Susurpis!
Bhaha, mau votenya dong Kakak. Btw gue pernah bilang kan kalau cerita ini bakal author lanjutin, dan oke hari ini author baru bisa tepatin janji.
And liat notif dari readers-readers baru yang mau vote jadi semangat nulis lagi <3 kasian juga yang udah nunggu. Dan mungkin untuk 2-3 minggu ke depan author belum bisa up lagi karena udah semesteran aja.
Tapi author janji kalo udah selesai ujian bakal rajin up kayak biasanya 💪🏻😤
#
1 bulan lalu.
"Ini nilai try out matematika kamu?" Erika mengamati kertas di depannya sejenak sebelum menoleh menatap Alisa, bisa Alisa lihat bahwa sepasang mata itu berkilat penuh amarah.
Erika mendegkus menyalurkan emosinya melalui udara, jarinya terjulur mendorong kepala sang putri. "50?" desis Erika mengejek. "Mau jadi apa kamu, Alisa?!"
"Mungkin kalau nilai kamu 70 masih bisa Mama beri sedikit toleran, tapi 50?!"
"Maaf, Ma." Hanya dua kata itu yang mampu lolos dari dalam tenggorokan Alisa. Erika mendesah lelah, bingung mau bagaimana lagi. Ibu dari dua anak itu benar-benar frustasi.
"Kalau sampai Mama tahu kamu dapat nilai segini lagi, Mama bakar buku-buku kamu!" Erika mengancam, entah kenapa setiap ancamannya selalu terdengar tidak main-main, bulu kuduk Alisa langsung berdiri ketika mendengarnya.
"Jangan, Ma, jangan dibakar!!" Kali ini Alisa mendongakkan kepalanya, memperlihatkan sepasang mata serta hidungnya yang sudah memerah menahan tangis, sedikit cairan putih turut menghiasi wajah bulat itu. Alisa memang cengeng jika sudah menyangkut kedua orang tuanya! "Nanti gimana aku belajarnya?" lirih Alisa kecil, sungguh malang.
"Biarin aja! Toh buat apa, dapat apa kamu dari kertas-kertas itu? Mempelajarinya pun enggak buat nilaimu naik." Erika melangkah keluar ruangan setelah melantunkan kalimat sarkastik-nya.
"Tapi, Ma!"
"Mama enggak peduli," pungkasnya sambil menutup pintu kamar Alisa keras-keras.
Brakkk!
"Arghh!!" Alisa menghantamkan kepalan tangannya pada permukaan pintu, seakan memberi tahu pada orang-orang diluar sana bahwa dirinya saat ini benar-benar dibuat kacau.
Gadis itu membuang nafas kasar, untuk kesekian kalinya ia harus menghabiskan jam malamnya hanya untuk mempelajari rumus-rumus matematika yang begitu memuakkan untuk sekedar dilihat. Alisa berdecih, membayangkan bagaimana seorang Alisa Diaz Akhtar ahli matematika? Bhaha, rasanya sungguh sama seperti seekor monyet yang dipaksa menyelam sedalam ikan.
Dan apa lagi ini? Dunia Alisa mendadak berputar, dirinya mendadak pusing. "Matematika monyet, dasar brengsek!" umpatnya kesal, mungkin dia butuh istirahat, itu saja.
Alisa beranjak menaiki ranjang dan bersandar pada kepala ranjang, maniknya terpaku pada hamparan bintang, mengamati serta menikmati indahnya langit malam. Sejenak, Alisa ingin mendinginkan pikirannya yang sudah panas dan mengebul itu. Tiba-tiba sekelebat rasa gelisah muncul, menggangu ketenangannya. Jika Alisa tidak mampu mendapatkan nilai sempurna sesuai dengan ekspektasi Erika, akan diapakan ia nanti? Entahlah tidak sepatutnya Alisa memikirkan hal seperti itu bukan?
****
Malam yang sunyi hari ini, di kediaman sosok Alyas belum lama terjadi perdebatan panas, Alyas sekarang terlihat sedang menangis meraung-raung dengan keadaan yang tidak bisa dibilang baik-baik saja, dia tampak begitu lusuh dan berantakan. Bahkan Rafi, kakaknya terlihat tak jauh berbeda dengan dirinya. Kini laki-laki itu memilih mengurung diri di dalam kamar, merenungkan suatu hal entah apa itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/271456234-288-k663771.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
THIS ABOUT ALISA
Teen Fiction"Lo tuh ibarat sakit gigi ya? Datang dan pergi seenaknya, tanpa bisa gue kontrol ataupun gue larang." Lahir dari rahim yang sama namun dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda membuat Alisa menaruh rasa iri pada adiknya, keadaan mendadak berubah...