Saren mencuri-curi pandang ke arah Viora yang ekspresi wajahnya datar. Beberapa kali ia meringis, merasa denyutan di keningnya. Tak percaya jika kepala Viora membuatnya pingsan dan dilarikan ke klinik.
Ia semakin tak percaya dengan penampilan Viora saat ini. Perempuan yang selalu ia ganggu saat masih SMA dulu karena fisiknya yang gempal dan tinggi membuat Viora menjadi perempuan tinggi besar. Membuatnya mengganti nama Viora, menjadi Fiona. Karena menurutnya badan Viora dengan karakter kartun itu begitu mirip.
Namun, sekarang Viora sudah langsing dan tubuhnya semakin semampai. Mirip dengan model...
"Gue colok mata lo kalo gak berhenti lihatin gue!" desis Viora tanpa menatap Saren.
Saren bergidik ngeri, refleks menyentuh kedua matanya. Seakan melindunginya. Cemas jika Viora benar-benar melakukannya. Karena wanita itu tidak pernah main-main dengan ucapannya.
Langkah keduanya beriringan melewati koridor klinik menuju keluar.
Viora mendelik pada Saren karena pria itu mengikutinya. Padahal masalah di antara mereka telah selesai. Viora telah mengantar Saren ke klinik dan membayar administrasinya, lalu kenapa pria itu masih saja mengikutinya?
"Ngapain lo ngikutin gue?" Langkah Viora terhenti, otomatis Saren juga ikut berhenti.
"Gue nebeng lo Vi, tadi gue ke club bareng Paki." Saren menyengir. Cengiran yang Viora sangat benci. Seakan mengejeknya.
"Ogah gue bareng lo!" sentak Viora. Lalu kembali melangkah, yang langsung diikuti Saren.
"Kok lo lakuin itu, bikin gue sampai pingsan?" tanya Saren tak mengerti kenapa Viora tiba-tiba menghantam keningnya. Bahkan mereka baru pertama kali bertemu setelah lulus SMA.
Kira-kira sepuluh tahun lamanya...
"Ah dasar pikun! Lo lupa atau pura-pura lupa?! Apa yang lo lakuin ke gue waktu malam perpisahan?!" Kembali berhenti berjalan, Viora berkacak pinggang. Sedikit mendongak menatap Saren. Walau, ia memiliki tinggi 1,7 m, namun Saren tetap mengalahkan tingginya.
Saren terdiam sejenak, mengingat apa yang ia lakukan pada Viora sepuluh tahun yang lalu.
Mengerutkan keningnya. Menggali ingatannya tentang malam perpisahan sekolahnya dulu...
Apa yang ia lakukan pada Viora?
Apakah ia meniduri wanita itu?
Kedua mata Saren membulat menutup mulutnya yang menganga menggunakan telapak tangan. "Kita tidur bareng?"
Segera ia ditempeleng membuat kepalanya semakin terasa pusing. Sarena meringis pelan, ia menjaga jarak dari Viora. Seakan wanita itu binatang buas yang siap menerkamnya.
"Gue masih perawan kali!" sentak Viora kesal.
"Masa sih? Coba gue buktiin." Kalau saja Saren tidak menghindar, sudah pasti tendangan Viora mengenai tulang keringnya.
Ternyata Viora berkali-kali lipat lebih galak daripada saat SMA dulu.
Lalu, ketika mengingatnya ia tertawa kencang hingga mengeluarkan air mata.
"Ah gue inget! So sorry Vi! Gue bener-bener gak sengaja! Jidat lo gak pa-pa, kan?" Tangan Saren terulur hendak menyentuh kening Viora, tapi dengan cepat Viora menepis tangannya.
"Jangan sentuh gue!" sentak Viora.
"Aelah Vi! Masa gitu aja lo marah bahkan dendam selama bertahun-tahun?" Saren masih saja tertawa dan tetap jaga jarak, mengantisipasi Viora akan memberinya pukulan.
"Anyway, sekarang badan lo gak kayak dulu lagi. Sering patah hati ya makanya kurus gini?"
Viora meradang. Inilah alasan kenapa ia sangat sangat membenci Saren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Enemies Be Lovers
Romance•Bittersweet Series 4• _____________ Tuntutan dari orang tua agar ia menikah membuatnya jengah. Ingin rasanya lenyap saja jika setiap harinya di suguhi pertanyaan 'Kapan Nikah?'. Tidak akan teradi perang dunia ketiga jika ia tak menikah, bukan? Usi...