk ya?"

Krekkk

Engsel pintu perlahan berputar, pintu kamar Alisa mulai terbuka lebar, memperlihatkan seorang gadis kecil dengan raut wajah terkejutnya. Alisa langsung mengusap dadanya sesekali membuang nafas pelan. "Papa kok main nyelonong aja, sih! Baru mau aku bukain pintunya."

Satya mengulum senyum gelinya, matanya terpaku pada beberapa buku yang berserakan di atas meja. Satya melangkah mendekati Alisa. "Ada yang susah nggak?" tanya Satya sembari memperhatikan coretan-coretan angka di depannya.

Alisa tersenyum lebar, kepalanya langsung mendongak. "Nggak ada," jawabnya singkat. Gadis kecil itu kembali tersenyum, spontan membuat Satya turut mengembangkan senyumnya.

Laki-laki itu mengusap pucuk kepala Alisa sayang, kini matanya beralih pada beberapa bercak biru keunguan pada paha sang anak. Laki-laki jangkung itu mengernyit, irisnya berpaling pada sebuah buku yang kini tengah disorot oleh cahaya terang dari lampu belajar milik Alisa.

"Papa ngopi dulu ya? Kalau ada yang bingung nanti cari Papa aja."

Alisa mengangguk dan menjawab, "Iya."

Satya melangkah kakinya meninggalkan kamar Alisa, laki-laki itu berniat mencari keberadaan sang istri. Satya mulai menapakkan kakinya memasuki area dapur, setelah menemukan sosok Erika yang sedang sibuk memotong tomat, Satya lantas menghampirinya dengan langkah cepat.

Satya mendudukkan dirinya pada kursi kosong yang berada di seberang sang istri, matanya menatap lekat wajah Erika. Erika yang mulai terusik karena tatapan mengintimidasi dari sang suami lantas bertanya, "Ada apa? Mau dibuatin kopi?"

"Kamu apain lagi Alisa?" Satya mengalihkan pembicaraan, membuat Erika mendengkus pelan.

"Kenapa?" Gurat wajah Erika berubah menjadi lebih serius, ia menghentikan aktivitasnya untuk sementara.

"Kamu pukul dia?" Satya menerka-nerka.

"Hah?" Bingung Erika. "Jangan berlebihan deh, Sat, aku cuma cubit dia," tangkas Erika tidak terima.

"Berlebihan? Tadi aku lihat paha anakku memar-memar, terus kamu bilang aku berlebihan? Kamu yang berlebihan, Rik! Bukan gitu cara didik anak." Emosi Satya mulai tersulut.

"Terus gimana, huh!" bentak Erika, "aku lebih tahu cara didik anak dibanding kamu! Aku ibunya, Sat!"

"Dengan cara nyiksa anak kita maksud kamu?"

"Nyiksa?" Kedua bola mata Erika membola sempurna.

Prang!

Erika membanting mangkok kaca yang berada di atas meja ke sembarang arah. Netra beningnya mulai berkaca-kaca. Wanita berusia kepala tiga itu menatap Satya tajam, irisnya mengkilat penuh amarah.

"Kamu pikir aku siapa, Sat?! Pembunuh?! Aku kayak gini juga demi masa depan Alisa!"

"Tapi nggak gini caranya!"

THIS ABOUT ALISA  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang