Alisa membuka bungkus permen karetnya dengan kasar, gadis itu mendengus. Entah kenapa sepulang liburan dari rumah Rita kelakuan Hanan menjadi semakin menjengkelkan, bisa-bisanya bocah itu memfitnah dirinya hanya untuk mendapatkan perhatian kedua orang tua mereka.
Pada akhirnya Satya menjewer dan memukulnya walau tidak terlalu kuat, Erika pun turut memarahinya habis-habisan, katanya anak kecil itu tidak pernah berbohong. Alisa kembali mendengus untuk kesekian kalinya, apakah mereka tidak mampu melihat? Apakah laki-laki seusia Hanan masih pantas disebut balita menggemaskan yang super duper polos? Cih, Alisa menyambar ranselnya, dengan langkah berat Alias berjalan keluar kamar.
"Lagi makan apa tuh? Aku juga mau dong." Hanan yang melihat sang kakak tengah mengunyah sesuatu di dalam mulutnya langsung mengajukan pertanyaan, sayang laki-laki itu datang di saat yang kurang tepat.
Alisa berdecih, seperti biasanya, Alisa kembali melangkah tanpa menghiraukan kehadiran Hanan, bahkan secuil niat untuk menggubris ucapan adiknya pun tidak ada. Gadis itu sungguh terlihat cukup kejam. "Kak!" Hanan berusaha mengejar namun...
Brugh!
Sialan! Seluruh tubuh Alisa kini bergetar. bukan dia, ini bukan salahnya, Alisa berani bersumpah! Hanan menatap Alisa nanar, kenapa Alisa tidak membantu dirinya? Kenapa dia hanya diam sambil memasang gurat wajah kaget saja? Pertanyaan demi pertanyaan muncul dan berputar-putar memenuhi isi kepala Hanan.
"Alisa, Hanan!"
Bagus sekali, Erika kini berlarian menghampiri kedua anaknya. Wanita berbusana elegan itu buru-buru membantu putranya berdiri, Hanan berkaca-kaca. Erika lantas memeriksa tubuh laki-laki itu, berharap semoga Hanan tidak terluka.
Hanan, si cengeng itu menangis sesekali mencuri pandang melirik Alisa galak. "Kakak tadi dorong aku, Ma." Hanan mengadu, jari kecilnya menunjuk ke arah Alisa yang menatapnya dengan tatapan penuh protes. Yang benar saja!
"Jangan bohong lo!" Alisa hilang kendali, kesabaran gadis tempramen itu sudah diambang batasnya.
"Kakak yang bohong!"
"Ap---"
"Kamu keterlaluan sekali Alisa!" Erika menyambar, dengan kejamnya dia kembali berkata, "Kamu memang enggak pernah becus jadi Kakak!"
"Kenapa Mama enggak pernah mau denger pembelaan dari aku?! Mama yang keterlaluan!"
"Anak kecil enggak pernah bohong!" Erika terus mengelak, berusaha keras menepis kalimat-kalimat pembelaan dari si sulung.
Bahu lebar Alisa perlahan merosot, maniknya bergetar, dirinya sudah tak sanggup berkata-kata. Rasanya terlalu kecewa akan semesta. "Aku berani sumpah, aku berani mati sekarang! Kenapa Mama selalu pilih kasih?!"
Erika tertegun, wajahnya terasa kaku, mulutnya kelu. Ia ingin membalas kalimat sembrono sang putri namun suaranya mendadak hilang. Sakit, sakit sekali hatinya. Sementara itu tangis Hanan perlahan mereda, matanya bergulir menatap Alisa dengan raut penuh sesal, bukan ini yang dia mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
THIS ABOUT ALISA
Teen Fiction"Lo tuh ibarat sakit gigi ya? Datang dan pergi seenaknya, tanpa bisa gue kontrol ataupun gue larang." Lahir dari rahim yang sama namun dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda membuat Alisa menaruh rasa iri pada adiknya, keadaan mendadak berubah...