Bagian 12 : Calon Mantu

3.4K 519 10
                                    

Viora mendengus malas, ia mengangguk saja saat dua orang dari pihak apartemen pamit padanya. Meninggalkan dirinya bersama Saren yang pingsan akibat demam. Suhu tubuh pria itu sangat tinggi membuat badannya terasa panas.

Seharusnya tadi Viora pergi begitu saja, pura-pura tidak mengenal Saren, tapi saat ia hendak melangkah, kakinya ditahan, Saren yang melakukannya. Membuatnya mau tidak mau segera meminta pertolongan. Dibantu dua orang membawa Saren kembali ke unit pria itu yang berada di lantai dua belas.

Saat ini Viora tidak tau harus melakukan apa.

Kalau ia pergi lalu nantinya Saren mati, orang yang pertama dicari adalah dirinya.

Mengerang frustasi, ia membuka lemari Saren mencari kain yang bisa dipakai untuk mengompres kening pria itu. Melihat isi lemari Saren yang amburadul membuat tangan Viora gatal ingin merapikan sekaligus ingin menjitak kepala Saren. Kenapa pria itu sangat berantakan? Padahal jika dilihat penampilan Sarena selalu rapi.

Ia menemukan kain berukuran kecil, keluar dari sana dan menuju dapur. Keadaaan dapur sama persis dengan isi lemari Saren. Sangat berantakan, sink penuh dengan tumpukan piring dan gelas.

Mengambil baskom berukuran kecil, ia mengisinya dengan air hangat kemudian kembali masuk ke dalam kamar. Mulai mengompres kening Saren.

Viora tersentak saat pergelangan tangannya dipegang, ia melotot pada Saren yang perlahan membuka matanya. "Vio?"

Dengan refleks Viora menampar Saren membuat Saren kembali memejamkan mata.

Apa Saren pingsan?

Viora meringis pelan, ia menaruh baskom di atas nakas.

"Ngerepotin banget sih lo!" desis Viora kesal. Mulai memunguti pakaian Saren yang berserakan di lantai, di sofa juga di tempat tidur. Menggerutu disepanjang ia membereskan apartemen Saren, bahkan merapikan pakaian yang ada di dalam lemari.

Viora sangat tidak suka melihat sesuatu yang berantakan, ia akan merapikannya begitu saja.

Kini ia beralih ke dapur, mencuci semua piring dan gelas. Mengelap meja kabinet, menyapu dan mengepel. Setelah ini, ia tidak akan lupa menagih Saren. Akan minta uang kompensasi karena tenaganya terkuras.

Saat hendak kembali ke kamar Saren, langkahnya berhenti.

Sosok wanita paruh baya yang baru masuk ke apartemen Saren menatapnya sama heran dengan dirinya.

"Em... siapa?"

"ART Bu, saya permisi." Buru-buru Viora pergi dari sana. Meringis pelan karena tingkahnya sendiri. Kenapa ia malah kabur?

Langkah Viora berhenti saat menyadari ponselnya tertinggal di apartemen Saren. Ia menatap nanar pintu unit Saren. Kalau ia kembali masuk nanti wanita yang ia yakini ibunya Saren menduga yang tidak-tidak tentang dirinya. Juga ia yang tak sopan karena keluar begitu saja.

Mendengus pelan, ia memutuskan kembali ke unit June. Menunggu hingga beberapa saat, lalu nantinya menyuruh June menelepon Saren agar ia bisa mengambil ponselnya.

Tapi Saren sedang sakit. Membuka matanya saja pria itu tidak bisa, apalagi menjawab panggilan telepon. Bisa saja ibunya Saren yang menjawab nantinya, kan?

Viora bingung sendiri, saat ia memiliki ide untuk menyuruh June mengambil ponselnya, pria itu ternyata tidur. Mendengkur dengan keras membuatnya mendengus kesal. Melempar bantal tepat di wajah June. June hanya menggeliat pelan kemudian merubah posisi tidurnya menjadi lebih nyaman. Membuat Viora semakin kesal saja.

Sementara itu di unit apartemen Saren, sosok Mami masih diliputi kebingungan juga penasaran akan sosok wanita yang terbirit-birit kabur keluar tadi.

Lalu ia masuk ke kamar Saren, menemukan putra semata wayangnya yang sedang terbaring sakit. "Ren?" panggilnya pelan seraya menyentuh lengan Saren. Melihat kain kompres di kening Saren lalu mengamati kamar Saren yang rapi membuatnya menduga jika wanita tadi yang merapikannya.

"Mami?" Saren membuka matanya yang terlihat sayu karena demam. Agak terkejut dengan kehadiran Mami. Padahal tadi niatnya akan pulang ke rumah orang tuanya karena kondisinya yang sedang tidak sehat. Berada sendirian di apartemen tentu bukan pilihan yang bagus, bisa-bisa ia ditemukan tak sadarkan diri.

"Perempuan tadi siapa? Beneran ART kamu atau pacar kamu? Atau calon istri? Calon mantu Mami?" Pertanyaan memberondong Mami membuat Saren mengerjap pelan.

Kepalanya yang terasa pusing dan berat membuatnya tidak bisa berpikir dan mencerna pertanyaan Mami. "Hah?"

Mami berdecak pelan. "Itu lho yang tadi di sini. Dia langsung kabur pas lihat Mami. Emang muka Mami nyeremin?"

Saren meringis pelan saat merasakan denyutan di kepalanya dan Mami yang senantiasa bicara.

"Kamu kenapa sih tiba-tiba sakit? Jangan-jangan keluyuran terus, ya?"

"Mi berhenti, kepalaku makin pusing nih."

"Kamu hape baru lagi?"

Saren memaksa dirinya untuk membuka mata. Menyipitkan mata melihat benda pipih yang dipegang Mami. "Bukan punyaku."

Mami menekan tombol kunci dan menampakkan lock screen hitam polos.  "Terus punya siapa? Punya pacar kamu, ya? Kayaknya dia lupa deh karena tadi langsung kabur."

Kali ini Saren memaksa kepalanya untuk berpikir, mencoba mengingat sesuatu.

Dan saat ia mengingatnya, kedua matanya berbinar. "Mami ketemu Viora?" 

"Oh namanya Viora?"

"Vio mana, Mi?" Saren mencoba bangun, tapi ia tidak bisa. Alhasil ia kembali merebahkan tubuhnya.

"Kabur. Langsung lari gitu aja. Beneran pacar mu?" Kini ekspresi Mami semakin penasaran.

Suara ponsel berdenting membuat perhatian mereka beralih ke ponsel Saren yang berada di meja nakas. Mami meraih ponsel Saren.

Saren mengambil ponsel tersebut dari tangan Mami dan membaca pop up chat yang muncul di layar.

JuneGay : kembaliin hape gw, ada di kamar lo
JuneGay: gw vio
JuneGay: titip aja di june. jgn lupa  duit jg. Apart lo rapi krn gw

Senyum Saren merekah. Ia tidak membalas pesan tersebut. Lalu menatap Mami.

"Iya Mi, perempuan tadi pacarku. Calon mantunya Mami."

***

Heh main ngaku" aja🤭😳

See you the next chapter
Salam manis dari NanasManis😉
29/10/21

Bittersweet Enemies Be LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang