Bolehkah seseorang bersikap egois?
#
Sudah seminggu ini semesta tak lagi tumpahkan tangisnya, langit kini tak lagi temaram. Cahaya sang surya tak begitu menyengat kulit berkat gumpalan-gumpalan awan putih yang bertebaran bebas di angkasa raya. Angin berhembus sepoi-sepoi, berikan sensasi sejuk juga menenangkan. Sementara itu, terlihat dua orang perempuan kecil asyik berlarian ke sana-kemari, salah seorang dari mereka memainkan pesawat mainan sambil tergelak riang.
Selanjutnya, bocah bersurai panjang terbaring lemas di atas rerumputan dengan nafas tersedat. Mulutnya terbuka, berjuang mengisi pasokan udara. Melihat itu, bocah dengan poni datang mendekat, berikan tatapan malas pada sang sepupu disusul decakan kesal.
"Ck, Mawar!" panggilnya, "ayo bangun!"
Mawar, si bocah bersurai panjang melirik Alisa tanpa minat. "Ih, Alisa! Aku capek tahu!" jawab Mawar kesal, pasalnya Alisa terus-menerus mengajaknya bermain kejar-kejaran, Mawar sungguh bosan. Alisa bersikap seolah tak ada permainan yang lebih seru saja.
Alisa mendengkus, padahal dirinya masih betah bermain kejar-kejaran, dia masih kuat. Alisa tak menyerah, dia melangkah mendekati Mawar kemudian menarik lengan mungil bocah itu dan memaksanya.
"Ayo main lagi..." rengek Alisa, tentu Mawar menolak tegas.
"Nggak mau, aku capek harus lari-larian lagi, ngerti dong!" Mawar semakin kesal.
"Tapi—"
"Alisa, Mawar! Ayo, makan siangnya dimakan dulu!" Bagus, kali ini kalimat Alisa harus tertahan di ujung lidah setelah mendengar seruan Satya, Ayah Alisa. Lelaki dewasa itu sudah berdiri tegap di ambang pintu rumahnya.
"Asyikkk!" Mawar bersorak senang, bibirnya melebar, memperlihatkan gigi-giginya. Mawar lalu menarik tangan Alisa, membawanya kepada Satya. Dasar, beruntung seruan Satya tadi mampu mencegah perseteruan kecil dua bocah bandel ini.
"Kita makan dulu, baru nanti lanjut main!" ujar Mawar sepenuhnya berbohong.
"Beneran 'kan nanti lanjut main?" mata Alisa menyipit, menatap Mawar intens. Pasalnya omongan bocah itu tidak dapat dipercaya, Mawar adalah sang pembohong ulung! Sementara itu, Mawar nampak memasang senyum aneh yang dibarengi dengan kerutan di sekitar matanya.
"Halah, gampang itu! Yang penting perut Mawar harus terisi dulu!" jawab Mawar bersemangat. Mawar berlari cepat meninggalkan Alisa hendak menyusul Satya. Di belakang sana Alisa berdecak sebal, kedua bahu kecilnya perlahan luruh, Alisa mendadak kehilangan semangat hidupnya.
Namun mau tidak mau Alisa ikut melangkah menuju gazebo (gubuk kecil) yang berdiri di halaman rumahnya, Satya membenarkan posisi duduknya sambil meletakkan sepasang piring ke atas meja.
Alisa masih menggerutu kesal, ditatapnya si usus lebar yang sedang duduk bersimpuh, kedua matanya berbinar memperhatikan menu makan siang mereka hari ini, steak tenderloin! Ahhh, sangat menggiurkan. Satya sampai tertawa keras, kenapa ponakannya ini makin mirip sama binatang buas yang kelaparan saja?
KAMU SEDANG MEMBACA
THIS ABOUT ALISA
Teen Fiction"Lo tuh ibarat sakit gigi ya? Datang dan pergi seenaknya, tanpa bisa gue kontrol ataupun gue larang." Lahir dari rahim yang sama namun dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda membuat Alisa menaruh rasa iri pada adiknya, keadaan mendadak berubah...