Saren menghela nafas pelan melihat kelakuan Viora. Sesuai dengan perkataannya, ia mentraktir Viora. Tentunya wanita itu langsung mengarahkan untuk di traktir di tempat mahal.
Yang membuat Saren geleng-geleng kepala bukan karena banyaknya pesanan Viora, melainkan cara duduk wanita itu.
"Vi, kita lagi gak makan di lesehan kali," tegur Saren membuat Viora mendelik, tapi tidak berhenti menikmati makannya.
Viora menahan diri agar tidak tertawa. Pasti pria itu malu makan dengannya karena tingkahnya. Sengaja makan seperti orang yang tidak tau etika agar Saren kapok. Rasa kesalnya terbayarkan karena pria itu menipunya. Harusnya sekarang, ia leha-leha di rumah, menghitung hasil kos-kosannya.
Saren berdehem pelan. "Lo sekarang kerja apa, Vi?"
Viora menatap Saren malas. "Lo udah tau dari Bara, gak usah sok nanya lo," sahut Viora ketus membuat Saren menyengir.
Viora tau saja.
"Lo..."
"Gue heran sama lo. Kenapa sih lo muncul lagi di depan gue? Bikin gue kesel? Apa gak cukup selama tiga tahun dulu lo ledekin gue mulu? Gendut, gendut, gendut. Fiona, Fiona, dan yang lain-lain tau gak!"
Saren melongo di tempatnya mendengar rentetan perkataan Viora. Lalu wanita itu meneguk minumannya hingga tandas padahal makanannya masih ada tersisa.
"Kalau badan gue gak kayak gini lagi, gue yakin kalau lo gak mau makan sama gue!" sambung Viora menekan setiap katanya. Tau tabiat Saren. Kelakuan pria itu. Masih SMA saja matanya jelalatan melihat perempuan cantik, apalagi saat di usia dewasa sekarang ini.
Viora percaya diri jika Saren berusaha mendekatinya.
Meski ia tidak secantik Odit, tapi ia masih bisa di kategorikan idaman para lelaki. Buktinya banyak para pria yang berusaha mendekatinya, tapi sikapnya yang galak membuat para pria itu mundur satu per satu.
"Emang lo lupa kalau kita pernah makan bareng waktu itu di sekolah?"
Kening Viora mengernyit mencoba mengingat dan saat ia mengingatnya, ekspresinya berubah datar. "Lo malak gue waktu itu, kampret!"
Saren tertawa. "Ya tapi kan tetep aja kita makan berdua. Romantis banget gak sih Vi waktu itu?"
"Romantis jidat lo!" sentak Viora kesal. Bisa-bisanya pria itu beranggapan jika makan berdua mereka saat itu romantis. Padahal saat itu Viora sedang makan sendiri karena teman-temannya sedang sibuk menyalin tugasnya. Dengan seenaknya Saren duduk di sebelahnya dan memesan makanan. Saat itu Viora lapar dan Saren tidak bertingkah mengganggunya. Makanya dia diam saja.
Hingga pria itu lebih dulu selesai makan dan berlari keluar dari kantin, tidak lupa berteriak agar ia membayar makanan pria itu.
Sangat menyebalkan!
Lebih menyebalkan dari June...
Tatapan Viora terarah pada temannya itu yang sedang mengobrol dengan seseorang. Mungkin klien temannya itu. Setelah melihat June berhenti mengobrol, ia segera mengangkat tangannya. "Woy Jun!"
Saren refleks menoleh ke arah June. Kedua matanya membulat. Melotot, mengancam June agar tidak mendekat. Bisa kacau makan siangnya bersama Viora karena adanya orang ketiga. June.
Tentu saja June tidak mengacuhkan Saren. Malah berjalan tergesa-gesa hingga tiba di meja kedua orang tersebut. Memasang ekspresi dramatis. "Gini kelakuan kamu, makan siang sama playboy kampret ini?! Apa kurangnya aku, Vi?!"
Segera Viora melempar June menggunakan tisu membuat June tertawa. Tidak mengacuhkan orang-orang yang mengamati mereka.
Sebelum June duduk di kursi sebelah Viora, Saren pindah duduk di sana. "Apa?"
June menghunuskan tatapan kesal. "Kok kalian bisa makan bareng sih?!"
"Yang nyuruh lo duduk di sini, siapa?!" ujar Saren ketus saat June duduk di tempatnya tadi dan tanpa kata pria itu malah memakan makanannya.
"Udah lama lo gak traktir gue, Ren. Harusnya lo gak lupa kalau dulu gue selalu traktir lo." Sikap June yang tadi judes kini berubah jenaka. Melahap makanan di hadapannya.
"Apaan lo traktir gue..."
"Lo berdua kan sering nyuri di kantin," sela Viora. Mencibir keduanya membuat dua pria tersebut tertawa.
"Apa sih lo? Masa anaknya Pak Junaidi nyuri? Bisa ditembak berdiri gue," gerutu June.
"Lo beli gorengan lima rebu, tapi ambil delapan. Terus minta kembalian lagi padahal duit cuma lima rebu," ujar Vio membuat June tertawa, begitupun Saren.
"Bertingkah nakal waktu jaman sekolah biar nanti kalau ada anak gue bisa ceritain ke anak gue gitu. Betapa asyiknya masa sekolah papanya waktu dulu," June membela diri membuat Viora mendengus pelan. Lalu melirik tajam pada Saren yang malah begitu dekat dengannya. Pria itu tertawa dengan sengaja menempelkan lengan mereka.
Menyadari lirikan tajam Viora membuat Saren terdiam lalu menyengir.
"Kalau lo gak pindah, nih piring melayang ke kepala lo." Sebelum terjadi, Saren langsung pindah ke dekat June. Kini tidak lagi menikmati makanannya karena telah di habiskan June.
"Makasih Ren sekarang gue udah kenyang." June bersendawa membuat Viora menendang kakinya karena merasa tidak sopan.
"Gak sopan banget lo."
"Ngaca Neng," sahut Saren membuat Viora melotot kesal.
"Iya nih Vio. Lo lagi gak makan di warteg. Perbaiki duduk lo. Lo itu anak gadis!" Kini June berperan layaknya seorang ayah. Menyuruh putrinya agar bertata krama saat duduk.
"Suka-suka gue dong... eh lo mau ke mana?!" sentak Viora galak pada Saren yang telah bediri.
"Ke toilet," jawab Saren.
"Bo'ong lo. Lo pasti mau kabur, kan?!"
"Ya udah. Sini deh lo ikut biar gue gak kabur." Saren hendak meraih tangan Viora, tapi dengan cepat June menepisnya. Dan malah menautkan jari-jarinya pada Saren.
"Biar gue aja."
"Saraf lo! Sadar Jun. Gue masih normal!" Saren bergidik ngeri seraya menoyor kepala June.
"Ren, tungguin! Gue juga mau pipis!" teriak June saat Saren beranjak.
"Eh jangan sampai main batang-batangan kalian!" seru Viora membuat Saren dan June menjadi pusat perhatian.
Kedua pria itu mendengus kesal, tidak lupa menatap kesal Viora yang tertawa. Lalu keduanya bertatapan kemudian segera lari sari sana. Keluar dari restoran tersebut.
Viora berhenti tertawa.
"Saren! Lo belum bayar ini semua!"
***
See you the next chapter
Salam manis dari NanasManis😉
08/10/21
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Enemies Be Lovers
Storie d'amore•Bittersweet Series 4• _____________ Tuntutan dari orang tua agar ia menikah membuatnya jengah. Ingin rasanya lenyap saja jika setiap harinya di suguhi pertanyaan 'Kapan Nikah?'. Tidak akan teradi perang dunia ketiga jika ia tak menikah, bukan? Usi...