Bagian 26 : Diam!

2.7K 382 4
                                    

Rasanya Viora ingin menjerit kesal saat ini juga. Kalau wanita di hadapannya ini bukan orang yang melahirkannya dan tidak ada yang namanya durhaka, sudah pasti ia menjitak, menyentil habis-habis mulut Mama. Karena menyuruhnya datang di pagi buta ke rumah orang tuanya tersebut.

Viora kira, ada hal yang penting sehingga Mama mendesaknya datang di pagi buta. Menganggu tidur nyenyaknya. Ternyata hal penting menurut Mama itu, adalah tentang keinginan Mama yang ingin menjodohkannya dengan sosok Hasan. Pria yang sempat Mama bicarakan beberapa hari yang lalu.

Hendak pulang ke rumahnya dan tidur kembali, tapi Mama menahannya bahkan Abah ikut-ikutan membuatnya mengerang kesal. Melempar helmnya ke lantai hingga retak. Suara Abah dan Mama tidak terdengar lagi.

"Udah berapa kali aku ngomong! Aku gak mau dijodohin! Abah, Mama, ngertiin dong kemauanku!"

"Tapi ini demi kebaikan kamu!" sahut Abah tegas. Apakah kalimat tersebut selalu diucapkan para orang tua untuk anaknya? Membuat Viora bosan mendengarnya.

"Lagian kamu sudah bikin Mama dan Abah malu karena kabur waktu Pak Aji mau ngelamar kamu. Satu kampung di sini gibahin kamu bikin Mama sakit hati. Kamu dikatain perawan tua!"

"Siapa yang ngatain?! Sini kucabein mulutnya?!" Viora naik pitam. Tidak habis pikir pada orang-orang yang membicarakan dirinya. Harusnya orang-orang itu mengurus hidupnya sendiri, tidak perlu mengurus hidupnya.

"Itu...." Mama langsung melotot pada Nina yang ingin menjawab, tidak ingin Viora membuat masalah lagi. Tau tabiat buruk Viora yang tidak main-main dengan ucapannya.

Viora mendesak Nina agar memberitahunya, tapi segera Abah kembali bersuara.

"Makanya, kalau gak mau digibahin kamu cepet nikah, Nak."

"Abah, gak lupa kan waktu aku lulus kuliah terus gak langsung kerja, aku juga digibahin, dikatain pengangguran padahal belum sebulan aku lulus. Terus pas aku udah kerja, aku juga digibahin 'punya gaji, tapi gak bikin orang tuanya bahagia, gak naikin haji orang tuanya'. Mereka gak tau kerjaan aku gajinya cuma sedikit karena aku masih baru. Terus pas aku berhenti kerja dan dikatain pengangguran lagi. Gitu aja terus sampai waktu aku punya bisnis kos-kosan, mereka tetep gibahin aku. Katanya aku pake jin perlaris karena bisnisku lancar, padahal aku minjem uang sana sini. Mereka bakal gitu terus Abah. Kalau Abah, Mama dengerin mereka gak bakal ada habisnya!"

Nafas Viora tersengal karena bicara panjang lebar.

Prinsip Viora, tidak akan ada habisnya jika mendengar perkataan orang-orang yang bicara buruk tentangnya. Orang-orang yang memiliki hati yang busuk, tentunya selalu mencari cela, mencari kesalahan meski apa yang dilakukan Viora benar.

Mama dan Abah hanya diam menatapnya.

"Nanti kalau aku nikah, pasti mereka bakal gibahin aku lagi, 'kenapa belum punya anak?' Atau kalau aku menikah mendadak, 'pasti lagi hamidun, makanya mendadak'. Gak ada habisnya Abah, Mama. Jadi gak usah dengerin. Biarin aja mereka. Karena mereka punya mulut dan hati yang busuk."

Sekali lagi Viora menghela nafas kasar, ia membungkuk untuk meraih helmnya yang telah rusak, batoknya retak, tapi ia tetap memakainya. 

"Berhenti cariin aku jodoh kalau Abah dan Mama gak mau kubikin malu lagi." Viora beranjak, sebelum keluar ia kembali menoleh menatap orang tuanya. "Lagian aku juga udah punya pacar. Jadi, Abah dan Mama gak mikirin aku yang gak laku-laku."

***

Viora memarkir motor kesayangannya yang warnanya telah pudar juga stikernya telah mengelupas. Kalau ada waktu, Viora akan ke bengkel untuk memperbarui tampilan motornya tersebut agar tidak dikatai 'butut' lagi oleh teman-teman bahkan orang tuanya.

Bittersweet Enemies Be LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang