"Jadi kapan pacar mu itu datang melamar?"
Viora segera menegakkan kepala, makanan yang hendak ia telan singgah di tenggorokan dan rasanya begitu sakit hingga hidungnya terasa perih kemudian ia tersedak dan terbatuk.
Nina langsung memberikan kakaknya air agar berhenti tersedak.
"Mama! Gak sopan banget sih bikin aku keselek!" seru Viora tertahan merasa begitu kesal karena Mama membuatnya terkejut hingga tersedak. Padahal Viora sangat ingin menikmati masakan Mama karena sudah lama tidak memakannya, juga menikmati makan bersama dengan keluarganya.
Rasanya Viora tiba-tiba kembali sakit. Padahal ia sudah merasa fit.
"Kapan pacar mu datang melamar?" Mama sama sekali tidak mengacuhkan omelan Viora. Kembali bertanya dengan santai, seakan kejadian Viora yang tersedak tidak pernah terjadi.
"Pacar apaan sih Ma?! Aku gak punya pacar!" desis Viora kesal. Makin hari, seiring dengan bertambahnya usia membuatnya terus-terusan direcoki tentang pernikahan.
"Terus yang datang tadi siapa?" Kini Abah menyahut membuat Viora mengernyit heran menatap Abah. Abah termasuk orang yang cuek tentang statusnya. Tidak terlalu memusingkan apakah ia harus menikah di usia sekarang atau tidak sama sekali. Yang penting ia hidup sehat, bahagia. Itulah prinsip hidup Abah untuk anak-anaknya. Dan kali ini baru pertama kalinya Abah terlihat kepo membuat Viora tiba-tiba merasa tidak nyaman.
Jangan-jangan Abah sudah direcoki Mama agar menyuruhnya segera menikah?
"Temen," jawab Viora malas. Tidak lupa mendengus pelan. Kini kekesalannya tertuju pada Saren. Untung saja tadi pria itu membawa makanan yang banyak.
"Abah kira temen cowok mu itu cuma June. Yang ini baru Abah lihat."
"Ya soalnya emang baru ke sini. Abah gak usah kayak Mama deh."
"Emang Mama kenapa?!" Mama menyahut, melotot pada Viora yang ekspresinya semakin suram.
"Kalau niatnya baik..."
"Maksud Abah?" Sela Viora menatap Abah. Sudah ia duga, pasti Mama berhasil menghasut Abah agar Abah ikut-ikutan menyuruhnya segera menikah.
"Abah lihat dia ada maksud selain jadi teman. Kamu pikirin yang mateng-mateng, jalani aja dulu. Kalau gak bisa, ya gak usah. Kalau bisa, ya kamu lanjut."
Viora mendadak tuli, rasanya ia ingin segera pergi. Tapi ia anak sopan, jadi tidak akan pergi begitu saja saat orang tuanya bicara padanya.
Viora menghela nafas kasar. Ingin rasanya menjelaskan sosok Saren yang sebenarnya yang sama sekali tidak ada nilai plus-nya di matanya. Ah kecuali kekayaan pria itu. Jika bicara sikap, sudah pasti nol besar. Dan tidak lupa kelakuan pria itu jika menyangkut perempuan. Sangat bajingan.
"Udah ah, gak usah dibahas lagi."
Keadaan meja makan hening, mereka semua kini fokus untuk makan.
***
Viora turun dari motornya, ia segera bergegas masuk ke dalam kos-kosan miliknya saat menyadari ada yang mencurigakan. Dan dugaannya benar. Salah satu anak kosanya membawa seorang pria masuk. Meski berada di area dapur, tapi larangan masuk ke dalam gedung kos sudah ditetapkan Viora. Batasnya hanya pada parkiran atau di area teras. Di sana ia sudah menyiapkan tempat duduk yang nyaman. Karena meski Viora jomblo dari lahir, tentunya ia tetap peka jika anak-anak kosnya yang mungkin ingin pacaran bisa berada di sana, tapi tidak untuk dibawa masuk, apalagi ke dalam kamar.
"Hei! Hei!" Kedua orang itu yang sepertinya memasak mie tersentak, mereka menoleh ke arah Viora yang berkacak pinggang, memasang ekspresi galak.
"Hehe, halo Mbak. Sudah sembuh, ya?" Sapa anak kosnya tersebut kikuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Enemies Be Lovers
Romance•Bittersweet Series 4• _____________ Tuntutan dari orang tua agar ia menikah membuatnya jengah. Ingin rasanya lenyap saja jika setiap harinya di suguhi pertanyaan 'Kapan Nikah?'. Tidak akan teradi perang dunia ketiga jika ia tak menikah, bukan? Usi...