Basmalah dulu and
Let's go!#
ALISA tersenyum dan mengangguk lesu. "Iya, terima kasih, Bu." Alisa kembali ke bangkunya dan segera duduk pada bangku tersebut, maniknya fokus pada dua angka merah di ujung bukunya. Alisa menghela nafas berat, berusaha meneguhkan hatinya.
40, rasanya Alisa ingin menangis saja. Tapi tidak! Alisa tak ingin melakukan hal itu, dirinya adalah gadis kuat, mau bagaimana pun proses dibalik nilai ini ia lalui dengan bekerja begitu keras. Ya, meski tak sesuai ekspetasi, tapi Alisa cukup bangga.
****
Jam pulang, Alisa duduk seorang diri pada sebuah kursi yang terletak di dekat gerbang sekolah, kursi-kursi ini diperuntukkan untuk siswa-siswi yang harus menunggu jemputan orangtua mereka. Kini Alisa mulai bosan, kedua kakinya yang menggantung bebas ia ayunkan ke depan dan ke belakang. Gadis kecil itu terlalu larut dalam lamunannya hingga tak menyadari bahwa Melvin terus memanggil namanya.
Melvin yang mulai kesal lantas menarik rambut panjang Alisa. "Alisa!" serunya.
Alisa terperangah ditempatnya, spontan ia menatap Melvin kesal lalu mendengkus. "Aduh!!" Alisa meringis pelan sesekali mengelus bagian kepalanya yang terasa sedikit berdenyut. "Kenapa sih?!" ketus Alisa, Melvin langsung terbahak keras.
Setelah puas tertawa Melvin berkata, "Ini, buat Alisa Uzumaki." Melvin menyodorkan sebuah susu kotak rasa vanila lengkap dengan sepotong roti isi kepada Alisa, Melvin tersenyum lebar setelahnya, seolah senyuman bocah itu tidak pernah luntur untuk Alisa.
Alisa menautkan alisnya bingung, perlakuan Melvin padanya selalu penuh kejutan juga mengundang rasa heran. Detik berikutnya Alisa menerima makanan pemberian Melvin dengan ragu-ragu. "Makasih," lirihnya, hampir terdengar seperti bisikan.
"Iya, dimakan ya, aku ikhlas banget kok kasihnya."
Detik berikutnya Melvin hendak menawari Alisa untuk pulang bersama namun rencana itu harus gagal setelah mendengar suara klakson mobil yang tiba-tiba datang dari arah barat, kaca mobil itu perlahan turun memampangkan wajah cantik nan anggun seorang wanita sosialita berusia hampir kepala tiga.
"Alisa, ayo pulang." Erika bersuara, Alisa mengangguk lalu beranjak dan berpamitan pada Melvin.
"Aku duluan ya!"
Alisa bergegas memasuki mobil tanpa berniat untuk menunggu jawaban dari sosok Melvin. Kini mobil yang ditumpangi oleh Alisa mulai berjalan menjauh, Alisa melirik pada kaca spion mobil, menatap sosok Melvin yang sedang melambaikan tangan padanya.
"Berapa nilai ulangan harian kamu?" tanya Erika tiba-tiba. Alisa membisu, bingung mau menjawab apa.
Tidak juga mendengar jawaban dari si sulung, Erika pun kembali bersuara. "Alisa?" panggilnya.
Erika mengernyit.
"Alisa, kamu denger Mama 'kan?!"
Alisa sedikit terkejut, bocah itu tersenyum kaku, dengan ragu ia berkata, "Empat puluh—"
"Akh! A-ampun, Ma, sakit!"
Alisa berusaha melepaskan tangan Erika dari pahanya, Alisa tau betul bahwa Erika pasti akan menghukum dirinya setelah mengetahui nilai ulangan matematikanya. Tapi, mau bagaimana lagi, Alisa memang tidak mahir dalam berhitung.
KAMU SEDANG MEMBACA
THIS ABOUT ALISA
Teen Fiction"Lo tuh ibarat sakit gigi ya? Datang dan pergi seenaknya, tanpa bisa gue kontrol ataupun gue larang." Lahir dari rahim yang sama namun dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda membuat Alisa menaruh rasa iri pada adiknya, keadaan mendadak berubah...