"Kenapa kamu gak pernah ngomong sebelumnya?"
Saren menoleh menatap Viora yang akhirnya bersuara setelah sepanjang acara di rumah orang tua dan dalam perjalanan pulang ke rumah wanita itu. Ia mematikan lampu mobil lebih dulu, tanpa mematikan mesinnya.
"Ngomong apa?"
Viora berdecak kesal, kini menatap Saren sepenuhnya. "Kalau kamu punya anak! Kamu duda! Kamu pernah menikah!!"
"Aku gak pernah menikah..." Viora tercengang.
"Te-terus Biru anak kamu, kan?"
Saren mengangguk pelan. "Aku sama Mommy-nya Biru gak pernah menikah. Waktu itu kita masih muda banget. Delapan belas tahun. Joan gak mau nikah, juga karena perbedaan agama kita dan kita gak saling cinta. Aku tanggung jawab dengan rawat Biru setelah lahir. Bawa dia pulang ke Jakarta." Saren kembali menghela nafas pelan. "Aku pernah ngomong ke kamu kalau aku punya anak deh."
"Gak pernah!" sentak Viora.
"Pernah Sayang. Sebelum kita pacaran, kalau gak salah waktu itu di rumah sakit. Aku janji mau traktir kamu makan, tapi gak jadi. Abis itu aku ngomong kalau aku anterin anakku pulang karena dia ngamuk. Terus aku kira kamu udah tau dari Bara."
Viora terdiam, mencoba mengingat apa yang di katakan Saren. Saat itu ia mengira Saren bercanda. "Bara gak pernah bilang," gumamnya pelan.
Saren menghela nafas pelan, ia meraih tangan Viora dan menggenggamnya erat. "Maafin aku, ya? Aku beneran ngira kalau kamu tau aku udah punya anak."
"Aku kaget," ujar Viora pelan. Benar-benar syok. Membuang pandangannya sejenak lalu menatap Saren. "Terus gimana?"
"Apanya gimana?"
"Hubungan kita?" Saren terlihat bingung membuat Viora kembali menghela nafas pelan. "Maksud aku gimana selanjutnya dengan hubungan kita, Ren?"
"Kita nikah?" Saren berbinar menatap Viora. Beda dengan Viora yang malah bingung.
"Bu-bukan begitu..."
Senyum Saren luntur. "Terus maksud kamu apa? Putus? Kamu mau kita putus setelah tau aku punya anak?!" desis Saren pelan.
"Aku bingung Ren." Viora mengerang frustasi. Saat ini perasaannya benar-benar bingung. Terselip rasa kecewa di dalam hatinya karena mengetahui Saren punya anak.
Saren terdiam sejenak mengamati Viora. Lalu berujar, "Aku gak akan paksa kamu buat nerima Biru. Ataupun paksa kamu buat mertahanin hubungan kita. Kamu tau aku cinta sama kamu, Vi. Tapi, aku juga sayang sama anakku."
"Jadi kamu beneran mau putus?" Suara Viora mulai meninggi membuat Saren tersentak.
"Enggak Vio. Aku gak mau putus. Aku ikut kamu, kamu mau lanjut hubungan ini, oke. Ke jenjang yang lebih, lebih oke lagi. Kamu mau yang mana?"
"Kamu punya anak, Ren." Viora mendesah lemah, ia masih tidak percaya jika Saren memiliki anak.
"Dia juga bakal jadi anakmu. Kalau kamu mau nikah sama aku," ujar Saren bersungguh-sungguh. Viora mengerjap pelan.
"Kamu sekarang ngelamar aku?" Saren mengangguk mantap. "Ren, aku masih syok karena tau kamu punya anak terus sekarang kamu ngelamar aku! Kamu mau bikin aku jantungan?!"
Saren melongo di tempatnya melihat Viora yang mulai mendumel.
***
Viora tidak suka anak kecil. Tidak suka jika mereka berisik dan merengek minta ini itu. Apalagi ekspresi serta nada suaranya yang sering galak membuat anak kecil takut padanya. Anak dari teman-temannya pun juga tidak terlalu dekat dengannya, anak-anak dari para sepupunya ataupun anak tetangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Enemies Be Lovers
Romance•Bittersweet Series 4• _____________ Tuntutan dari orang tua agar ia menikah membuatnya jengah. Ingin rasanya lenyap saja jika setiap harinya di suguhi pertanyaan 'Kapan Nikah?'. Tidak akan teradi perang dunia ketiga jika ia tak menikah, bukan? Usi...